proses belajar

PENDAHULUAN
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang vital. Seperti yang kita ketahui bahwasanya mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar.  Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar murid, agar ia dapat memberikan bimbingan  dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi murid-murid.
Belajar merupakan suatu proses yang harus ditempuh oleh siswa, tetapi esensi dan hakikatnya harus dipahami oleh guru agar dalam pelaksanaannya guru dapat mengelolah dan membimbing proses pembelajaran sesuai dengan kaidah-kaidah pembelajaran yang efektif. Disamping itu, guru akan dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang optimal dalam rangka mendukung proses guna mencapai hasil belajar yang diharapkan.  Oleh karena itu, guru perlu belajar memahami hakikat belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dan cirri-ciri perubahan yang disebabakan oleh belajar.
Uraian diatas menunjukkan bahwa pentingnya  pemahaman guru tentang pengertian dan hakikat belajar. Dengan pemahaman tersebut diharapkan guru dapat menciptakan pembelajaran yang efektif. Marilah kita kaji apa yang dimaksud pengertian dan hakikat be;lajar, cirri-ciri, factor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil berlajar, penyebab kesulitan belajar dan cara mengatasinya.

RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas dapat kami rumuskan beberapa permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah kami, yaitu:
1.      Bagaimana pengertian belajar?
2.      Bagaimana hakekat belajar?
3.      Bagaimana ciri-ciri belajar?
4.      Apa saja factor yang mempengaruhi belajar?
5.      Apa saja penyebab kesulitan belajar?
6.      Bagimana usaha mengatasi kesulitan belajar?
PEMBAHASAN
a. Pengertian Belajar
Hilgard dan Bower mengemukakan “belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang”.
Gagne menyatakan bahwa “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum dia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi”.
Morgan mengemukakan “belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu haisl dari latihan atau pengalaman”.[1]
Dari beberapa pengertian belajar yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tinghkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingakungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.[2]
b. Hakekat Belajar
Dari pengertian belajar yang telah diuraikan, ada kata yang sangat penting untuk dibahas pada bagian ini, yakni kata “perubahan” atau change. Change adalah sebuah kata dalam bahasa inggris yang bila diindonesiakan berarti “perubahan”. Ketika kata “perubahan” dibicarakan dan dipermasalahkan maka pembicaraan sudah menyangkut permasalahan mendasar dari masalah belajar. Adapun formasi kata dan kalimat yang dirangkai oleh para ahli untuk memberikan pengertian belajar, maka intinya tidak lain adalah masalah “perubahan” yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Perubahan yang terjadi tentu saja perubahan yang sesuai dengan perubahan yang dikehendaki oleh pengertian belajar.
Oleh karena itu, seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka individu itu dikatakan belajar. Tetapi perlu diingatkan bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tinglkah laku. Sedangkan perubahan tingkah laku akibat mabuk, kecelakaan, gila, dan sebagainya bukanlah kategori belajar yang dimaksud. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil belajar.
c. Ciri-ciri belajar
1.      Perubahan yang Terjadi Secara Sadar
Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
2.      Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus-menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3.      Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar dilakukan, makkin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.
4.      Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara
Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis dan sebagainya tidak digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi bersifat menetap atau permanen. Ini bearti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
5.      Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkkah laku yang benar-benar disadari.
6.      Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.[3]
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
a.       Faktor Individu
Faktor individu mencakup aspek jasmaniah dan rohaniah. Aspek jasmaniah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani dari individu. Tiap orang memiliki kondisi fisik yang berbeda, ada yang tahan belajar selama 5-6 jam terus menerus, tetapi ada juga yang hanya tahan 1-2 jam saja. Kondisi fisik menyangkut kelengkapan dan kesehatan indra penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pencecapan. Indra yang paling penting dalam belajar adalah indra penglihatan dan pendengaran. Kesehatan merupakan syarat muthlak bagi keberhasilan belajar.
Aspek psikis atau rohaniah tidak kalah pentingnya dalam  belajar. Aspek psikis menyangkut kondisi kesehatan psikis, kemampuan-kemampuan inutelektual, social, psikomotor individu. Untuk kelancaran belajar belajar bukan hanya dituntut kesehatan hjasmani saja, tetapi juga kesehatan rohaniah juga. Seseorang dikatakan sehat rohaniyah adalah orang yang terbebas dari tekanan-tekanan batin yang mendalam, frustasi, dan konflik-konflik psikis.
Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar; menyangkut kecerdasan dan bakat-bakat. Kondisi social menyangkut hubungan sisiwa dengan  orang lain, baik guru, teman atau orang tuanya. Keberhasilan belajar seseorang juga dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, memecahkan masalah, diskusi, dll.
b.      Faktor Lingkungan
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam pendidikan. Memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketidakutuhan dalam keluarga akan menimbulkan kekuranganseimbangan baik dalam pelaksanaan tugas-tugas keluarga maupun dalam memikul beban-beban social psikologis keluarga. Hal ini akan menimbulkan konsentrasi dalam belajar. Selain itu lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat jug memegang peranan yang sangat penting dalam belajar.[4]
e. Beberapa Penyebab Kesulitan Belajar
Banyak sudah para ahli yang mengemukakan factor-faktor penyebab kesulitan belajar dengan sudut pandang mereka masing-masing. Ada yang meninjaunya dari sudut intern anak didik dan ekstern anak didik. Muhibbin Syah, misalnya, melihatnya dari kedua aspek diatas. Menurutnya factor-faktor anak didik meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik anak didik, yakni sebagai berikut:
a)      Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi anak didik.
b)      Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap
c)      Yang bersifat psikomotor (ranah rasa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga)
Sedangkan factor ekstern anak didik meliputi semua situasi dan didik. Factor lingkungan ini meliputi:
a.       Lingkungan keluarga, contohnya; ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b.      Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya; wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
c.       Lingkungan sekolah, misalnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Selain factor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula factor-faktor lain yang juga menimbulkan ktor-faktor ini dipandang sebagai kesulitan belajar anak didik. Factor-faktor ini dipandang sebagai factor khusus. Misalnya sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) berarti satuan gejala yang muncul sebagai indicator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Sindrom itu misalnya disleksia (dyslexia), yaitu ketidakmampuan belajar membaca, disgraffia (dysgraphia), yaitu ketidakmampuan belajar menulis,  diskalkulia (dyscalculia), yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
Anak didik yang memiliki sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki IQ yang normal dan bahkan diantaranya adanya yang memiliki kecerdasan diatas raata-rata. Oleh karena itu kesulitan belajar anak didik yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan ringan pada otak (minimal) brain dysfungtion.[5]
f. Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar
Dalam rangka uasaha mengatasi kesulitan belajar tifdak bias diabaikan dengan kegiatan mencari factor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari sumber-sumber penyabab utama dan sumber-summber penyebab penyerta lainnya mutlak dilakukan secara akurat, afektif dan efisien. Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu diyempuh dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar anak didik, dapat dilakukan melalui enam tahap, yaitu diantaranya sebagai berikut:
1)      Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar diperlukan  banyak informasi. Untuk memperoleh informasi perlu diadakan pengamatan langsung terhadap objek yang bermasalah. Teknik interview (wawancara) ataupun teknik dokumentasi dapat dipaakai untuk mengumpulkan data. Baik teknik observasi dan interviaew maupun dokumentasi, ketiganya saling melengkapi dalam rangka keakuratan data. Usaha lain yang dapat dilakukan dalam usaha pengimpulan data bias melalui kegiatan sebagai berikut:
a.       Kunjungan rumah
b.      Case study
c.       Case history
d.      Daftar pribadi
e.       Meneliti pekerjaan anak
f.       Meneliti tugas kelompok
g.      Melakukan tes, baik tes IQ maupun tes prestasi
Dalam pelaksanaannya, semua metode itu tidak mesti digunakan bersama-sama, tetapi tergantung pada permasalahannya, kompleks atau tidak. Semakin rumit masalahnya, semakin banyak kemungkinan metode yang dapat digunakan.
2)      Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul tidak akan ada artinya jika tidak diolah secara cermat. Faltor-faktor penyebaba kesulitan belajar anak didik jelas tidak daapat diketahui,karena data yang terkumpul itu masih mentah, belum dianalisis secara seksama. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka pengolahan data adalah sebagi beriut:
a.       Identifikasi kasus
b.      Membandingkan antar kasus
c.       Membandingkan dengan hasil tes
d.      Menarik kesimpulan
3)      Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Tentu saja keputusan yang diambil setelah dilakukan analisis terhadap data yang diolah itu. Diagnosis dapat berupa hal-hal berikut:
a.       Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak didik, yaiut berat ringannya tingkat kesulitan yang dirasakan anak didik.
b.      Keputusan mengenai factor-faktor yang ikut menjadi sumber kesulitan belajar anak didik.
c.       Keputusan mengenai faktorutama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik.
4)      Prognosis
Keputusan yang diambil berdasarkan ahsil diagnosis menjadi dasar pijakan dalam kegiatan prognosis. Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar. Dalam penyusunan program bantuan terhadap anak didik yang berkesulitan belajar dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan dengan rumus 5W+1H.
5)      Treatmen
Treatment adalah perklakuan. Perlakuan disini dimaksudkan adalah pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang dapat diberikan adalah:
a.       Melalui bimbangan belajar individual
b.      Melalui bimbangan belajar kelompok
c.       Melalui remedial teaching untuk mata pelajaran tertentu
d.      Melalui bimbingan orang tua dirumah
e.       Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis
f.       Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik secar umum
g.      Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran
6)      Evaluasi
Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengan baik. Artinya ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar, atau gagal sama sekali.[6]
KESIMPULAN
PENUTUP
Demikianlah makalah dari kami. Semoga bermanfaat. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami buat. Untuk itu demi perbaikan makalah kami selanjutnya, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Syaiful Djamarah. 2002.  Psikologi Belajar. Rineka Cipta: Jakarta.
Syaodih, Nana Sukmadinata. 2009. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikaan. Remaja Rosdakarya: Bandung.







