tak kan lagi ... ku sesali keputuanku ku tak ingin kau semakin kau terluka tak inginku paksakan cinta ini... meski tiada sanggup untuk kau terima... aku memang manusia paling berdosA khianati rasa demi keinginan semu... lebih baik jangan mencintai aku dan semua hatiku.. meski tiada sanggup untuk kau terima.....

NASEHAT RASULULLAH UNTUK PARA SUAMI

1. Memberikan mahar kepada istri

“Berikanlah mahar kepada wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan”.(An-Nisa`:4)

“…berikanlah kepada istri kalian maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban”.(An-Nisa`:24)

“Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu, walaupun hanya cincin dari besi”. (HR. Bukhari-Muslim)

2. Menjadi pelindung dan pemimpin bagi istri

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya”. (Q.S. An-Nisa:34)

3. Berlemah-lembut dalam memperlakukan, mendidik dan memimpin istri

“Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. Bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (An-Nisa`: 19)

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah dia mengganggu tetangganya, dan perlakukanlah wanita dengan baik. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan sesungguhnya bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau bermaksud meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya dan jika engkau membiarkannya, maka ia akan tetap bengkok. Oleh karena itu, perlakukanlah wanita dengan baik”. (HR. Al-Bukhari Muslim)

4. Memberikan nafkah kepada istri

“Hendaklah orang yang diberi kelapangan memberikan nafkah sesuai dengan kelapangannya dan barangsiapa disempitkan rizkinya maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya”. (Ath-Thalaq: 7)

“Bertakwalah kepada Allah dalam perihal wanita. Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan dihalalkan atas kalian kemaluan mereka dengan kalimat Alah. Maka hak mereka atas kalian adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang ma’ruf”. (HR. Muslim)

“Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan menjelekkannya, dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah”. (HR. Abu Dawud)

“Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian dan mereka pun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan seseorang yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian dan mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci untuk memasuki rumah kalian. Sedangkan hak mereka terhadap kalian adalah kalian berbuat baik terhadap mereka dalam hal pakaian dan makanan mereka”. (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Seseorang sudah cukup berdosa bila menyia-nyiakan siapa yang wajib diberinya makan”. (HR. Muslim)

5. Tidak menyebarkan aib istrinya

“Manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah laki-laki yang ‘mendatangi’ istrinya, dan wanita itu pun ‘mendatangi’ suaminya, kemudian ia menyebarkan rahasia istrinya”. (HR. Muslim)

6. Berbuat baik (ma’ruf) dan sabar terhadap istri

“Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf”. (Al-Baqarah: 228)

“Kaum mukmin yang paling sempurna keimanannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baiknya kalian ialah yang terbaik kepada istri-istrinya”. (HR. At-Tirmidzi)

“Islam itu mempunyai tanda dan petunjuk jalan,” dan seterusnya…, di antaranya disebutkan, “Engkau memberi salam kepada keluargamu ketika menemui mereka dan engkau memberi salam kepada sautu kaum ketika melewati mereka. Siapa yang meninggalkan sesuatu dari hal itu, maka dia telah meninggalkan satu bagian dari Islam. Dan siapa yang meninggalkan semuanya, maka ia telah berpaling dari Islam”. (HR. At-Tirmidzi)

“Barang siapa
diantara para suamibersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub a.s atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa – diantara para istri – bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiyah, istri fir’aun”. (HR. Nasa`i dan Ibnu Majah)

7. Membantu istri untuk taat kepada Allah SWT, menjaganya dari api neraka, dan memberikan pengajaran agama

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….” (At-Tahrim: 6)

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Penguasa yang memimpin atas manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang mereka dan seorang pria adalah pemimpin atas keluarganya, dan ia akan ditanya tentang mereka”. (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Abu-Dawud, Ahmad)

“Semoga Allah merahmati seorang pria yang bangun malam untuk shalat dan membangunkan isterinya untuk shalat. Jika istrinya menolak, maka ia memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam untuk mengerjakan shalat dan embangunkan suaminya untuk shalat. Jika suaminya menolak, maka ia memercikkan air ke wajahnya”. (HR. An-Nasa’i)

8. Suami berhak cemburu dan menjaganya

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) hingga mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Penyayang”. (Al-Ahzab: 59)

“Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: ‘Hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (An-Nur: 31)

“… janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya (tidak mungkin ditutupi). Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua), atau di hadapan putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau di hadapan saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki), atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau di hadapan wanita-wanita mereka..” (An-Nur:31)

Dalam khutbah haji wada’ Rasulullah SAW berpesan kepada umatnya tentang banyak hal. Salah satunya adalah mengenai hidup berumah tangga. Rasulullah SAW berpesan:

“Ingatlah, berilah pesan yang baik terhadap istri kalian. Sesungguhnya mereka memerlukan perlindunganmu. Sedikitpun kamu jangan berbuat kejam kepada mereka. Janganlah berbuat sesuatu yang melampaui batas kepada mereka, kecuali telah nyata bahwa mereka melakukan kejahatan. Jika memang mereka melakukan kejahatan, janganlah kamu menemui mereka di tempat tidur. Jika engkau telah memisahkan mereka dari tempat tidurmu, mereka masih tidak merasa bersalah, maka pukullah mereka dengan pukulan yang ringan yang tidak melukai. Bila mereka taat, janganlah berlaku keras terhadap mereka”.

“Ingatlah, sesungguhnya istrimu mempunyai hak terhadap kalian para suami. Hak kalian terhadap istrinya adalah melarang mereka mengizinkan masuk seseorang yang tidak kamu sukai kedalam kamarmu dan tidak mengizinkan masuk orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumahmu. Hak mereka atas kamu adalah kamu pergauli mereka dengan cara yang baik, tidak memukul mukanya, tidak boleh menjelek-jelekkannya dan memenuhi segala kebutuhan mereka terutama makanan dan pakaian serta tidak boleh mendiamkannya kecuali di dalam rumah”. (HR Abu Daud dan At Tirmidzi)

Dalam kesempatan lain Rasulullah saw bersabda, “Ingatlah, orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya. Orang yang paling baik budi pekertinya adalah yang paling baik perlakuannya terhadap istrinya” (HR At Tirmidzi)

“Janganlah seorang mukmin memarahi istrinya ataupun seorang wanita beriman. Jika tidak suka terhadap salah satu sifatnya, maka pasti ada sifat lainnya yang menyenangkan. Dunia ini adalah suatu kesenangan yang sementara, dan sebaik-baik kesenangan di dunia adalah wanita yang shalehah” (HR Muslim).

Ya Rabb, jadikanlah para suami disini bisa mengamalkan ayat dan hadis tersebut dan kelak di kumpulkan dalam syurgaMu dengan para syuhada. aamiin.

Silahkan Klik "Like dan Bagikan" di halamanmu agar semakin banyak sahabat-sahabatmu ikut berdoa dan membaca pesan dan terpacu mengamalkan ini, semoga kita senantiasa istiqomah dan bisa meningkatkan ketakwaannya kepada ALLAH SWT. aamiin.
http://www.re-sep.com/

Teka Tekii Imam Ghazali

Inilah 6 Teka-Teki Imam Ghazali Yang Paling Inspiratif, Semoga bisa bermanfaat untuk kita semua,..



