Profesionalisme Guru dalam Meningkatan Mutu Pendidikan


Pada saat masyarakat melihat kualitas pendidikan masih rendah, maka dengan sendirinya muncul pertanyaan dalam diri masyarakat, apa sebenarnya yang menyebabkan kualitas pendidikan ini masih rendah? Apakah pendidiknya (guru) yang kurang bersungguh-sungguh dalam melaksanakan proses pembelajaran? ataukah dari segi metode/strategi dan kurikulum yang kurang tepat? ataukah dari kemampuan peserta didik yang rendah dalam merespon pelajaran sehingga sulit untuk menerima pelajaran serta sulit termotivasi untuk belajar dengan tekun?. Pertanyaan-pertanyaan itu bermunculan mengiringi kondisi kualitas pendidikan di Tanah Air yang kurang memuaskan.
Guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran siswa. Karena pada dasarnya guru merupakan motivator, komunikator, dan  fasilitator siswa untuk dapat belajar dan juga tempat bertanya terhadap materi pelajaran yang sulit serta untuk mengarahkan dan membina para siswa dalam semua aktifitas akademiknya. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan kualitas murid. Bahkan dapat juga dikatakan jika guru dalam dalam proses pembelajarannya sesuai dengan tugas profesi yang di “emban” baik dalam disiplin keilmuannya maupun dalam seni proses pembelajarannya, maka dapat diprediksikan hasilnya-pun akan menjadi lebih baik.
Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, yang perlu dipersiapkan adalah bagaimana mencetak seorang guru yang memiliki kapabilitas keilmuan yang memadai dalam bidangnya, atau guru yang memiliki keluasan ilmu serta kematangan profesional. Mencetak guru yang profesional ini dapat diartikan sebagai usaha untuk menciptakan kualitas pendidikan atau mutu pendidikan menjadi lebih baik. Walaupun banyak kendala-kendala yang harus dihadapi. Di antara kendala-kendala tersebut yang paling esensi adalah adanya perubahan zaman yang semakin hari semakin komplek permasalahannya. Seperti adanya kemajuan ilmu dan teknologi serta perubahan cara pandang dan pola hidup masyarakat yang menghendaki strategi dan pendekatan dalam proses pembelajaran yang berbeda-beda, di samping materi pembelajaran itu sendiri. Untuk itu, profesionalisme guru dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing di forum regional, nasional, maupun internasional.
Oleh karena itu, guru harus mengikuti perkembangan informasi dunia pendidikan (jika tidak mau dikatakan tertinggal). Kendala-kendala inilah yang merupakan tugas berat bagi seorang pendidik di samping harus memiliki kapabilitas keilmuan yang memadai juga seorang guru profesional harus memiliki seni dalam proses pembelajaran sehingga apa yang disampaikan sesuai dengan konteks dan zamannya.
Definisi Guru Profesional
Sebelum membahas tentang proses pembentukan dan karakteristik guru profesional, maka alangkah lebih baik jika diketahui terlebih dahulu tentang apa makna guru profesional dalam dunia pendidikan.
Guru dalam literatur pendidikan Islam dapat disebut sebagai ustadz, mu’allim, murobbiy, mursyid, dan mu’addib (al-Attas, 1980; al-Nahlawi, 1979; al-kailani, 1986; Mursi,1976). Kata “ustadz” ini dapat digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini mengandung pengertian bahwa seorang guru di tuntut untuk komitmen profesionalis-me dalam mengemban tugasnya. Kata “mu’allim” mengandung makna bahwa seorang guru dituntut mampu menjelaskan hakikat Ilmu pengetahuan yang diajarkan serta menjelaskan dimensi teoritis, praktis dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkannya. Kata “murobbiy” dapat memberi pengertian bahwa seorang guru memiliki tugas mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mampu mengatur dan memelihara kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya masyarakat dan alam sekitarnya. Kata “mursyid” mengandung makna bahwa seorang guru harus berusaha menularkan penghayatan akhlak dan atau kepribadiannya kepada peserta didiknya baik berupa etos ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya maupun dedikasinya yang serba lillahi ta’ala (hanya mengharap ridlo Allah semata). Sedangkan kata “mua’ddib” yang bermakna bahwa guru adalah orang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization).