Peradaban Islam pada masa Bani Umayyah II


BAB I
PENDAHULUAN

Sejarah telah menuliskan, bahwa pada masa yang silam kemajuan peradaban manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di hampir semua belahan dunia. Disaat di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan (the darkness), di dunia Islam sendiri sedang berada dalam masa kejayaan. Baghdad dan Cordova merupakan salah satu bukti betapa tinggi dan majunya peradaban Islam pada masa itu. Pada masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah al Muntashir di Andaluisa, selain istana-istana yang megah, jalan-jalan sudah diperkeras dan diberi penerangan pada malam hari, padahal pada saat itu di London hampir tidak ada satupun lentera yang menerangi jalan, dan di Paris di musim hujan lumpur bisa mencapai mata kaki.
Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak hanya dari kalangan muslim sendiri, orang-orang baratpun telah mengakui, bahwa sebagian besar dasar-dasar ilmu pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan muslim. Begitu pula dengan masa kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dimana para pelajar-pelajar dari Eropa telah dikirim ke Baghdad dan Cordova untuk menggali ilmu pengetahuan di sana. Di bidang-bidang ilmu keIslaman, perkembangan sastra dan bahasa Arab secara meluas terjadi pada masa Umayyah. Selain itu lahir pula ulama-ulama besar.
Oleh karena itu, meneliti kembali sejarah Bani Umayyah menjadi penting adanya, sebab peradaban masa kini merupakan bagian dari rantai sejarah yang tidak putus dan dengan meneliti dan memahami sejarah peradaban Islam pada masa Bani Umayyah II di Andalusia kita akan dapat memetakan rentetan sejarah peradaban Islam yang merupakan bagian dari rantai evolusi hingga masa kini.