  • Imam Ghazali : “Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”
    Murid 1 : Orang tua
    Murid 2 : Guru
    Murid 3 : Teman
    Imam Ghazali : Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu adalah janji Allah SWT bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati (Surah Ali-Imran : 185).

gambar wajah imam ghazali - http://munsypedia.blogspot.com/

  • Imam Ghazali : “Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?”
    Murid 1 : Negeri Cina
    Murid 2 : Bulan
    Murid 3 : Matahari
    Iman Ghazali : Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.


  • Imam Ghazali : “Apa yang paling besar di dunia ini?”
    Murid 1 : Gunung
    Murid 2 : Matahari
    Murid 3 : Bumi
    Imam Ghazali : Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf : 179). “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah SWT) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah SWT), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah SWT). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.


  • Imam Ghazali : “Apa yang paling berat di dunia?”
    Murid 1 : Baja
    Murid 2 : Besi
    Murid 3 : Gajah
    Imam Ghazali : Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72). “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[*] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allad SWT meminta mereka menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka karena gagal memegang amanah.


  • Imam Ghazali : “Apa yang paling ringan di dunia ini?”
    Murid 1 : Kapas
    Murid 2 : Angin
    Murid 3 : Debu
    Imam Ghazali : Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHOLAT. Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan sholat.


  • Imam Ghazali : “Apa yang paling tajam sekali di dunia ini?”
    Murid-murid dengan serentak menjawab : Pedang
    Imam Ghazali : Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri

Cakra Khan Mengingat Dia

Mau tahu koleksi lagu-lagu terkeren masa kini, baik Indonesia maupun manca, full lirik dan download lagunya disini.....

 Mengingat Dia - Cakra Khan

terakhir ku katakan padamu...
jangan tangisi perpisahan ini
kau harus kuat melepaskan pergi
dari hidupmu....

kelak kan kan mengerti
mengapa semua ini harus terjadi
memang tak sejalan dengan kau inginkan
dan yang ku mau...

cinta ini selalu untumu..
rasaku tak kan mungkin pernah habis
meski kita tak lagi bersama
rasaku tetap utuh.. untukmu..

kelak kan kan mengerti
mengapa semua ini harus terjadi
memang tak sejalan dengan kau inginkan
dan yang ku mau...

cinta ini selalu untumu..
rasaku tak kan mungkin pernah habis
meski kita tak lagi bersama
rasaku tetap utuh.. untukmu..

cinta ini selalu untumu..
rasaku tak kan mungkin pernah habis
meski kita tak lagi bersama
rasaku tetap utuh..
rasaku ttap utuh..untukmu..

 Clik here to DOWNLOAD this song

Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh untukmu

dari: http://iniliriklagunya.blogspot.com/2013/09/lirik-lagu-cakra-khan-mengingat-dia.html#.Uvsg-Ibvo8s
salam kenal ya :)
DOWNLOAD
Terakhir ku katakan padamu Jangan tangisi perpisahan ini Kau harus kuat Melepasku pergi dari hidupmu Kelak kau kan mengerti Mengapa semua ini harus terjadi Memang tak sejalan Dengan yang kau inginkan dan yang ku mau Cinta ini selalu untukmu Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh untukmu Kelak kau kan mengerti Mengapa semua ini harus terjadi Memang tak sejalan Dengan yang kau inginkan dan yang ku mau Cinta ini selalu untukmu Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh untukmu Cinta ini selalu untukmu Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh Jiwaku tetap utuh untukmu

dari: http://iniliriklagunya.blogspot.com/2013/09/lirik-lagu-cakra-khan-mengingat-dia.html#.Uvsg-Ibvo8s
salam kenal ya :)

Terakhir ku katakan padamu Jangan tangisi perpisahan ini Kau harus kuat Melepasku pergi dari hidupmu Kelak kau kan mengerti Mengapa semua ini harus terjadi Memang tak sejalan Dengan yang kau inginkan dan yang ku mau Cinta ini selalu untukmu Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh untukmu Kelak kau kan mengerti Mengapa semua ini harus terjadi Memang tak sejalan Dengan yang kau inginkan dan yang ku mau Cinta ini selalu untukmu Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh untukmu Cinta ini selalu untukmu Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh Jiwaku tetap utuh untukm

dari: http://iniliriklagunya.blogspot.com/2013/09/lirik-lagu-cakra-khan-mengingat-dia.html#.Uvsg-Ibvo8s
salam kenal ya :)
Terakhir ku katakan padamu Jangan tangisi perpisahan ini Kau harus kuat Melepasku pergi dari hidupmu Kelak kau kan mengerti Mengapa semua ini harus terjadi Memang tak sejalan Dengan yang kau inginkan dan yang ku mau Cinta ini selalu untukmu Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh untukmu Kelak kau kan mengerti Mengapa semua ini harus terjadi Memang tak sejalan Dengan yang kau inginkan dan yang ku mau Cinta ini selalu untukmu Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh untukmu Cinta ini selalu untukmu Rasaku takkan mungkin pernah habis Meski kita tak lagi bersama Jiwaku tetap utuh Jiwaku tetap utuh untukmu

dari: http://iniliriklagunya.blogspot.com/2013/09/lirik-lagu-cakra-khan-mengingat-dia.html#.Uvsg-Ibvo8s
salam kenal ya :)

Kumpulan Pepatah Jawa dan Artinya

Kumpulan Pepatah Jawa dan Artinya




KEMLADHEYAN NGAJAK SEMPAL

Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti benalu mengajak patah. Pepatah ini dalam masyarakat Jawa dimaksudkan sebagai bentuk petuah atau sindiran bagi orang yang menumpang pada seseorang, namun orang yang menumpang itu justru menimbulkan gangguan, kerugian, dan bahkan kebangkrutan bagi yang ditumpanginya.

Benalu adalah jenis tanaman parasit yang menghisap sari-sari makanan dari pohon yang ditumpanginya. Dalam pepatah di atas benalu tersebut tidak saja digambarkan menghisap sari-sari makanan dari induk tanaman yang ditumpanginya, namun benalu tersebut justru mengajak dahan yang ditumpanginya untuk patah.

Hal ini bisa terjadi pada sebuah keluarga yang menampung seseorang (atau semacam indekosan) akan tetapi orang yang menumpang itu dari hari ke hari justru menimbulkan kerugian pada yang induk semangnya. Kerugian itu bisa berupa materiil maupun spirituil. Mula-mula orang yang indekos ini hanya menempati sebuah kamar. Akan tetapi karena kelicikan dan keculasannya bisa saja kemudian ia melakukan rekayasa sehingga orang yang punya rumah induk justru terusir karenanya.

Contoh lain dari pepatah itu dapat dilihat juga pada berbagai peristiwa sosial yang kerap terjadi di tempat-tempat indekosan. Oleh karena sebuah keluarga menyediakan kamar-kamar indekosan, tidak jarang orang yang indekos akhirnya terlibat percintaan dengan bapak atau ibu kosnya sendiri sehingga keluarga yang semula menyediakan indekosan itu hancur urusan rumah tangganya.