Sedangkan secara bahasa profesional berasal dari bahasa Inggris (profession) dan bahasa Belanda (professie) yang keduanya mengadopsi dari bahasa Latin yaitu (professio) yang memiliki arti pengakuan atau pernyataan. Secara istilah profesionalisme dapat dikatakan sebagai pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih. Seperti yang diungkapkan oleh para ahli, bahwa kegaiatan atau pekerjaan dapat dikatakan sebagai profesi apabila ia dilakukan untuk mencari nafkah dan sekaligus dilakukan dengan tingkat keahlian yang cukup tinggi, dan profesi akan dapat menghasilkan mutu produk yang baik apabila diiringi dengan etos kerja yang mantap pula. Ada tiga ciri dasar yang selalu dapat dilihat dalam setiap profesionalitas yang baik menurut etos kerjanya di antaranya:
1).  Adanya keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan (job quality).
2).  Adanya keinginan untuk menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan.
3).  Adanya keinginan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat melalui karya profesionalnya.
Apabila ketiga sifat profesional itu tidak melekat pada seorang pekerja maka ia tidak termasuk dalam katagori pekerja yang profesional.
Definisi di atas mengandung makna setidaknya kata profesional memiliki tiga ciri di antaranya: Pertama, mengandung unsur pengabdian. Kedua,  mengandung unsur idealisme. Ketiga, mengandung unsur pengembangan. Maksud dari unsur pengabdian yaitu setiap profesi harus dikembangkan untuk memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat, pelayanan itu dapat berupa pelayanan indifidual maupun kolektif. Maksud dari unsur idealisme yaitu setiap profesi bukanlah sekedar mata pencaharian atau bidang pekerjaan yang mendatangkan materi saja, melainkan dalam profesi itu mencakup pengertian pengabdian terhadap sesuatu yang luhur dan idealis. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur pengembangan adalah setiap bidang profesi mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdiannya secara terus menerus.
Ketiga makna kata profesional tersebut ternyata memiliki konsep mengenai bidang yang berhubungan dengan pekerjaan. Jika profesionalisme dianggap sebagai bidang pekerjaan maka sudah selayaknya memiliki etos kerja yang baik. Bekerja harus menghasilkan kualitas yang bagus, unggul, tepat waktu, disiplin, sungguh-sungguh, ulet, rajin, cermat, teliti, sistematis dan berpedoman pada dasar keilmuan tertentu.
Makna profesionalisme di atas secara jelas dapat dikatakan bahwa kata profesional mengandung unsur-unsur yang serat dengan pekerjaan-pekerjaan yang memiliki tantangan untuk selalu mengembangkan dan meningkatkan kualitas mutu produk (output) dari pekerjaan itu sendiri. Dengan selalu meng-update kemampuan ilmu pengetahuannya dimaksudkan produk dari pekerjaan itu dapat bersaing dengan produk-produk lain dalam dunia pendidikan global.
Pembentukan Guru Profesional
Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di Tanah Air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. Filsofi, sosial, budaya dalam  pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global[xviii].