BAB II
SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DI ANDALUSIA
A.    Penaklukan Andalusia
Nama Andalusia sendiri berasal dari kata Vandalusia yang artinya negeri Vandal, itu karena bagian selatan negeri ini pernah dikuasai bangsa Vandal. Pada abad V Masehi bangsa Vandal diusir oleh bangsa Gothia Barat. Andalusia merupakan sebutan bagi semenanjung Iberia pada periode Islam[1].
Bani Umayyah merebut Andalusia dari bangsa Gothia pada masa khalifah al Walid ibn ‘Abd al Malik (86-96/705-715). Penaklukan Andalusia diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim dibawah pimpinan Tarif ibn Malik pada tahun 91/710. Pengiriman pasukan Tarif dilakukan atas undangan salah satu raja Gothia Barat, dimana salah satu putri ratu Julian yang sedang belajar di Toledo (ibu kota Visigoth) telah diperkosa oleh raja Roderick. Karena kemarahan dan kekecewaannya, umat Islam diminta untuk membantu melawan raja Roderick. Pasukan Tarifa mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama Tarifa. Ekspedisi ini berhasil, dan Tarifa kembali ke Afrika Utara dengan membawa banyak Ghanimah. Musa ibn Nushair, Gubernur Jenderal al Maghrib di Afrika Utara pada masa itu, kemudian mengirimkan 7000 orang tentara di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Ekspedisi II ini mendarat di bukit karang Giblartar (Jabal al Thariq) pada tahun 92/711. Sehubungan Tentara Gothia yang akan dihadapi berjumlah 100.000 orang, maka Musa Ibn Nushair menambah pasukan Thariq menjadi 12.000 orang[2].
Pertempuran pecah di dekat muara sungai Salado (Lagund Janda) pada bulan Ramadhan 92/19 Juli 711. Pertempuran ini mengawali kemenangan Thariq dalam pertempuran-pertempuran berikutnya, sampai akhirnya ibu kota Gothia Barat yang bernama Toledo dapat direbut pada bulan September tahun itu juga. Bulan Juni 712 Musa ibn Nushair berangkat ke Andalusia membawa 18.000 orang tentara dan menyerang kota-kota yang belum ditaklukan oleh Thariq sampai pada bulan Juni tahun berikutnya. Di kota kecil Talavera Thariq menyerahkan kepemimpinan kepada Musa, dan pada saat itu pula Musa mengumumkan bahwa Andalusia menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Penaklukan Islam di Andaluisa oleh Thariq hampir meliputi seluruh wilayah bagiannya, keberhasilannya tidak terlepas dari bantuan Musa ibn Al Nushair[3]. Hanya kawasan Galicia yang terjal dan tandus dibagian barat laut semenanjung itu yang tidak dikuasai Umayyah.
Ketika Daulah Bani Umayyah Damaskus runtuh pada tahun 132/750, Andalusia menjadi salah satu provinsi dari Daulah Bani Abbas. Salah satu pangeran Dinasti Umayyah yang bernama Abd al Rahman ibn Mu’awwuyah, cucu khalifah Umawiyah kesepuluh Hisyam Ibn Abd al Malik berhasil meloloskan diri dari Bani Abbas dan menginjakan kaki di Andalusia. Atas keberhasilannya meloloskan diri ia diberi gelar al Dâkhil.
Pada tahun 138/756 al Dâkhil berhasil menyingkirkan Yusuf ibn Abd al rahman al Fihri yang menyatakan diri tunduk kepada dinasti Bani Abbas, dan sejak saat itu ia memporklamirkan bahwa Andalusia lepas dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas. Al Dâkhil memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan gelar amîr al mu’minîn. Sejak saat itulah babak kedua kekuasan Dinasti Ummayah dimulai.
B.     Ihwal Pemerintahan
Al Dâkhil berhasil meletakan sendi dasar yang kokoh bagi tegaknya Daulah bani Umayyah II di Andalusia. Pusat kekuasan Umayyah di Andalusia dipusatkan di Cordova sebagai ibu kotanya. Al Dâkhil berkuasa selama 32 tahun, dan selama masa kekuasaannya ia berhasil mengatasi berbagai masalah dan ancaman, baik pemberontakan dari dalam maupun serangan musuh dari luar. Ketangguhan al Dâkhil sangat disegani dan ditakuti, karennya ia dijuliki sebagai Rajawali Quraisy.
Gelar yang digunakan pada masanya adalah Amîr, dan ini tetap dipertahankan oleh penerusnya sampai awal pemerintahan amir kedelapan Abd al Rahman III (300-350/912-961). Proklamasi Khilafah Fathimiyyah di Ifriqiyah (297/909, serta merosotnya kekuatan Daulah Abasiyyah sepeninggal al Mutawakkil (232-247/847-861) mendorong Abd al rahman untuk memproklamasikan diri sebagai khalifah dan bergelar amîr al mu’minîn[4]. Ia juga menambahkan gelar al Nashir dibelakang namanya mengikuti tradisi dua khalifah lainnya.
Bani Umayyah II mencapai puncak kejayaannya pada masa al Nashir dan kekuasaannya masih tetap dapat dipertahankan hingga masa kepemimpinan Hakam II al Muntashir (350-366/961-976).
Kekuasaan Umayyah mulai menurun setelah al Muntashiru wafat. Ia digantikan oleh putera mahkota Hisyam II yang beru berusia 10 tahun. Hisyam II dinobatkan menjadi khalifah dengan gelar al Mu’ayyad. Muhammad ibn Abi Abi Amir al Qahthani yang merupakan hakim Agung pada masa al Muntashir berhasil mengambil alih seluruh kekuasaan dan menempatkan khalifah dibawah pengaruhnya. ia memaklumkan dirinya sebagai al Malik al Manshur Billah (366-393/976-1003) dan ia terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hajib al Manshur.