Persoalan semacam itu juga dapat terjadi pada sebuah perusahaan. Orang yang mendapat kepercayaan pada sebuah perusahaan oleh karena jiwa tamak dan rakusnya sering kemudian memanfaatkan kekayaan atau dana perusahaan untuk memperkaya diri sendiri. Akibatnya perusahaan mengalami kebangkrutan atau bahkan tutup usaha atau kegiatan karenanya.


SAPA NANDUR BAKAL NGUNDHUH

Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti siapa menanam akan menuai. Secara luas pepatah ini berarti bahwa apa pun yang kita perbuat di dunia ini akan ada hasilnya sesuai dengan apa yang kita perbuat. Ibarat orang menanam pohon pisang, ia pun akan menuai pisang di kemudian hari. Jika ia menanam salak ia pun akan menuai salak di kemudian hari.

Secara lebih jauh pepatah ini ingin mengajarkan kepada kita bahwa jika kita melakukan perbuatan yang tidak baik, maka di kemudian hari kita pun akan mendapatkan sesuatu yang tidak baik. Entah itu dari datangnya atau bagaimanapun caranya. Intinya, pepatah ini ingin mengajarkan hukum keseimbangan yang dalam bahasa Indionesia mungkin sama maknanya dengan pepatah, siapa menabur angin akan menuai badai.

Jika Anda merasa berbuat buruk, lebih-lebih perbuatan buruk tersebut merugikan, melemahkan, mengecilkan, bahkan “mematikan” orang lain, bersiap-siaplah Anda untuk menerima balasannya kelak di kemudian hari. Balasan itu mungkin sekali tidak langsung mengenai Anda, tetapi bisa juga mengenai anak keturunan Anda, saudara, atau famili Anda.

Apabila Anda merasa telah berbuat kebajikan, Anda boleh merasa tenteram sebab Anda pun akan menuai hasilnya kelak di kemudian hari. Hasil itu mungkin tidak langsung Anda terima, namun bisa jadi yang menerima adalah anak keturunan Anda, saudara, atau famili Anda. Hasil itu belum tentu sama seperti yang Anda perbuat, namun bobot, makna, atau nilainya barangkali bisa sama.


AMEMAYU HAYUNING BUWANA

Pepatah Jawa ini secara harfiah berati mempercantik kecantikan dunia. Pepatah ini menyarankan agar setiap insan manusia dapat menjadi agen bagi tujuan itu. Bukan hanya mempercantik atau membuat indah kondisi dunia dalam pengertian lahir batin, namun juga bisa membuat hayu dalam pengertian rahayu ’selamat’ dan sejahtera.

Dengan demikian pepatah ini sebenarnya ingin menyatakan bahwa alangkah indah, selamat, cantik, dan eloknya kehidupan di dunia ini jika manusia yang menghuninya bisa menjadi agen bagi hamemayu hayuning buwana itu. Untuk itu setiap manusia disarankan untuk tidak merusakkan dunia dengan perilaku-perilaku buruk dan busuk. Perilaku yang demikian ini akan berbalik pada si pelaku sendiri dan juga lingkungannya. Hal inilah yang merusakkan dunia. Untuk itu pengekangan diri untuk tidak berlaku jahat, licik, culas, curang, serakah, menang sendiri, benar sendiri, dan seterusnya perlu diwujudkan untuk mencapai hayuning buwana.

Tentu saja makna yang dimaksudkan oleh pepatah ini adalah makna dalam pengertian lahir batin. Keduanya harus seimbang. Tanpa itu apa yang dimaksud dari hamemayu hayuning buwana itu akan gagal. Sebab tindakan yang tidak didasari ketulusan dan kesucian hati hanya akan menumbuhkan pamrih di luar kewajaran atau tendensi yang barangkali justru menjadi bumerang bagi tujuan pepatah itu. Sebab hamemayu hayuning buwana mendasarkan diri pada niat yang suci atau tulus dalam mendarmabaktikan karya (kerjanya) bagi dunia.


WANI NGALAH LUHUR WEKASANE

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti berani mengalah akan mulia di kemudian hari.

Orang boleh saja mencemooh pepatah yang sekilas memperlihatkan makna tidak mau berkompetisi, pasrah, penakut, lemah, dan sebagainya. Namun bukan itu sesungguhnya yang dimaksudkan. Wani ngalah sesungguhnya dimaksudkan agar setiap terjadi persoalan yang menegangkan orang berani mengendorkan syarafnya sendiri atau bahkan undur diri. Lebih-lebih jika persoalan itu tidak berkenaan dengan persoalan yang sangat penting.

Pada persoalan yang sangat penting pun jika orang berani mengalah (sekalipun ia jelas-jelas berada pada posisi benar dan jujur), kelak di kemudian hari ia akan memperoleh kemuliaan itu. Bagaimana kok bisa begitu ? Ya, karena jika orang sudah mengetahui semua seluk beluk, putih-hitam, jahat-mulia, culas-jujur, maka orang akan dapat menilai siapa sesunggunya yang mulia itu dan siapa pula yang tercela itu. Orang akan dapat menilai, menimbang: mana loyang, mana emas.

Memang, tidak mudah bahkan teramat sulit dan nyaris mustahil untuk bersikap wani ngalah itu. Lebih-lebih di zaman yang semuanya diukur serba uang, serba material, hedonis, dan wadag semata seperti zaman ini. Namun jika kita berani memulai dari diri sendiri untuk bersikap seperti itu, dapat dipastikan kita akan beroleh kemuliaan di kemudian hari sekalipun sungguh-sungguh kita tidak mengharapkannya, karena kemuliaan itu sendiri tidak bisa diburu-buru atau diincar-incar seperti orang berburu burung. Kemuliaan didapatkan dengan laku serta keikhlasan. Jika kita mengharap-harapkannya, maka semuanya justru akan musnah. Kemuliaan itu sekalipun berasal dari diri kita sendiri namun orang lain lah yang menilainya. Bukan kita. Kita tidak pernah tahu apakah kita ini mulia atau tidak. Orang lain lah yang bisa menilai itu atas diri kita.


 
ALLAHE DHUWIT, NABINE JARIT

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti Gusti Allahnya uang, nabinya kain. Pepatah ini sebenarnya ingin menggambarkan orang yang hidupnya hanya memburu uang atau harta benda, kemewahan, dan kenikmatan. Sehingga yang ada di dalam otak dan hatinya hanyalah bagaimana mendapatkan uang, kemewahan, dan kenikmatan hidup itu. Bahkan untuk mendapatkan itu semua ia rela melupakan segalanya. Baik itu etika, moral, kebajikan, dan seterusnya. Tidak ada halangan apa pun sejauh itu semua ditujukan untuk mendapatkan uang, kemewahan, dan kenikmatan. Artinya, uang, kemewahan, dan kenikmatan adalah segala-galanya.

Orang boleh saja menampik pepatah itu. Akan tetapi di balik itu semua orang juga sangat sering tidak sadar bahwa seluruh daya hidup yang ada pada dirinya hanya ditujukan untuk tujuan duniawiah tersebut.


KEBO NYUSU GUDEL

Pepatah tersebut di atas secara harfiah berarti kerbau menyusu gudel. Gudel adalah nama anak kerbau. Jadi pepatah itu menunjukkan sebuah logika yang terbalik atau dibalik.