Posisi guru yang merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran akan semakin terlihat ketika anak didik berada di ujung akhir tahun pelajaran, setelah melakukan ujian nasional, maka akan dapat dilihat kualitas anak didik pada masing-masing lembaga pendidikan. Ada yang menunjukkan nilai baik ada pula yang menunjukkan nilai kurang baik. Nilai-nilai tersebut merupakan cerminan dari kualitas pendidikan yang ada di lembaga pendidikan selama proses pembelajaran berlangsung. Perolehan nilai siswa merupakan cerminan langsung dari tingkat keberhasilan para pendidik dalam proses pembelajarannya. Oleh karena itu, wajar apabila dikatakan guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang menentukan keberhasilan murid dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan murid pada setiap proses pembelajaran merupakan ”idaman” atau cita-cita bagi setiap lembaga pendidikan. Guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang menentukan keberhasilan murid dalam pembelajaran. Untuk menciptakan guru yang berkualitas maka lembaga pendidikan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas guru dalam proses pembelajaran. Di antara usaha untuk meningkatkan kualitas guru antara lain:
1)      Guru harus memeperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman, pengembangan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik.
2)      Guru harus sering mengadakan penemuan-penemuan ilmiah yang dihadiri oleh para guru untuk melakukan penelitian-penelitian pengembangan pendidikan.
3)      Guru juga di tuntut untuk membiasakan diri mengkomunikasikan hasil penelitian yang telah ditemukan.
Keberadaan guru sebagai orang yang paling “bertanggungjawab” dalam peningkatan mutu dunia pendidikan, tidak dapat disangkal lagi. Profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Diperlukan orang-orang yang memang benar benar-benar ahli di bidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan jaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme juga menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas.
Karakteristik Guru Profesional
Untuk mengetahui bahwa seorang guru dapat dikatakan profesional apabila memiliki ciri-ciri/karakteristik tertentu yang dapat diukur dan diketahui dengan mudah. Pengetahuan tentang karakteristik guru profesional dimaksudkan agar setiap orang dapat menilai, menelaah serta membedakan guru profesional dengan guru yang belum profesional di bidangnya. Adanya karakteristik guru profesional merupakan kunci dasar untuk mengukur keahlian seorang guru apakah ia sudah memiliki sifat-sifat guru profesional ataukah masih belum memilikinya. Pemaparan karakteristik guru profesional ini menjadi salah satu tolok ukur bagi siapa saja yang mau menjadi guru profesional.
Abudin Nata memberikan ciri atau karakteristik guru profesional di antaranya:
1)      Guru selain memiliki wawasan pengetahuan tentang bidang materi yang akan di ajarkan juga memiliki keahlian dan ketrampilan untuk menyampaikannya. Kemampuan ini memberi manfaat pada kegiatan pembelajaran sehingga dapat dilaksanakan dengan efektif dan efesien.
2)      Guru profesional harus memiliki mental modern seperti: berpandangan jauh ke depan, menghargai waktu, disiplin, kreatif, inovatif, dinamis, penuh percaya diri, terbuka, dan menghargai orang lain.
3)      Guru profesional juga tidak mengabaikan kekuatan jiwa agama, bermoral, dan berakhlak mulia sehingga diharapkan guru tidak terpengaruh oleh adanya faham-faham kehidupan yang mengarah pada sifat sekularistik.
Realita tentang kondisi pendidikan di Indonesia yang masih dalam proses pembenahan ini diakui atau tidak, guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran anak didik. Guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang memiliki tanggungjawab dan pengaruh besar terhadap pembentukan kualitas anak didik. Bahkan dapat juga dikatakan jika guru dalam dalam proses pembelajarannya sesuai dengan tugas profesi yang di “emban” baik dalam disiplin keilmuannya maupun dalam seni proses pembelajarannya, maka dapat diprediksikan hasilnya-pun akan menjadi lebih baik.
Berbagai cara dilakukan untuk memperbaiki dunia pendidikan di Tanah Air, mulai dari perbaikan kurikulum, metode/strategi pembelajarannya, dan upaya peningkatan mutu tenaga kependidikan. Usaha perbaikan tersebut merupakan bentuk manifestasi dari upaya meningkatkan mutu pendidikan. Di antara usaha memperbaiki mutu dunia pendidikan yaitu dengan meningkatkan kualitas tenaga kependidikan. Yakni  membentuk guru yang belum profesional menjadi profesional. Untuk menciptakan guru profesional dalam proses pembelajaran di butuhkan usaha keras dan sungguh-sungguh. Usaha itu antara lain:
1). Secara internal
·         Guru harus memeperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman, pengembangan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik.