Dalam rangka menjalankan pengaruh dan kekuasaanya, al Manshur melakukan beberapa strategi diantaranya :
  1. Menyingkirkan pangeran-pengeran dari Bani Umayyah serta pemuka-pemuka suku yang berpengaruh[5].
  2. Membentuk polisi rahasia yang terdiri dari orang-orang Barbar
  3. Menggantikan tentara khalifah yang asalnya terdiri dari orang Slavia dengan orang-orang Barbar dan orang Nashrani dari Leon, Castilla dan Navarre.
Kekuasaan Hakim Agung al Manshur diteruskan oleh Abd al Malik ibn Muhammad yang bergelar al Malik al Mudhaffar (393-399/1003-1009). Pada masa selanjutnya al Mudhaffar digantikan oleh Abd al rahman ibn Muhammad yang bergelar al Malik al Nashir li Dinillah (399/1009) dan sejak saat itu kestabilan politik Umayyah mulai merosot dengan terjadinya berbegai kemelut di dalam negeri yang akhirnya meruntuhkan dinasti Umayyah.
Keruntuhan Bani Umyyah diawali dengan pemecatan al Mu’ayyad sebagai khalifah oleh sejumlah pemuka-pemuka Bani Umayyah. Kemudia para pemuka tersebut bersedia mengangkat al Nashir sebagai khalifah. Akan tetapi pada kenyataanya dengan turunnya al Mu’ayyad perebutan kursi khilafah menjadi tidak bias dihindari. Dalam tempo 22 tahun terjadi 14 kali pergantian khalifah, yang umumnya melalui kudeta,d an lima orang khalifah diantaranya naik tahta dua kali. Daulah Umawiyah akhirnya runtuh ketika Khalifah Hisyam III ibn Muhammad III yang bergelar al Mu’tadhi (418-422/1027-1031) disingkirkan oleh sekelompok angkatan bersenajta. Para pemuka penduduk Cordova segera meminta Umayyah Ibn Abd al Rahman agar bersedia menduduki jabatan khalifah. Akan tetapi, ia tidak sempat menikmati jabatan tertinggi negara itu, karena terpaksa harus bersembunyi untuk menyelamatkan diri dari bahaya yang mengancam dirinya. Dalam pada itu, Wazir Abu al Hazm ibn Jahwar memaklumkan penghapusan khilafah untuk selamanya, karena dianggap tidak ada lagi orang yang layak atas jabatan itu. Diatas puing-puing kehancuran Daulah Umawiyah Andaluisa memasuki babak baru yang dikenal dengan periode Muluk al Thawaif.
C.    Hubungan dengan Luar Negeri
Untuk memperkuat kekuasaannya Bani Umayyah melakukan hubungan dengan negara-negara lain. Bentuk hubungan itu ada yang bersifat aktif dilakukan oleh Umayyah dan adapula yang dilakukan oleh negara lain kepada Umayyah dan Umayyah menerimnya. Hubungan tersebut juga tidak terbatas kepada hubungan politik, akan tetapi pada bidang-bidang lainnya. Hubungan-hubungan itu diantaranya sebagai berikut :
  1. Menjalin persahabatan dengan Bizantium untuk menhadapi ancaman Baghdad[6].
  2. Pada tahun 334/945 raja Oto dari Jerman mengirmkan dutanya ke Cordova.
  3. Italia berhendak menjalin hubungan dengan Cordova karena telah menderita kerugian akibat serbuan Fathimiyyah ke Genua.
  4. Ketika Bizantium ingin melepaskan Sicilia dari kekuasaan al Khalifah al Qaim ibn Amrillah al fathim (322-334/934-935), mereka menjalin hubungan dengan Umayyah.
  5. Pada tahun 336-337/947-948) Kaisar Bizantium Constantine Porphryogenitus (911-959) mengirimkan dutanya ke Cordova untuk mengikat perjanjian damai dengan al Nashir, guna menghadapi Abasiyyah dan Fathimiyyah
  6. Bantuan Bizantium dalam pembuatan Mihrab Masjid Agung Cordova dan Pembangunan al Zahra.
  7. Pengiriman Nicholas oleh Bizantium dalam rangka menerjemahkan buku kedokteran yang dihadiahkan kepada al Nashir dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin yang selanjutnya diterjemahkan oleh Ibn Syibruth kedalam bahasa Arab.
  8. dll.
D.    Komposisi Penduduk
Penduduk Andalusia terdiri dari berbagai bangsa, diantaranya bangsa Arab, Barbar, Spanyol, Yahudi dan Slavia. Bangsa Arab dan Barbar datang ke Andaluisa sejak masa penaklukan. Orang-orang Arab ini terdiri dari dua kelompok besar, yaitu keturunan Arab Utara atau suku Mudlari dan keturnan Arab Selatan atau suku Yamani. Kebanyakan orang Mudlari tinggal di Toledo, Saragossa, Sevilla dan Valencia, sedangkan orang –orang Yamani banyak tinggal di Granada, Sevilla, Murcia, dan Badajoz.
Orang-orang Barbar ditempatkan didaerah perbuktian yang kering dan tandus dibagian utara Andalusia yang berhadapan dengan basis-basis kekuatan Nashrani.
Dari sisi agama yang dipeluk, penduduk Spanyol terdiri dari :
  1. Kelompok Islam pendatang (bangsa Arab)
  2. Keturunan Spanyol yang telah memeluk Islam
  3. Keturunan bangsa Spanyol yang tetap pada keyakinannya tapi meniru adat kebiasaan bangsa Arab, baik dalam bertingkah laku, maupun dalam bertutur kata. Mereka dikenal dengan sebuta Musta’ribah.