Maksud dari pepatah itu adalah bahwa orang tua atau dewasa yang meminta pengetahuan, pelajaran, atau bahkan meminta jatah hidup kepada anaknya. Secara logika semestinya orang tua itu lebih dulu tahu, pintar, dan punya uang daripada anaknya. Akan tetapi pada banyak kasus logika semacam itu justru terbalik. Ada banyak orang tua yang minta pengetahuan atau pelajaran serta bahan untuk kelangsungan hidupnya pada anaknya.


KESRIMPET BEBED KESANDHUNG GELUNG

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti terjerat bebed (kain jarit) tersandung gelung.

Secara luas pepatah ini ingin menggambarkan tentang terjeratnya seorang pria pada wanita. Bebed dan gelung dalam masyarakat Jawa adalah identik dengan wanita itu sendiri. Jadi, yang dikatakan sebagai kesrimpet bebed kesandung gelung adalah peristiwa terjeratnya seorang pria (biasanya yang telah berkeluarga) pada wanita wanita lain (bisa gadis, janda, atau ibu rumah tangga).

Dalam peristiwa semacam itu si pria bisa tidak berkutik sama sekali (karena telah terjerat dan tersandung) oleh wanita tersebut sehingga kehidupannya menjadi kacau dan serba tunduk pada wanita tersebut. Apa pun yang dimaui wanita itu akan dituruti oleh pria yang terlanjur kesrimpet tersebut.

Pepatah ini ingin mengajarkan agar kita semua tidak mudah terjerat oleh hal-hal yang nempaknya memang indah dan nikmat, namun di balik itu hal demikian justru mengancam ketenteraman, keselamatan, dan kenyamanan hidup kita sendiri dan orang lain (keluarga, saudara, tetangga, dan sebagainya).


GUPAK PULUTE ORA MANGAN NANGKANE

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti tidak makan nangkanya tetapi terkena getahnya. Secara luas pepatah Jawa ini ingin menunjukkan sebuah peristiwa atau kiasan yang menggambarkan akan kesialan seseorang karena ia tidak menikmati hasilnya tetapi justru menerima resiko buruknya.

Hal semacam ini dapat dicontohkan misalnya ada dua atau lebih orang melakukan pencurian, namun hanya salah seorang yang kena tangkap. Orang yang kena tangkap itu kemudian dipukuli dan dihukum sedangkan temannya yang lolos berhasil membawa kabur hasil curiannya. Orang yang apes itulah yang dikatakan sebagai terkena getahnya. Sedangkan temannya yang kabur sambil menggondol curiannya itulah yang memakan nangkanya.

Dapat juga dicontohkan, ada seorang yang tidak tahu apa-apa tentang persoalan yang sedang terjadi di lingkungannya, namun tiba-tiba ia dikorbankan. Mungkin sekali ia dikorbankan karena ketidaktahuannya itu. Sementara orang yang mengambil manfaat dari perkara itu bisa melenggang dengan merdeka seperti tanpa dosa.


GELEM JAMURE EMOH WATANGE

Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti mau jamurnya tidak mau bangkainya. sourcePepatah tersebut secara luas ingin menggambarkan keadaan (seseorang) yang hanya mau enaknya tetapi tidak mau jerih payahnya. Hal ini bisa dicontohkan dengan misalnya sebuah perhelatan besar di sebuah dusun atau organisasi. Ketika persiapan, kerja bakti, dan lain-lain sedang dilakukan ada orang yang tidak mau terlibat karena mungkin takut kotor, takut capai, takut dianggap pekerja kasar, takut dianggap sebagi buruh yang tidak berkelas, dan sebagainya.

Akan tetapi ketika perhelatan itu sukses, maka orang yang tadinya tidak mau bekerja kasar itu tiba-tiba mengaku-aku bahwa dialah perancang atau arsiteknya. Jadi dialah yang patut diberi aplaus atau pujian. Bukan yang lain.

Contoh lain dari pepatah ini bisa juga dilihat misalnya dalam sebuah kerja bareng masak-memasak. Ketika semua orang terlibat urusn memasak, ada satu dua orang yang hanya berlaku atau berlagak seperti mandor. Akan tetapi begitu masakan itu matang orang yang berlagak seperti mandor itu justru yang makan pertama kali bahkan tidak memikirkan cukup tidaknya makanan tersebut bagi orang lain yang telah mempersiapkannya.


KAYA KODHOK KETUTUPAN BATHOK

Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti seperti katak di dalam tempurung. Apa yang dilihat, diketahui, dan dirasakan katak di dalam tempurung tentunya hanyalah dunia di dalam tempurung itu. Katak tidak akan melihat suasana atau dunia di luar tempurung itu.

Secara luas pepatah ini ingin mengatakan bahwa orang yang pikiran, referensi, pengetahuan, dan pengalamannya tidak banyak tentu tidak akan tahu banyak hal. Orang yang tidak meluaskan pengalamannya hanya akan berbicara hal-hal yang sempit, sebatas yang dia ketahui. Orang yang pengetahuannya masih sedikit sebaiknya tidak berlaku seperti katak dalam tempurung. Karena katak di dalam tempurung itu yang dia ketahui hanya sebatas dunia tempurung itu. Ia tidak tahu ada dunia yang lebih luas di luar sana. Untuk itu orang diharapkan untuk meluaskan pengetahuannya agar tidak bersikap seperti katak dalam tempurung.

Orang yang seperti katak dalam tempurung, biasanya akan bersikap sombong atau angkuh dan sok tahu padahal dia sebenarnya belum tahu apa-apa atau pengetahuannya masih sedikit/dangkal.


SAPA GAWE BAKAL NGANGGO

Peribahasa atau pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti siapa membuat bakal memakai. Secara luas pepatah tersebut bermakna bahwa siapa pun yang membuat sesuatu dia sendirilah yang akan memakainya. Artinya, bahwa apa pun yang dilakukan seseorang, dia sendirilah yang akan bertanggung jawab.

Jika seseorang berbuat baik, maka ia pulalah yang akan memakai kebaikan itu. Demikian juga jika ia berbuat sebaliknya. Pepatah ini sesungguhnya merupakan representasi dari kepercayaan akan adanya hukum karma atau hukum keseimbangan alam. Oleh karena itu bagi masyarakat yang mempercayai hal itu mereka akan sangat hati-hati untuk berbuat karena mereka sadar bahwa perbuatannya akan berdampak pada dirinya sendiri dan mungkin kepada famili dan keturunannya.

Hal seperti dapat dicontohkan misalnya apabila kita merusak alam, maka alam akan hancur dan kehancuran alam itu akan berdampak menghancurkan hidup kita. Dapat juga dicontohkan misalnya apabila kita selalu berbuat jahat kepada orang lain, entah disengaja atau tidak kita pun kelak akan dijahati atau dirugikan oleh tindakan orang lain atau oleh alam. Mungkin juga akibat perbuatan kita itu maka keturunan kitalah yang akan menerima akibat atau resikonya.


TUNGGAK JARAK MRAJAK TUNGGAK JATI MATI

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti tunggak (pohon) jarak menjadi banyak tunggak jati mati. Mrajak dalam khasanah bahasa Jawa dapat diartikan sebagai berkembang biak. Dalam realitasnya pohon jarak memang akan bertunas kembali meskipun batangnya dipatahkan. Sedangkan tanaman jati bila dipotong batangnya biasanya akan mati. Jikalau tumbuh tunas baru, biasanya tunas baru ini tidak akan tumbuh sesempurna batang induknya.