·         Guru harus sering mengadakan penemuan-penemuan ilmiah yang dihadiri oleh para guru untuk melakukan penelitian-penelitian pengembangan pendidikan.
·         Guru juga di tuntut untuk membiasakan diri mengkomunikasikan hasil penelitian yang telah ditemukan.
·         Peningkatan profesioanalisme guru melalui program tugas belajar.
·         Perlunya perubahan paradigma dalam proses pembelajaran
·         Peningkatan profesionalitas guru dengan melakukan pendalaman materi pelajaran melalui pelatihan-pelatihan
2). Secara Eksternal
·         Adanya peningkatan profesioanalisme guru melalui supervisi pendidikan
·         Adanya sertifikasi sebagai sebuah sarana bagi guru untuk meningkatkan profesionalitas
·         Adanya jenjang karir yang jelas, akan memunculkan motivasi kepada para guru untuk meningkatkan kualitas pribadinya sesuai dengan bidang keahlian.
·         Adanya peningkatan kesejahteraan guru yang nyata, sebab untuk mencapai profesionalisme, jaminan kesejahteraan bagi para guru merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan.
·         Adanya pengurangan beban guru dari tugas-tugas administrasi yang sangat menyita waktu untuk meningkatkan keprofesionalannya.
·         Semua pendekatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan keprofesionalan seorang guru diharapkan akan menambah semakin baik dan mengarah pada meningkatnya kualitas pendidikan.

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM


Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “sistem” yang artinya suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian ( whole compounded of several parts) (Tatang Amirin, 1886: 11). Di antara bagian-bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur. Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip pendapat Johnson, Kost dan Rosenzweg sebagai berikut “Suatu sistem adalah suatu kebulatan/ keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan /keseluruhan yang kompleks”. Sistem juga dikatakan sebagai kumpulan berbagai komponen yang masing- masing saling terkait, tergantung, dan saling menentukan.
Dengan kata lain sistem dapat kita simpulkan suatu kumpulan yang secara keseluruhan yang bersifat kompleks dan terorganisir yang di dalamnya terdapat himpunan komponen yang saling berkaitan secara bersama-sama dan berfungsi untuk mencapai tujuan sistem.
Jika dikaitkan dengan pendidikan, sistem pendidikan mempunyai makna satu rangkaian pemikiran dalam bidang pendidikan yang terorganisasi atau sistem pendidikan dapat disebut juga sebagai sekelompok dari unsur-unsur pendidikan yang saling berkaitan dan bekerja bersama-sama. Unsur-unsur pendidikan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Asas  pendidikan
2.      Tujuan  pendidikan
3.      Materi  pendidikan
4.      Subjek  pendidikan
5.      Objek  pendidikan
6.      Metode pendidikan
7.      Media  pendidikan
8.      Evaluasi  pendidikan
9.      Lingkungan  pendidikan
Untuk menjalankan sistem pendidikan yang baik dan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan maka unsur-unsur pendidikan yang tersebut di atas harus dapat saling berkaitan dan bekerja bersama. Berikut ini gambar sistem pendidikan :
INSTRUMENTAL INPUT   
 

RAW INPUT                           PROSES                                   OUTPUT
 

ENVIRONMENTAL INPUT
Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sistem baru merupakan masukan mentah (row input) yang akan diperoses menjadi tamatan (output). Guru dan tenaga nonguru, administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan, prasarana dan prasarana merupakan instrumental input yang memungkinkan dilaksanakannya pemerosesan mentah menjadi tamatan. Corak budaya dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar, kependudukan, politik dan keamanan negara merupakan lingkungan atau masukan lingkungan environmental input yang secara lansung atau tidak lansung berpengaruh terhadap berperannya masukan instrumental dalam pemprosesan masukan mentah.