  4. Keturunan bangsa Spanyol yang tetap berpegang teguh pada agamanya semula dan warisan budaya nenek moyangnya.
Khalifah memberikan kebebasan dalam beragama. Oleh karena itu tidak heran bila tidak sedkit pemeluk agama Nashrani yang menjadi pejabat sipil meupun militer dan ada pula yang bertugas menjadi pemungut pajak[7].
E.     Perkembangan Bahasa dan Sastra Arab
Bahasa Arab masuk ke Andalusia bersamaan dengan masuknya Islam. Dengan berkuasanya pemerintahan Islam dan bangsa Arab di Andalusia, maka bahasa Arab dipelajari oleh berbagai kelompok penduduk dan lapisan sosial, sehingga menggeser peran bahasa lokal dan menembus batas-batas keagamaan. Kemenangan bahasa Arab atas bahasa Penduduk asli yang ditaklukan, didahului oleh kemenangan bangsa Arab dalam bidang kemiliteran, politik dan keagamaan. Sebelum menjadi bahasa pergaulan sehari-hari, bahasa Arab lebih dahulu mencapai kemenangan sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Pada permulaan abad IX M bahasa Arab sudah menjadi bahasa resmi di Andalusia. Pada waktu itu seorang pendeta dari Sevilla menerjemahkan Taurat kedalam bahasa Arab, karena hanya bahasa Arab yang dapat dimengerti oleh murid-muridnya untuk memahami kitab suci agama mereka. Hal seperti itu terjadi pula di Cordova dan Toledo. Menurut al Siba’i pada saat itu tidak jarang dari penduduk setempat yang beragama Nashrani lebih fasih berbahasa Arab daripada (sebagian) bangsa Arab sendiri [8].
Perkembangan Bahasa dan Sastra Arab tidak terlepas daripada peran para ulama dan sastrawan, diantaranya adalah :
  1. Ali al Qali. Ia adalah seorang tokoh besar pada zamannya. Ia dibesarkan dan menimba ilmu Hadits, bahasa, sastra, Nahwu dan sharaf dari ulama-ulama terkenal di Baghdad. Pada tahun tahun 330/941 al Nashir mengundang beliau untuk menetap di Cordova dan sejak saat itu Ali mengembangkan ilmu Islam sampai wafatnya (358/696). Dari sekian banyak karya tulisnya yang bernilai tinggi, diantaranya adalah al Amalî dan al Nawâdir.
  2. Ibn al Quthiyah Abu Bakar Muhammad Ibn Umar. Ia adalah seorang ahli bahasa Arab, Nahwu, penyair dan sastrawan. Ia menulis buku dengan judul al Af’âl dan Fa’alta wa Af’alât. Ia meninggal pada tahun 367/977.
  3. Al Zabidi. Ia adalah guru dari Ibn Quthiyah. Al Zabidy sudah mengembangkan bahasa dan sastra di Andalusia sebelum adanya Ali al Qali. Bukunya yang terkenal adalah Mukhtashar al ‘Ain dan Akhbar al Nahwiyyîn.âîû
  4. Said Ibn Jabir, ia juga merupakan salah satu guru dari Ibn Quthiyah.
  5. dll,
Bidang kesustraan bahasa Arab dikenal dengan adab (kesusastraan Arab dalam arti sempit[9]). Ia dapat berbentuk puisi atau prosa. Diantara jenis prosa adalah khithabah, tarassul maupun karya fiksi lainnya. Menurut Ameer Ali, bahwa orang-orang Arab Andalusia adalah penyair-penyair alam[10]. Mereka menemukan bermacam jenis puisi, yang kemudian diconoth oleh orang-orang Kristen di Eropa Selatan. Sebagaimana halnya di Timur, jenis syair yang berkembang di Andalusia adalah madah, ratsa, ghazal, khimar, washf ,hisamah, hija, zuhd dan hikmah. Sebelum Islam masuk ke Andalusia, orang Spanyol suka berseloka. Kedatangan Islam telah memperluas seloka-seloka Spanyol yang tidak beraturan itu, sehingga lahir muwasysyah yang kemudian menjadi zajal[11].
Berikut ini Bibliografi beberapa sastrawan Andalusia :
  1. Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih. Lahir di Cordova 246/860. ia menekuni ilmu kedokteran dan musik, tetapi kecenderungannya lebih banyak kepada sastra dan sejarah. ia berhasil menggubah syari-syair pujian (madah) bagi empat khilafah Umawiyah, sehingga ia mendapat kedudukan terhormat di istana. Pada masa al Nashir ia menggubah 440 bait syair dengan menggunakan bahan acuan sejarah. Pada masa tuanya, Abu Amr menyesali kehidupan masa mudanya, kemudian ia berzuhud. Oleh karenanya ia menggubah syair-syair zuhdiyyat yang ia himpun dalam al Mumhishât. Sebagian besar karya syairnya sudah hilang, sedangkan yang berupa prosa ia tuangkan dalam karyanya yang diberi nama al ‘Aqd al Fârid. Ia pada tahun 328/940 dalam keadaan lumpuh.
  2. Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Lahir di Cordova pada tahun 382/992. Ia dikenal dekat dengan penguasa. Dengan keterlibatannya dengan kemelut politik, ia sering membuat syair-syair dalma rangka membesarkan atau menggulingkan seorang penguasa. Pada masa kekuasaan Hamudiyah penyair ini dipenjarakan dan menerima penghinaan serta penganiayaan yang berat. Ia dibebaskan dalam keadaan lumpuh sampai wafat pada tahun 427/1035. Karyanya dalam bentuk prosa adalah Risâlah al Tawâbi’ wa al Zawâbigh, Kasyf al Dakk wa Atsar al Syakk dan Hanut ‘Athar.
  3. Ibn Hazm. Lahir pada tahun 384/994) merupakan penyair sufi yang banyak menggubah puisi-puisi cinta.