Pepatah ini ingin menggambarkan tentang keadaan orang dari kalangan kebanyakan yang bisa berkembang (mrajak) dan sebaliknya, orang dari kalangan/trah bangsawan/berkedudukan tinggi yang tidak punya generasi penerus (mati). Keadaan semacam ini kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat. Ada begitu banyak orang yang memiliki kedudukan tinggi, namun ia berasal dari kalangan rakyat biasa. Artinya, orang tuanya adalah orang biasa-biasa saja. Tidak kaya, tiak berpangkat, dan tidak memiliki garis keturunan bangsawan (jati).

Sebaliknya pula banyak anak-anak atau keturunan orang-orang besar/berkedudukan/berdarah bangsawan yang keturunannya tidak mengikuti atau tidak bisa meniru atau melebihi kedudukan leluhurnya.


ADIGANG, ADIGUNG, ADIGUNA, ADIWICARA

Pepatah Jawa ini dapat diterjemahkan sebagai mengunggul-unggulkan atau menyombongkan keelokan badan atau wajah, menyombongkan besarnya tubuh atau garus keturunan, menyombongkan ilmu atau pengetahuannya, dan menyombongkan kelihaian bicara atau merdunya suara.

Pepatah tersebut digunakan untuk menasihati orang agar tidak menyombongkan apa pun yang dimilikinya. Orang yang merasa diri mempunyai sesuatu, apa pun itu, kadang-kadang memang menjadi lupa bahwa semua itu hanyalah titipan dari Yang Maha Kuasa. Kesombongan karena merasa diri lebih dari orang lain ini sangat sering mengakibatkan orang yang bersangkutan berlaku semena-mena terhadap orang lain.

Orang yang merasa diri elok rupawan, punya kecenderungan menganggap orang lain tidak seelok dirinya. Orang yang menganggap dirinya besar dan kuat akan menganggap orang lain lemah. Orang yang merasa dirinya keturunan orang hebat berkecenderungan menganggap orang lain adalah keturunan orang rendahan atau tidak punya kelas sosial. Orang yang menganggap dirinya pintar cenderung menggurui dan menganggap orang lain tidak tahu apa-apa. Orang yang merasa dirinya pandai bicara akan berkecenderungan mempengaruhi orang lain dengan kelihaiannya berbicara.

Hal seperti itu dalam masyarakat Jawa dicontohkan dalam perilaku kijang atau menjangan (adigang). Kijang menganggap bahwa tanduknya adalah benda yang paling elok di dunia. Namun ia mati juga karena tanduknya itu. Entah karena diburu, entah karena tanduknya tersangkut belukar.

Perilaku adigung dicontohkan oleh binatang gajah yang tubuhnya demikian besar dan kuat. Ia merasa bahwa segalanya bisa diatasi dengan kekuatannya. Namun ia mati karena bobot tubuhnya itu karena ketika terperosok ke dalam lubang ia tidak bisa mengangkat tubuhnya keluar (saking beratnya).

Perilaku adiguna dicontohkan dengan perilaku ular yang berbisa. Ia menyombongkan bisanya yang hebat, namun mati di tangan anak gembala hanya dengan satu sabetan ranting kecil.

Perilaku adiwicara dicontohkan dalam perilaku burung yang merdu dan lihai berkicau. Ia merasa bahwa kicauannya tidak ada tandingannya di seluruh hutan, namun ia mati oleh karena melalui kicauannya itu pemburu menjadi tahu tempat bersembunyi atau tempat bertenggernya.


ADOH TANPA WANGENAN CEDHAK DATAN SENGGOLAN

Pepatah Jawa tersebut secara harfiah berarti jauh tanpa ukuran dekat tidak senggolan. Pepatah ini dalam masyarakat Jawa biasanya digunakan untuk menggambarkan keberadaan kekasih atau Tuhan.

Orang yang tengah dilanda cinta biasanya akan merasa kangen terus dengan orang yang dijatuhcintainya. Jika kekasih tersebut tidak berada di sisinya, memang terasa begitu jauh keberadaannya. Namun di balik itu sesungguhnya sang kekasih juga sangat dekat dengan dirinya, yakni berada di dalam hatinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekasih itu berada jauh namun sesungguhnya jua sangat dekat. Sekalipun kedekatan (di hati) itu menyebabkannya tidak bisa bersentuhan atau bersenggolan.

Hal yang sama juga sering digunakan untuk menggambarkan keberadaan Tuhan bagi manusia. Kadang orang merasa bahwa Tuhan demikian jauh, seolah-olah berada di atas langit lais ke tujuh yang jaraknya tidak dapat diukur. Namun sesungguhnya Tuhan juga begitu dekat terasa di hati masing-masing orang. Sekalipun begitu manusia tidak bisa memegangnya.


SADUMUK BATHUK SANYARI BUMI DITOHI PATI

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti satu sentuhan dahi, satu jari (lebar)-nya bumi bertaruh kematian. Secara luas pepatah tersebut berarti satu sentuhan pada dahi dan satu pengurangan ukuran atas tanah (bumi) selebar jari saja bisa dibayar, dibela dengan nyawa (pati).

Pepatah di atas sebenarnya secara tersirat ingin menegaskan bahwa tanah dan kehormatan atau harga diri bagi orang Jawa merupakan sesuatu yang sangat penting. Bahkan orang pun sanggup membela semuanya itu dengan taruhan nyawanya. Sentuhan di dahi oleh orang lain bagi orang Jawa dapat dianggap sebagai penghinaan. Demikian pula penyerobotan atas kepemilikan tanah walapun luasnya hanya selebar satu jari tangan. Sadumuk bathuk juga dapat diartikan sebagai wanita/pria yang telah syah mempunyai pasangan hidup pantang dicolek atau disentuh oleh orang lain. Bukan masalah rugi secara fisik, tetapi itu semua adalah lambang kehormatan atau harga diri.

Artinya, keduanya itu tidak dipandang sebagai sesuatu yang lahiriah atau tampak mata semata, tetapi lebih dalam maknanya dari itu. Keduanya itu identik dengan harga diri atau kehormatan. Jika keduanya itu dilanggar boleh jadi mereka akan mempertaruhkannya dengan nyawa mereka.


NABOK NYILIH TANGAN

Pepatah di atas secara harfiah berarti memukul meminjam tangan. Secara luas pepatah ini berarti memukul dengan meminjam tangan orang lain.

Pepatah ini ingin menunjukkan bahwa dalam kehidupan sosial sering ada orang yang bertindak tidak ksatria. Artinya, ketika dia ingin menjatuhkan, menyakiti, menyingkirkan, membunuh, dan melenyapkan orang lain ia tidak bertindak sendiri. Tidak menghadapinya sendiri. Namun dengan menggunakan (meminjam) tangan orang lain sehingga seolah-olah dirinya adalah orang yang bersih, baik, dan suci. Seringkali perkara demikian dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang meminjam tangan itu sepertinya tidak terkait dengan persoalan yang tengah terjadi, yang menimpa orang yang kena “pukul” itu.