Dari penjelasan melalui gambar di atas, dapat diketahui bahwa komponen pendidikan yang paling utama terletak pada proses, komponen proses yang dimaksud berupa instrumental input dan environmental input, keduanya merupakan penentu apakah tujuan dari suartu sistem akan tercapai atau tidak. Kalau begitu sistem pendidikan dapat diartikan sebagai suatu himpunan dari objek-objek yang di satukan  oleh beberapa bentuk interaksi yang teratur atau saling bergantungan. Suatu kesatuan atau penyatuan menjadi keseluruhan sebagai sistem itu sendiri. Dalam cakupan pengertian sistem pendidikan termuat adanya berbagai komponen (unsur), berbagai kegiatan (menunjuk fungsi dari setiap komponen), adanya saling hubungan serta ketergantungan antar komponen, adanya keterpaduan antar komponen, adanya keluasan sistem (ada kawasan di dalam sistem dan di luar sistem), dan gerak dinamis semua fungsi dari semua kompo­nen tersebut mengarah atau berorientasi ke pencapaian tuju­an sistem yang telah ditetapkan lebih dahulu.
Selanjutnya Ramayulis membagi sistem pendikan menjadi empat unsur yaitu:
1.      Kegiatan pendidikan yang meliputi: pendidikan diri sendiri, lingkungan, dan pendidikan oleh seorang kepada orang lain.
2.      Binaan pendidikan, mencakup: jasmani, akal, dan qalbu.
3.      Tempat pendidikan, mencakup: rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
4.      Komponen pendidikan, mencakup: dasar, tujuan, materi, metode, media, evaluasi, Administrasi biasa, dana, dan sebagainya.

PEMBELAJARAN AL QUR’AN HADITS DALAM MEMBENTUK AKHLAK PESERTA DIDIK


A.     PENDAHULUAN
Salah satu aspek pendidikan sekarang yang kurang mendapat perhatian adalah pendidikan agama khususnya pendidikan Al-Qur'an dan hadist. Pada umumnya orang tua lebih menitik beratkan pada pendidikan umum saja dan kurang memperhatikan pendidikan agama termasuk pendidikan  Al-Qur'an dan hadist.
Sebagai langkah awal adalah meletakkan dasar agama yang kuat pada anak sebagai persiapan untuk mengarungi hidup dan kehidupannya. Dengan dasar agama yang kuat, maka setelah menginjak dewasa akan lebih arif dan bijaksana dalam menentukan sikap, langkah dan keputusan hidupnya karena pendidikan agama adalah jiwa (spiritualitas) dari pendidikan.
Dewasa in kasus-kasus kekerasan tawuran para pelajar atau probelamatika remaja di zaman modern ini termasuk masalah terpenting yang dihadapi semua masyarakat di dunia khususnya di indonesa, baik masyarakat muslim maupun non muslim. Hal ini dikarenakan para pemuda dalam masa pertumbuhan fisik maupun mental, banyak mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwa mereka, yang sering menyebabkan mereka mengalami keguncangan dalam hidup dan mereka berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut.
Dan itu semua tidak mungkin terwujud kecuali dengan kembali kepada ajaran agama dan akhlak Islam, yang keduanya merupakan penegak kebaikan dalam masyarakat, sebab terwujudnya kemaslahatan dunia dan akhirat, dan sebab turunnya berbagai kebaikan dan berkah (dari Allah Ta’ala) serta hilangnya semua keburukan dan kerusakan.
Agama Islam sangat memberikan perhatian besar kepada upaya perbaikan mental para pemuda. Karena generasi muda hari ini adalah para pemeran utama di masa mendatang, dan mereka adalah pondasi yang menopang masa depan umat.
Oleh karena itu banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW yang mengharuskan  kita untuk membina dan mengarahkan para pemuda kepada kebaikan. Karena jika mereka baik maka umat ini akan memiliki masa depan yang cerah, dan generasi tua akan digantikan dengan generasi muda yang shaleh, insya Allah.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan latar belakang di atas penulis akan menjelas rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa Pentingnya pembelajaran Alquran Hadist?