F.     Pembangunan Kota
Kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia mencapai mencapai puncak kejayaannya pada masa al Muntashir, pengganti Abd al rahman al Dakhil. Berikut ini sebagai bukti dari kemajuan Andalusia dalam bidang pembangunan kota :
  1. Al Qashr al Kabîr ; kota satelit yang dibangun oleh al Dâkhil dan dilanjutkan oleh penggantinya. Didalamnya terdapat gedung-gedung istana yang megah.
  2. Rushâfat (istana yang dikelilingi oleh taman yang dibangun oleh al Dakhil disebelah barat laut Cordova).
  3. Masjid jami Cordova (dibangun tahun 170 /786)
  4. al Zahra ; kota satelit di bukit pegunungan Sierra Morena. Nama al Zahra di ambil dari salah seorang selir al Nashir pada tahun 325/936. kota ini dilengkapi dengan masjid tanpa atap kecuali mihrabnya dan air mengalir di tengah masjid, danau kecil yang berisi ikan-ikan yang indah, taman hewan, pabrik senjata, dan pabrik perhiasan. Istana-istana al Zahra di bagian atas itu, yang terbesar diantaranya diberi nama Dâr al Raudlah[12].
Perkembangan paling pesat terjadi pada masa al Muntashir dan al Mu’ayyad. Pusat kota yang dikelilingi oleh dinding tembok dengan tujuh pintu gerbangnya, pada waktu itu sudah berada di tengah, karena berkembangnya daerah pinggiran di sekitarnya. Daerah pinggiran itu berjumlah 21 distrik yang masing-masing memiliki banyak masjid, beberapa pasar dan pemandian umum. Adapun luas Cordova pada saat itu sekitar 144 mil persegi ; panjang 24 mil dan lebar 6 mil.
Jumlah penduduk Cordova kira-kira 500.000 orang, sedangkan rumahnya berjumlah 13.000 buah, tidak termasuk istana-istana megah, daerah pinggiran, 300 buah pemandian umum dan 3000 buah masjid. Tidak ada satu kota pun yang menandingi Cordova pada waktu itu selain Baghdad. Seluruh jalan di Cordova pada waktu itu sudah diperkeras dengan batu dan diterangi lampu pada waktu malam. Hal ini berbeda dengan London yang 700 tahun kemudian hampir belum ada sebuah lentera pun yang menerangi jalan disana, juga Paris selama berabad-abad kemudian, tebalnya lumpur di musim hujan bisa setinggi mata kaki bahkan sampai keambang pintu.
G.    Perkembangan Seni Musik
Seni musik Andalusia berkembang dengan datangnya Hasan ibn Nafi’ yang lebih dikenal dengan panggilan Ziryab. Ia adalah seorang maula dari Irak, murid Ishaq al Maushuli seorang musisi dan biduan kenamaan di istana Harun al Rasyid. Ziryab tiba di Cordova pada tahun pertama pemerintahan Abd al Rahman II al Autsath. Keahliannya dalam seni musik dan tarik suara berpengaruh hingga masa sekarang. Hasan ibn Nafi’ dianggap sebagai peketak pertama dasar dari musik Spanyol modern. Ialah yang memperkenalkan notasi do-re-mi-fa-so-la-si. Notasi tersebut berasal dari huruf Arab.
H.    Perkembangan Filsafat dan Ilmu Eksakta
Meskipun secara politik Andalusia memisahkan diri dan tidak tunduk terhadap kekuasaan Bani Abasiyyah di Bagdad, akan tetapi hal itu tidak berpengaruh terdapat transmisi keilmuan dan peradaan diantara keduanya. Banyak muslim Andaluisa yang menuntut ilmu di negeri Baghdad dan tidak sedikit pula Ulama Baghdad yang mengembangkan ilmu dan peradaban di Andalusia.
Pada abad IV H/X M, para pelajar Andalusia banyak yang pergi ke Bagdad utuk belajar Filsafat. Diantara mereka adalah Abu al Qasim al Maslamah Ibn Ahmad al Majriti (w.397 H/1007 M). Ia mempelajri manuskrip-,anuskrip Arab dan Yunani, kemudian mengembangkan imu matematika, astronomi, kedokteran dan kimia, dan ia merupakan ulama pertama yang pertama memperkenalkan ajaran Rasâîl Ikhwân al Shafâ di Eropa.
Bidang Filsafat
Muhammad ibn Abdillah ibn Misarrah al Bathini (269-319) dari Cordova dikenal sebagai orang pertama yang menekuni filsafat di Andalusia. Filsafat berkembang pesat pada masa al Nashir dan mencapai puncaknya pada masa al Muntashir. Sewaktu para filosof dikutuk pada masa Daulah Amiriyah, ilmu ini mengalami kemunduran drastis, tetapi kemudian muncul kembali dan mengalami kemajuan pesat pada masa Muluk al Thawaif.
Dengan berkembangnya filsafat maka berkembang pula ilmu-ilmu eksakta. Ilmu pasti yang dikembangkan orang Arab berpangkal dari buku India, yaitu Sinbad, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al Fazari pada tahun 154 H/ 771 M. Dengan perantara penerjemahan buku ini, kemudian Nasawi (pakar matematika) memperkenalkan angka-angka India (0,1,2 sampai 9), sehingga angka-angka ini dikenal dengan Arabic Number.
Berikut ini nama-nama ilmuwan beserta bidang keahlian yang berkembang di Andalusia masa dinasti Bani Umayyah :
NO.
NAMA
BIDANG KEAHLIAN
KETERANGAN
1.
Abu Ubaidah Muslim Ibn Ubaidah al Balansi
- Astrolog
- Ahli Hitung
- Ahli gerakan bintang- bintang
Dikenal sebagai Shahih al Qiblat karena banyak sekali mengerjakan penetuan arah shalat.
2.
Abu al Qasim Abbas ibn Farnas