Ketika orang yang “dituju” dengan meminjam tangan orang lain itu berhasil disingkirkan, maka ia pun akan merasa lega. Puas. Konyolnya pula ia akan tetap merasa sebagai Mr. Clean, sekalipun segala persoalan dan kolusi jahat itu bersumber dari orang yang bersangkutan.


AJINING RAGA DUMUNUNG ANA ING BUSANA

Secara harfiah pepatah tersebut di atas berarti harga diri dari fisik (tubuh) terletak pada pakaian.

Pepatah ini ingin menyatakan bahwa jika seseorang berbusana dengan sembarangan di sembarang tempat, maka ketubuhan (dan jati dirinya) tidak akan dihargai oleh orang lain.

Suatu contoh misalnya, kita mengenakan pakaian renang kemudian menemui tamu yang berkunjung ke kita atau sebaliknya. Dapat dibayangkan bagaimana respon atau tanggapan orang lain terhadap kita. Sungguhpun pakaian renang yang kita kenakan berharga jutaan rupiah misalnya, orang tetap tidak akan menghargai kita karena apa yang kita kenakan tidak tepat penempatannya.

Bisa juga diambil contoh kita datang ke sebuah pelayatan, namun kita datang ke sana dengan mengenakan pakaian pesta yang dilengkapi dengan perhiasan. Orang pun bisa menanggapi kita sebagai orang yang tidak bisa menempatkan diri.

Pada intinya pepatah di atas ingin menegaskan kepada kita agar kita mampu menghargai diri sendiri dengan berbusana yang pantas, tempat yang tepat, serta waktu yang sesuai. Dengan begitu kita tidak akan jadi bahan tertawaan, juga tidak akan mengganggu keselarasan hubungan sosial.


ANCIK-ANCIK PUCUKING ERI

Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti bertumpu pada ujung duri. Secara lebih luas pepatah ini ingin menyatakan keadaan yang begitu gawat, kritis, dan nyaris tidak tertolong lagi. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan seseorang yang bertumpu pada ujung duri. Tentu saja sakit dan khawatir. Ibaratnya keberlangsungan hidupnya tinggal menunggu ajal belaka.

Hal seperti itu dapat juga dicontohkan dengan keadaan seseorang yang menerima sebuah surat pemberitahuan bahwa sebentar lagi rumahnya akan digusur. Entah dalam waktu dekat atau jauh, orang tersebut tentu sudah merasakan kekhawatirannya. Kekhawatiran dan ketiadaan harapan ini ibaratnya ancik-ancik pucuking eri.


TUNA SATAK BATHI SANAK

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti rugi satu tak (satu ukuran uang /segepok uang) untung saudara.

Pepatah ini ingin mengajarkan bahwa sekalipun dalam dunia dagang yang pertimbangan utamanya hanyalah mencari untung dan untung, bagi orang Jawa kerugian sekian uang tidak mengapa asal (masih) bisa mendapatkan sedulur ‘saudara’ atau teman. Teman (dalam arti sesungguhnya) tampaknya memang menjadi pilihan yang lebih mempunyai makna daripada sekadar uang (material).

Pada sisi lain pepatah ini juga mengajarkan bahwa sedulur (sanak) jauh lebih menguntungkan daripada seukuran uang dalam kesesaatan. Jika diulur, maka teman atau sedulur itu di kemudian hari dapat memberikan keuntungan yang jauh lebih besar daripada seukuran uang pada saat transaksi jual beli terjadi. Jika memang sedulur itu menyedulur ‘menyaudara’ dengan kita, dapat dipastikan bahwa ia (mereka) akan membantu kita jika kita mendapatkan kesulitan. Bantuan dari orang yang demikian itu tanpa kita sadari nilainya jauh lebih besar dibandingkan ketika kita mendapatkan uang satak pada saat kita melaksanakan transaksi jual beli di masa lalu.

Dengan adanya rasa menyedulur itu, orang yang bersangkutan tidak akan owel ‘sungkan/enggan’ memberikan bantuannya dalam bentuk apa pun yang sesungguhnya tidak bisa kita ukur dengan sekadar hanya uang atau material. Dalam kali lain, orang yang bersangkutan bisa jadi akan membeli produk atau dagangan yang kita jual tanpa perlu lagi menawar karena di masa lalu ia pernah mendapatkan kemurahan dari kita yang berupa satak (satu ukuran uang).

Pepatah ini sesungguhnya menunjukkan betapa optimisnya orang Jawa dalam menyikapi hidup.


ASU BELANG KALUNG WANG

Peribahasa atau pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti anjing belang berkalung uang.
Secara lebih jauh pepatah ini inginmenggambarkan keadaan orang yang secara visual buruk atau secara social tidak mempunyai peringkat yang tinggi (tidak berpangkat atau berjabatan) namun ia memiliki kekayaan yang berlimpah.

Asu (anjing) dalam masyarakat Jawa termasuk binatang yang sering digunakan sebagai bahan misuh (memaki). Dengan demikian, ia memiliki derajat yang buruk sekalipun dalam praktek anjing memang banyak digunakan untuk membantu orang terutama dalam soal keamanan. Bukan hanya itu. Asu belang (anjing bercorak/berbulu belang) dalam masyarakat Jawa masa lalu termasuk kategori anjing yang bernilai paling rendah.

Jadi, pepatah di atas ingin menggambarkan orang yang di masyarakat tidak dianggap, namun ia memiliki uang (kekayaan) yang berlimpah sehingga pada akhirnya ia juga didatangi orang (karena yang datang menghendaki uangnya).


NGUNDHUH WOHING PAKARTI

Peribahasa di atas secara harfiah berarti memanen buah pekerjaan/tindakan. Secara luas peribahasa ini ingin mengajarkan tentang orang yang menuai dari buah tindakannya sendiri. Hal ini dapat dicontohkan misalnya karena seseorang selalu mencelakai atau merugikan orang lain, maka pada suatu ketika ia pun akan diperlakukan demikian pula oleh orang lain.

Peribahasa ini sesungguhnya merupakan representasi dari paham kepercayaan akan hukum karma yang sampai sekarang masing dianut oleh banyak orang Jawa (Indonesia). Peribahasa tersebut menjadi penanda akan adanya keyakinan hukum harmonium alam raya. Hal ini bisa dicontohkan pula misalnya karena manusia menebangi hutan semaunya, maka bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan pun mengancam. Dapat saja terjadi bahwa undhuh-undhuhan atau panen dari pakarti itu tidak mengenai orang yang berbuat namun mengenai saudara, anak, cucu, pasangan hidup, dan keturunannya. Oleh karena itu, bagi orang yang percaya pada paham ini mereka akan takut berbuat negatif karena mereka percaya bahwa hal yang negatif itu nantinya akan mengenai dirinya sendiri, saudara, dan keturunannya.


NULUNG MENTHUNG

Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti menolong mementhung. Secara luas pepatah ini ingin menggambarkan tentang perilaku orang yang kelihatannya nulung (menolong), namun sesungguhnya ia mementung (memukul/mencelakai) orang yang ditolongnya itu.