2.      Bagaimana metodologi pendidikan akhlak berbasis Alquran dan Hadist?
3.      Apa saja faktor-faktor pembentuk akhlak?
4.       Bagaimana cara mencapai akhlak yang mulia?

C.     PEMBAHASAN
1.      Pentingnya  Pembelajaran Alquran Hadits
Agama islam memerintahkan kepada umatnya untuk mempelajari serta mengajarkan kitab suci Al-Qur'an, karena Al-Qur'an adalah sumber dari segala sumber ajaran islam yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tugas ini menjadi tanggung jawab kita semua khususnya orang tua. Salah satu problem yang cukup mendasar adalah kondisi obyektif umat islam dewasa ini, salah satunya adalah buta akan Al-Qur'an dan hadist yang menunjukkan indikasi prestasi meningkat, hal ini perlu segera diatasi, maka giliran umat Islam akan mengalami kemunduran diberbagai bidang.
Negara kita ini sedang berada ditengah perjalanan masyarakat modern menuju kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga menimbulkan pergeseran dan perubahan masyarakat yang sangat cepat. Dalam keadaan seperti ini apakah pembinaan akhlak dan agama sangat berperan penting sebagai salah satu penentu dalam perubahan menuju kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk merebut peran tersebut pembelajaran Al-Qur'an dan hadist terhadap peserta didik sebagai salah satu pembinaan akhlak dan agama perlu terus menerus dikembangkan secara sistematis
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pendidikan Al-Qur’an dan Hadist sebagai landasan yang integral dari pendidikan Agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian seseorang, tetapi secara substansial pembelajaran Al-Qur’an dan Hadist memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada seseorang untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan kegamaan (tauhid) dan Ahlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari. pembelajaran Al-Qur’an Hadist adalah bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dimaksud untuk memberikan motivasi, bimbingan, pemahaman, kemampuan dan penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist sehingga dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari sebagai manifestasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.
2.      Metodologi Pendidikan Akhlak Berbasis Alquran dan Hadits
Metodologi memegang peranan besar dalam mengembangkan pendidikan. Sebuah metodologi pendidikan memiliki pengaruh pada metode belajar dan prilaku peserta didik dan dalam proses kelahirannya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, budaya, dan filosofis. Oleh karena itu metodologi sebuah pendidikan sesuai dengan lingkungan di mana metode ini tumbuh dan berdialektika. Maka ketika sebuah metodologi lahir, metode tersebut akan memiliki kecocokan dengan konsep berpikir dan kejiwaan masyarakat di mana ia lahir.[1]
Dalam kenyataannya di lapangan, metodologi pendidikan dapat diartikan sebagai alat untuk tercapainya tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam kurikulum. Hasan Langgulung mengatakan bahwa metodologi pendidikan bermakna “bagaimana cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan, dimana dalam hal ini adalah pendidikan Islam yang berorientasi pada pembinaan manusia mukmin sebagai makhluk Allah SWT.”[2] Jika yang menjadi bahasan utama adalah pendidikan Islam, tentu metodologi pendidikan Islam ini menitikberatkan pada bagaimana mengimplementasikan tujuan pendidikan yang ada dalam Islam.