- Astronomi
- Kimia

Ilmi kimia, baik kimia murni maupun terapan adalah dasar bagi ilmu farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu kedokteran. Farmasi dan ilmu kedokteran telah mendorong para ahli untuk menggali dan mengembangkan ilmu kimia dan ilmu tumbuh-tumbuhan
untuk pengobatan.
3.
Ahmad ibn Iyas al Qurthubi
Kedokteran

Hidup pada masa Khalifah Muhammad I ibn abd al rahman II Ausath
4.
Al Harrani


5.
Yahya ibn Ishaq

Hidup pada masa khalifah Badullah ibn Mundzir
6.
Abu Daud Sulaiman ibn Hassan

Hidup pada masa awal khalifah al Mu’ayyad
7.
Abu al Qasim al Zahrawi
- Dokter Bedah
- Perintis ilmu penyakit telinga
- Pelopor ilmu penyakit kulit

Di Barat dikenal dengan Abulcasis. Karyanya berjudul al Tashrif li man ‘Ajaza ‘an al Ta’lif, dimana pada abad XII telah diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497M), Basle (1541 M) dan di Oxford (1778 M) buku tersebut menjadi rujukan di universitas-universitas di Eropa.
8.
Abu Marwan Abd al Malik ibn Habib
- Ahli sejarah
- Penyair dan ahli nahwu sharaf
- wafat 238/852
- salah satu bukunya berjudul al Tarikh
9.
Yahya ibn Hakam

- Sejarah
- Penyair

10.
Muhammad ibn Musa al razi
- Sejarah

- wafat 273/886
- Menetap di Andalusia pada tahun 250/863
11.
Abu Bakar Muhammad ibn Umar
- Sejarah
- Dikenal dengan Ibn Quthiyah
-     Wafat 367/977
- Bukunya berjudul Tarikh Iftitah al Andalus

Uraib ibn Saad
- Sejarah
- Wafat 369/979
- Meringkas Tarikh al- thabari, menambahkan kepadanya tentang al Maghrib dan Andalusia, disamping memberi catatan indek terhadap buku tersebut.
13.
Hayyan Ibn Khallaf ibn Hayyan
- Sejarah & sastra
- Wafat 469/1076
- Karyanya : al Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus dan al Matin.
14.
Abu al Walid Abdullah ibn Muhammad ibn al faradli.

- Sejarah
- Penulis biografi

- Lahir di Cordova tahun 351/962 dan wafat 403/1013.
- Salah satu karyanya berjudul Tarikh Ulama’i al

Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat pada masa Umayyah tidak terlepas dari kecintaan dan hasrat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan, tidak hanya dikalangan penduduk akan tetapi juga terlebih di kalangan penguasa. Pada masa al Muntashir terdapat tidak kurang dari 800 buah sekolah, 70 perpustakaan pribadi disampin perpustakaan umum[13].
Perkembangan Ilmu Fikih dan Ilmu-ilmu Islam Lainnya
Madzhab fikih yang berkembang di Kordova adalah Maliki. Madzhab ini diperkenalkan oleh Ziyad ibn Abd al Rahman ibn Ziyad al Lahmi pada zaman Hisyam I ibn Abd al rahman al Dakhil. Beliau adalah murid langusng imam Malik ibn Anas di Madinah. Jejaknya kemudian diikuti oleh Yahya ibn Yahya al Laitsi, disamping sebagai murid Ziyad Ibn Abd al Rahman , ia juga berguru langsung kepada imam Malik. Yahya ibn Yahya al Laitsi dikenal sebagai mufti dinasti Umayyah.
Ulama besar yang hidup pada masa Umayyah Andalusia adalah Abu Muhammad Ali Ibn Hazm (w.455/1063). Nama penggilan beliau adalah Abu Muhammad[14]. Ibnu Hazm hidup dalam kekuasaan Islam di Andalus, yaitu pada akhir kekuasaan Dinasti Umayyah dan zaman Muluk al Thawa’if. Ibnu Hazm hidup pada zaman Dinasti Umayyah selama 37 tahun, dan pada zaman Muluk al Thawa’f selama 32 tahun[15] (Atang : 1997/61). Pada mulanya, ia adalah pengikut imam Syafi’i, setelah merasa tidak puas dengan fikih Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, ia pindah ke madzhab al Zhahiri. Ibn Hazm tertarik terhadap madzhab al Zhahiri karena aliran ini hanya terikat kepada al Qur’an dan Sunnah[16]. Atas jasa Ibn Hazm madzhab Zhahiri dapat berkembang di Andalusia[17]. Ia juga pemuka gerakan Asy’ariyyah[18].. Buku karya berjumlah sekitar 400 buku yang terdiri dari teologi, fikih, hadits dan puisi. Bukunya yang terkenal adalah al Muhallâ (fikih), al Ihkâm fî al Ushûl al Ahkâm (ushul fikh), al Fashl fî al Milal wa Ahwâ fî al Nihal (ilmu kalam).
Ilmu agama yang berkembang pesat ialah ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang membahas cara membaca lafazh-lafazh al Qurân yang baik dan benar. Abu Amr al Dani Utsman ibn Said (w. 444/1052) adalah ulama ahli Qira’at kenamaan Andalusia yang mewakili generasinya. Ia telah menulis 120 buku, diantaranya al Muqni’u wa al Taisîr.
BAB III
KESIMPULAN
Penaklukan Andalusia diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim dibawah pimpinan Tarif ibn Malik pada tahun 91/710. Ekspedisi ini berhasil, dan pada ekspedisi II pada tahun 92/711 Musa Ibn Nushair menambah pasukan Thariq menjadi 12.000 orang. Kemenangan Thariq dalam pertempuran-pertempuran diraihnya, sampai akhirnya ibu kota Gothia Barat yang bernama Toledo dapat direbut pada bulan September tahun itu juga. Penaklukan Islam di Andaluisa oleh Thariq hampir meliputi seluruh wilayah bagiannya, hanya kawasan Galicia yang terjal dan tandus dibagian barat laut semenanjung itu yang tidak dikuasai Umayyah.
Ketika Daulah Bani Umayyah Damaskus runtuh pada tahun 132/750, Andalusia menjadi salah satu provinsi dari Daulah Bani Abbas. Kemudian pada tahun 138/756 al Dâkhil berhasil menyingkirkan Yusuf ibn Abd al rahman al Fihri yang menyatakan diri tunduk kepada dinasti Bani Abbas, dan sejak saat itu ia memporklamirkan bahwa Andalusia lepas dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas. Al Dâkhil memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan gelar amîr al mu’minîn. Sejak saat itulah babak kedua kekuasan Dinasti Ummayah dimulai.
Bani Umayyah II mencapai puncak kejayaannya pada masa al Nashir dan kekuasaannya masih tetap dapat dipertahankan hingga masa kepemimpinan Hakam II al Muntashir (350-366/961-976).
Kekuasaan Umayyah mulai menurun setelah al Muntashiru wafat. Ia digantikan oleh putera mahkota Hisyam II yang beru berusia 10 tahun. Keruntuhan Bani Umyyah diawali dengan pemecatan al Mu’ayyad sebagai khalifah oleh sejumlah pemuka-pemuka Bani Umayyah.
Untuk memperkuat kekuasaannya Bani Umayyah melakukan hubungan dengan negara-negara lain. Bentuk hubungan itu ada yang bersifat aktif dilakukan oleh Umayyah dan adapula yang dilakukan oleh negara lain kepada Umayyah dan Umayyah menerimanya. Hubungan tersebut juga tidak terbatas kepada hubungan politik, akan tetapi pada bidang-bidang lainnya.
Penduduk Andalusia terdiri dari berbagai bangsa, diantaranya bangsa Arab, Barbar, Spanyol, Yahudi dan Slavia. Bangsa Arab dan Barbar datang ke Andaluisa sejak masa penaklukan. Orang-orang Arab ini terdiri dari dua kelompok besar, yaitu keturunan Arab Utara atau suku Mudlari dan keturnan Arab Selatan atau suku Yamani. Kebanyakan orang Mudlari tinggal di Toledo, Saragossa, Sevilla dan Valencia, sedangkan orang –orang Yamani banyak tinggal di Granada, Sevilla, Murcia, dan Badajoz.
Perkembangan bahasa Arab pada masa Umayyah yang pesat menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan, bahkan bahasa Arab mampu menggeser bahasa lokal. Selain itu bidang kesusastraan berkembang dalam bentuk prosa dan puisi yang ditandai dengan lahirnya berbagai sejarawan terkenal.
Kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia mencapai mencapai puncak kejayaannya pada masa al Muntashir, pengganti Abd al rahman al Dakhil. Sebagai bukti dari kemajuan Andalusia dalam bidang pembangunan kota telah terbangun Al Qashr al Kabî,r Rushâfat , Masjid jami Cordova, al Zahra, dll
Filsafat berkembang pesat pada masa al Nashir dan mencapai puncaknya pada masa al Muntashir. Dengan berkembangnya filsafat maka berkembang pula ilmu-ilmu eksakta.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat pada masa Umayyah tidak terlepas dari kecintaan dan hasrat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan, tidak hanya dikalangan penduduk akan tetapi juga terlebih di kalangan penguasa. Pada masa al Muntashir terdapat tidak kurang dari 800 buah sekolah, 70 perpustakaan pribadi disampin perpustakaan umum.
Madzhab fikih yang berkembang di Kordova adalah Maliki. Ulama besar yang hidup pada masa Umayyah Andalusia adalah Abu Muhammad Ali Ibn Hazm (w.455/1063). Ilmu agama yang berkembang pesat ialah ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang membahas cara membaca lafazh-lafazh al Qurân yang baik dan benar. Abu Amr al Dani Utsman ibn Said (w. 444/1052) adalah ulama ahli Qira’at kenamaan Andalusia yang mewakili generasinya. Ia telah menulis 120 buku, diantaranya al Muqni’u wa al Taisîr.