Hal seperti ini dapat dicontohkan misalnya ada orang yang kesulitan uang. Tiba-tiba datang orang yang menawarkan pinjaman uang. Tentu hal ini disambut dengan gembira. Akan tetapi selang beberapa saat kemudian orang yang dipinjami uang itu akan merasa kecewa karena ia harus mengembalikannya berikut bunganya yang mencekik. Alih-alih ditolong, dia malah justru dicelakakan. Dalam banyak kasus orang yang terlanjur meminjam uang itu terpaksa melepaskan rumah, tanah, dan seluruh harta bendanya karena tidak mampu mengembalikan pinjaman berikut bunganya.

Dapat juga dicontohkan, ada orang yang kelihatannya getol menolong temannya dalam bekerja. Akan tetapi ketika pekerjaan itu berjalan lancar dan sukses dengan tiba-tiba orang yang menolong itu mengklaim bahwa itu semua adalah hasil kerjanya (peran temannya dihapuskan). Sehingga orang yang ditolong bekerja itu tidak pernah dianggap (dihargai) oleh atasan dan bahkan oleh teman yang lainnya.

Hal ini biasa terjadi juga dengan penyerobotan ide atau gagasan. Misalnya A memmpunyai ide. Lalu B berusaha membantu menyelenggarakan ide itu akan tetapi di tengah jalan ide itu diklaim B sebagai idenya belaka.


ILANG-ILANGAN ENDHOG SIJI

Pepatah Jawa di atas berarti kehilangan satu telur. Pepatah Jawa ini secara luas ingin menyatakan tentang kepasrahan atau keputusasaan seseorang (biasanya orang tua) atas perilaku anaknya yang dianggap sudah di luar batas.

Hal ini dapat dicontohkan misalnya dengan perilaku seorang anak yang demikian durhaka, jahat, brengsek, dan tidak bisa dinasihati lagi. Apa pun nasihat dan oleh siapa pun nasihat itu diberikan seolah memang sudah tidak mempan lagi. Menghadapi hal yang demikian ini biasanya orang tua akan menyerah atau putus asa. Harapan tentang hal-hal yang baik pada anaknya bisa pupus seketika. Dalam kondisi semacam ini orang tua bisa pasrah atau melepaskan harapannya atas anaknya. Dalam hal seperti ini orang tua bisa merasa ikhlas atau melupakan anaknya yang sudah bisa ditolong lagi tersebut.

Harapan orang tua akan ditambatkan pada anak-anaknya yang lain. Ibarat induk mengerami telur dalam jumlah lebih dari satu, sebuah telur telah direlakannya hilang.


NAPAKAKE ANAK PUTU

Pepatah Jawa di atas secar harfiah berarti bertapa untuk anak cucu. Napakake berasal dari kata tapa atau bertapa. Napakake berarti bertapa untuk.

Secara luas pepatah ini mengajarkan atau memberikan nasihat agar orang hidup di dunia ini tidak hanya mengejar kepuasan, kepopuleran, dan kesejahteraan dirinya sendiri. Ia harus ingat bahwa ia akan mempunyai keturunan. Keturunan inilah yang perlu dibantu agar hidupnya kelak lancar, sejahtera, dan bahagia. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan bertapa (laku prihatin).

Bertapa dapat disamakan dengan tekun berdoa kepada Tuhan, memohon keridhaanNya agar Tuhan bersedia melimpahkan rahamtNya kepada keturunan yang didoakannya itu. Kecuali berdoa, bertapa juga selalu diikuti dengan pengekangan hawa nafsu, memperbanyak amal kebaikan dengan tanpa pamrih. Semuanya dilakukan dengan keikhlasan hati yang tulus.

Tidak mengherankan jika di lingkungan masyarakat Jawa masa lalu sekalipun ada banyak keluarga hidup dalam kemiskinan mereka tetap menjalaninya dengan tabah dan ikhlas. Mereka menganggap bahwa hal semacam itu merupakan bagian dari perjalanan hidup yang mesti dijalani sekalian sebagai latihan bertapa demi anak cucunya kelak. Tidak mengherankan juga di masa lalu sangat jarang ada orang mengemis dan bertindak kriminal sekalipun masyarakatnya hidup serba kekurangan. Mereka menjalani hidup dengan keikhlasan, apa pun kesulitan yang mereka hadapi. Mereka menyikapi semuanya itu sebagai ganjaran (hadiah) belaka dari Tuhan. Bukan cobaan, tetapi hadiah. Mereka menganggap hal itu sebagai hadiah karena di balik ketidaknimatan hidup itu mereka percaya bahwa mereka sedang diajak untuk memperkaya hati, memperkuat batin, dan lebih dekat kepada Sang Khalik. Itu adalah ganjaran.

Mungkin pepatah semacam di atas masih menjadi pegangan bagi laku hidup mereka di kala itu.


KAYA NGENTENI THUKULE JAMUR ING MANGSA KETIGA

Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti seperti menunggui tumbuhnya jamur di musim kemarau.

Secara luas pepatah tersebut ingin menunjukkan sebuah aktivitas (mengharap sesuatu) yang sia-sia. Jamur identik dengan kelembaban. Kelembaban tidak berkait erat dengan air.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sudah bisa mengidentifikasi/memperkirakan bahwa jika musim hujan tiba, maka akan ada banyak jamur bertumbuhan di sembarang tempat. Akan tetapi jika musim kemarau tiba, jamur hampir tidak mungkin didapatkan di mana pun. Berdasarkan ilmu titen inilah kemudian muncul pepatah itu.

Jadi, sangat tidak mungkin mengharapkan tumbuhnya jamur di musim kemarau. Jika kita mempunyai pengharapan yang dinanti namun tidak pernah terwujud itu ibaratnya menunggui tumbuhnya jamur di musim kemarau. Bisa juga pepatah ini digunakan untuk aktivitas menunggu yang amat lama sehingga seperti menunggui sesuatu yang tidak jelas atau tidak berjuntrung.


WIT GEDHANG AWOH PAKEL

Pepatah Jawa di atas secara harfiah diartikan ‘pohon pisang berbuah pakel’ (sejenis mangga yang sangat harum aromanya jika matang namun agak asam rasanya).

Dalam kehidupan nyata jelaslah amat mustahil terjadi ada pohon pisang yang berbuah pakel. Dari sisi jenis pohon, marga, kelas, dan ordonya saja sudah amat jauh berbeda. Demikian juga sifat-sifat yang dibawanya.

Pepatah ini dalam masyarakat Jawa digunakan untuk menggambarkan betapa mudahnya berbicara atau ngomong. Namun begitu sulitnya melaksanakan, mengerjakan, atau mewujudkannya. Pepatah itu dapat juga digunakan untuk menggambarkan betapa sebuah teori begitu mudah diomongkan atau dituliskan namun tidak mudah untuk dipraktekkan. Begitu mudah nasihat, petuah, pepatah, bahkan kotbah diucapkan, namun untuk pelaksanaannya sungguh tidak mudah. Dibutuhkan perjuangan keras untuk mengendalikan semua pancaindra dalam diri manusia untuk dapat mengarah ke pelaksanaan yang dipandang baik dan benar itu.

Kalimat dalam pepatah tersebut dalam masyarakat Jawa sering kemudian disambung dengan anak kalimat yang berbunyi, omong gampang nglakoni angel ‘omong mudah melaksanakan sulit’.