Ketika kata “Islam” diletakkan sesudah kata “metodologi”’, maka hal itu harus mempunyai perbedaan dan ciri yang signifikan dengan makna metodologi pendidikan secara umum. Bila tidak demikian, maka pengunaan kata “Islam” terkesan sekedar pemanis belaka. Jadi metodologi pendidikan Islam pemaknaanya harus mengacu kepada faham sesuai dengan manhâj Islam.[3] Mujamil Qomar dalam kontek ini berkesimpulan bahwa metodologi pendidikan Islam ini bersandar pada epistemologi Islam, sedangkan epistemologi Islam bersumber dari al-Qur’an dan Hadits. Maka, metodologi pendidikan juga berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.[4]
Dalam tataran konseptual, metodologi pendidikan Islam harus berlandaskan pada aspek-aspek yang terkandung dalam ajaran Islam itu sendiri yang bersumber dari al-Qur’an, dan Hadits, serta dapat didukung oleh ijtihad dan kajian pemikiran ulama-ulama Islam yang kompeten dalam bidang-bidangnya yang kesemuanya ini terkumpul dalam khasanah keilmuwan Islam shohihah, yaitu turast. Al-Qur’an dan Hadits inilah yang menjadi landasan pokok dalam metodologi pendidikan Islam yang harus digunakan secara hirarkis. Al-Qur’an harus didahulukan, jika tidak ditemukan suatu penjelasan di dalamnya, maka harus dicari dalam al-Hadits. Adapun ijtihad dan kajian para ulama kontemporer dapat dijadikan sebagai rujukan sekunder sebagai bahan pendukung dalam proses pengembangan pendidikan Islam. Namun pengembangan pendidikan Islam tetap harus teraktualisasi dari al-Qur’an dan Hadits yang harus selalu digali dan diteliti untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya.
Secara prinsip, metodologi pendidikan Islam berbeda jauh dengan metodologi pendidikan Barat. Metodologi yang dikembangkan Barat sengaja membuang pesan-pesan wahyu, nilai-nilai ketuhanan, atau dimensi spiritual. Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim sebagai sesuatu yang bebas nilai, meskipun sesungguhnya hanya bebas dari nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah.[5] Sehingga dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekuler.
3.      Faktor-Faktor Pembentuk Akhlak

a.       Al-Wiratsiyyah (Genetik)

      Misalnya: seseorang yang berasal dari daerah Sumatera Utara cenderung berbicara “keras”, tetapi hal ini bukan melegitimasi seorang muslim untuk berbicara keras atau kasar karena Islam dapat memperhalus dan memperbaikinya.
2.
b.      An-Nafsiyyah (Psikologis)
        Faktor ini berasal dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga (misalnya ibu dan ayah) tempat seseorang tumbuh dan berkembang sejak lahir. Semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (Hadits). Seseorang yang lahir dalam keluarga yang orangtuanya bercerai akan berbeda dengan keluarga yang orangtuanya lengkap.
c.       Syari’ah Ijtima’iyyah (Sosial)
        Faktor lingkungan tempat seseorang mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada pada  dirinya berpengaruh pula dalam pembentukan akhlak seseorang.
        Nilai Islami akan membentuk akhlak Islami.Akhlak Islami ialah seperangkat tindakan/gaya hidup yang terpuji yang merupakan refleksi nilai-nilai Islam yang diyakini dengan motivasi semata-mata mencari keridhaan Allah.  Akhlak ialah salah satu faktor yang menentukan derajat keislaman dan keimanan seseorang. Akhlak yang baik adalah cerminan baiknya aqidah dan syariah yang diyakini seseorang. Buruknya akhlak merupakan indikasi buruknya pemahaman seseorang terhadap aqidah dan syariah. “Paling sempurna orang mukmin imannya adalah yang paling luhur aqidahnya.”(HR.Tirmidi). “Sesungguhnya kekejian dan perbuatan keji itu sedikitpun bukan dari Islam dan sesungguhnya sebaik-baik manusia keislamannya adalah yang paling baik akhlaknya.”(HR.Thabrani, Ahmad dan Abu Ya’la).
1.      Keluhuran akhlak merupakan amal terberat hamba di akhirat
“Tidak ada yang lebih berat timbangan seorang hamba pada hari kiamat melebihi keluhuran akhlaknya” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)
3.       Akhlak merupakan lambang kualitas seorang manusia, masyarakat, umat karena itulah akhlak pulalah yang menentukan eksistensi seorang muslim sebagai makhluk Allah SWT.