DAFTAR PUSTAKA
A Hasymi, Sejarah Kebidayaan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1979.
Ahmad Salabi, Mausu’ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, Jilid IV, Kairo : al Maktabah al Misriyah, 1982.
Atang Abdul Hakim, Sumber Hukum Islam Menurut Ibn Hazm dalam Prespektif Sejarah Hukum Islam, Bandung : Pusat Penelitian IAIN Sunan Gunung Djati, 1997.
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004.
__________, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000.
MM Sharif, Alam Fikiran Islam, terj. Fuad Muhammad Fahruddin Bandung : CV. Dipenogoro, 1979.
Muhammad Abu Zahrah, Muhadlarat fi Tarikh al Madzahib al Fiqhiyyah, Jam’iyyah al Dirasat al Islamiyyah, t.th.
Mustafa as Siba’i, Kebnagkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein, Jakarta : Media Dakwah, 1987.
Oemar Amin Hoesen, Kultur Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975.
Siti Maryam dkk (ed.), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : LESFI, 2004.
Syed Amir Ali, Api Islam, Jilid II, terj. HB. Jassin, Jakarta : PT Pembangunan, 1967.

[1] Siti Maryam dkk (ed.), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta : LESFI, 2004), h. 79.
[2] Ibid., h. 80.
[3] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (BAndung : Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 70.
[4] Ahmad Salabi, Mausu’ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, Jilid IV (Kairo : al Maktabah al Misriyah, 1982), h. 59-60.
[5] Siti Maryam dkk (ed.), op. cipt., h. 82.
[6] ibid., h. 82.
[7] ibid., h. 83.
[8] Mustafa as Siba’i, Kebnagkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein (Jakarta : Media Dakwah, 1987), h.
[9] Siti Maryam dkk, (ed.), op. cit., h. 89.
[10] Syed Amir Ali, Api Islam, Jilid II, terj. HB. Jassin (Jakarta : PT Pembangunan, 1967), h. 256.
[11] Oemar Amin Hoesen, Kultur Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), h. 537.
[12] A Hasymi, Sejarah Kebidayaan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), h. 385.
[13] Siti Maryam, op.cit., h. 96.
[14] Muhammad Abu Zahrah, Muhadlarat fi Tarikh al Madzahib al Fiqhiyyah, (Jam’iyyah al Dirasat al Islamiyyah, t.th), h. 383.
[15] Atang Abdul Hakim, Sumber Hukum Islam MEnurut Ibn Hazm dalam Prespektif Sejarah Hukum Islam, (Bandung : Pusat Penelitian IAIN Sunan GUnung Djati, 1997), hal 61.
[16] Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 149.
[17] Atang Abdul Hakim, op. cit., h. 16-17.
[18] MM Sharif, Alam Fikiran Islam, terj. Fuad Muhammad Fahruddin (Bandung : CV. Dipenogoro, 1979), h. 105.