“Sesungguhnya termasuk insan pilihan di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya”(Muttafaq ‘alaih).

4.      Cara Mencapai Akhlak Mulia
a.       Menjadikan iman sebagai pondasi dan sumber
Iman artinya percaya yaitu percaya bahwa Allah selalu melihat segala perbuatan manusia. Bila melakukan perbuatan baik, balasannya akan menyenangkan. Bila perbuatan jahat maka balasan pedih siap menanti. Hal ini akan melibatkan iman kepada Hari Akhir. Akhlak yang baik akan dibalas dengan syurga dan kenikmatannya (QS. 55:12-37). Begitu pula dengan akhlak yang buruk akan disiksa di neraka (QS. 22:19-22).
b.      Pendekatan secara langsung
 Artinya melaui al-Qur’an.Sebagai seorang muslim harus menerima al-Qur’an secara mutlak dan menyeluruh. Jadi, apapun yang tertera di dalamnya wajib diikuti. Misalnya, al-Qur’an melarang untuk saling berburuk sangka (QS. 49:12), menyuruh memenuhi janji (QS. 23:8), dsb.
c.       Pendekatan tidak secara langsung
Yaitu dengan upaya mempelajari pengalaman masa lalu, yakni agar kejadian-kejadian malapetaka yang telah terjadi tak akan terulangi lagi di masa kini dan yang akan datang. Dari hal di atas, intinya adalah latihan dan kesungguhan. Latihan artinya berusaha mengulang-ulang perbuatan yang akan dijadikan kebiasaan. Kemudian bersungguh-sungguh berkaitan dengan motivasi. Motivasi yang terbaik dan paling potensial adalah karena ingin memenuhi perintah Allah dan takut siksa-Nya.

D.     KESIMPULAN
¨       Pentingnya pembelajaran Al-Qur’an Hadits adalah sebagai kontribusi motivasi kepada seseorang untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan kegamaan (tauhid) dan Ahlaqul karimah serta memberikan  bimbingan, pemahaman, kemampuan dan penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist sehingga dapat diwujudkan dalam pertilaku sehari – hari sebagai manifestasi iman dan taqwa kepada Allah Swt.
¨       Metodologi pendidikan Islam harus berlandaskan pada aspek-aspek yang terkandung dalam ajaran Islam itu sendiri yang bersumber dari al-Qur’an dan hadist.
¨       Faktor - faktor pembentuk akhlak
·         Al-Wiratsiyyah
·         An- Nagsiyyah
·         Syari’ah Ijtima’iyyah
¨       Cara  mencapai akhlak yang mulia
·         Menjadikan iman sebagai pondasi dan sumber
·         Pendekatan secara langsung
·         Pendekatan tidak secara langsung

E.     PENUTUP
        Akhirnya makalah ini saya buat mudah-mudahan bermanfaat bagi yang baca khususnya mahasiswa STAIN Kudus. Mohon maaf apabila ada kesalahan penyusunan atau penulisan dalam makalah ini, kritik dan saran saya tunggu sebagai instrospeksi guna menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
§  Al-Khawarizmi, Khalid bin Hamid. Ushl Al-Tarbiyat Al Islamiyah. 2005. Madinah al-munawwarah dar al-zaman.
§  Al-Nahlawy, Abdurrahman. Ushul Al-Tarbiyat Al-Islamiyat wa Asalbihafial Bayt wa Al-Madrasat Al-Mujtama.1999. Beirut Dal al-Fikr.
§  Anis, Ibrahim. .Al-Mujam Al-Wasit. 1972. Kairo Dar al-Ma’arif.      
§  Al-Qarabi, Muhammad Diyauddin. Akhlak islam wa sufiyah. 1995. Kairo: Maktab al-saadah.
§  Arifin, Muhammad. Ilmu Pendidikan Islam. 2000. Jakarta : PT Bumi Aksara.