KAYA NGENTENI KEREME PRAU GABUS, KUMAMBANGE WATU ITEM

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti seperti menantikan tenggelamnya perahu gabus, mengapungnya batu hitam (batu kali).

Perahu yang terbuat dari bahan gabus (semacam stereofoam) tentu sangat muskil untuk tenggelam. Demikian pun batu kali (batu andesit) sangak muskil untuk muncul ke permukaan air.

Secara lebih luas pepatah ini ingin menyatakan akan sebuah usaha yang sia-sia. Usaha yang tingkat keberhasilannya adalah nol persen. Mungkin saja pepatah ini sama artinya dengan pepatah Ibarat menunggu Godod yang sebenarnya diadopsi dari lakon drama karya Samuel Beckett. Drama ini juga menggambarkan akan sebuah penantian yang sia-sia. Penantian pada sesuatu yang tidak akan datang atau terjadi.

Jika kita mengharapkan pada sesuatu yang tidak akan mungkin terjadi, maka apa yang kita lakukan ini sama dengan ngenteni kereme prau gabus, kumambange watu item.

Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani
Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti di depan memberi teladan, di tengah membangun kehendak/karya, mengikuti dari belakang memberikan daya.

Pepatah ini telah menjadi pepatah atau semboyan yang digunakan di dunia pendidikan Indonesia. Maksudnya, tentu sangat mulia agar murid atau siswa-siswa Indonesia bisa berpedoman pada semboyan yang dipopulerkan oleh Ki Hadjar Dewantara itu.

Maksud dari kalimat pertama dari pepatah ini yakni di depan (maksudnya sebagai pemimpin) hendaknya seseorang dapat memberikan teladan atau contoh. Jika seorang pemimpin tidak dapat memberikan keteladanan baik dalam sikap profesionalnya, maupun dalam sikap hidup secara keseluruhannya. Memang manusia tidaklah pernah akan sempurna. Akan tetapi seorang pimpinan hendaknya selalu berusaha menjaga dirinya agar ia benar-benar dapat menjadi teladan bagi bawahan, anak asuh, ataupun anak buahnya.

Kita dapat membayangkan sendiri jika seoang pemimpin dalam profesi maupun tindakannya tidak dapat diteladani, maka sikap atau perilaku anak buahnya pun dapat dipastikan akan lebih buruk daripadanya. Hal ini juga dapat dilihat dalam sebuah sekolah jika guru-gurunya bertindak kurang baik, maka murid-muridnya pun tentu akan bertindak lebih buruk dari gurunya itu. Tidak adanya keteladanan dari pimpinan menyebabkan anak buah akan kehilangan kepercayaan, hormat, dan segala respeknya.

Jika seorang pimpinan berada di tengah-tengah anak buahnya hendaknya ia bisa membangkitkan kegairahan agar anak buah atau anak asuhnya bisa bersemangat untuk berkarya atau bekerja. Di tengah anak buahnya ia hendaknya juga bisa menjadi teman, sahabat, atau partner yang baik.

Apabila seorang pimpinan berada di belakang anak buahnya hendaknya ia bisa mendorong, memotivasi, bahkan juga mencurahkan segala dayanya sehingga anak buahnya bisa benar-benar memiliki daya untuk berkarya.


KUTUK MARANI SUNDUK

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti kutuk (jenis ikan air tawar yang relatif besar) mendekati sunduk (penusuk/suji). Secara luas pepatah ini ingin menyatakan tentang kejadian atau peristiwa dari seseorang atau sekelompok orang yang mendatangi atau mendekati bahaya atau hal yang dapat membuatnya celaka.

Sunduk atau penusuk adalah pantangan bagi kutuk sebab pada penusuk itulah nyawa kutuk pasti terancam. Hal demikian dapat juga terjadi pada manusia atau orang. Misalnya, ada orang yang tidak bisa berenang, dengan tiba-tiba ia masuk ke dalam sebuah sungai yang dalam, maka tenggelam dan tewaslah orang itu. Dapat juga dilihat contoh lain misalnya, ada orang mendatangi arena peperangan atau pertikaian. Tanpa diketahui orang tersebut terkena peluru nyasar atau lemparan batu. Hal demikian dapat diibaratkan sebagai kutuk marani sunduk. Tegasnya, orang yang mendatangi marabahaya.


MENANG MENENG NGGEMBOL KRENENG

Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti diam-diam mengantongi kreneng. Kreneng dalam khasanah Jawa menunjuk pada pengertian sebuah benda menyerupai keranjang yang terbuat dari bilah bamboo yang diraut tipis dan lentur. Kreneng ini berfungsi untuk membungkus atau mewadahi barang-barang belanjaan yang dibawa oleh seseorang. Umumnya kreneng berfungsi sebagai kantong atau tas sementara yang kemudian bisa dibuang begitu saja setelah barang yang berada di dalamnya dikeluarkan.

Pepatah Jawa di atas secara luas ingin menggambarkan perilaku seseorang yang di permukaan (fisik, lahiriah) kelihatan pendiam, tidak banyak omong akan tetapi di pikiran dan di hatinya sebenarnya dia tengah mempersiapkan atau menyimpan sesuatu (yang umumnya tidak baik). Entah itu berupa rencana-rencana atau tujuan-tujuan yang tidak mulia. Entah itu rekayasa manipulasi, kebohongan, dan seterusnya.


DIJUPUK IWAKE AJA NGANTI BUTHEG BANYUNE

Pepatah di atas secara harfiah berarti diambil ikannya jangan sampai keruh airnya.

Pepatah ini mengandaikan pada sebuah peristiwa perburuan ikan di kolam atau di sebuah sungai. Pada umumnya pengambilan ikan di kolam atau sungai selalu menimbulkan kekeruhan pada air tempat ikan tersebut diambil. Hal ini terjadi karena gerakan tubuh manusia, benda lain, atau bahkan gerakan ikan itu sendiri di dalam air tersebut sehingga mengubak atau mengaduk air kolam/ sungai. Idealnya adalah ikan yang diincar bisa diambil namun air yang melingkupinya jangan sampai menjadi keruh atau butek.

Pepatah ini secara luas menyangkutkan persoalannya pada pengambilan kebijaksanaan atau penyelesaian masalah yang diidealkan jangan sampai menimbulkan korban atau masalah baru. Hal ini dapat dicontohkan misalnya pada kasus pencurian yang dilakukan oleh seseorang di sebuah dusun. Kebetulan ketua dusunnya mengetahui siapa pelaku pencurian itu. Agar masyarakat jangan sampai gaduh dan ribut-ribut nggak karuan, ketua dusun segera datang dan menangkap pencuri tersebut lalu pencuri tersebut disuruh untuk mengembalikan barang-barang yang dicurinya.

Setelah barang yang dicuri dikembalikan, orang yang kehilangan pun lega. Pencurinya tidak digebuki massa. Ketua dusunnya akan semakin naik pamornya karena jeli dan terampil menangani persoalan. Masyarakatnya tetap tenang. Persoalan yang melanda dusun bisa diselesaikan tanpa ribut, tanpa korban, tanpa kegaduhan. Minim resiko.

Waktulah yang Menyelamatkan Cintamu

Waktulah yang Menyelamatkan Cintamu - Seringkali kita bertanya, mengapa sih harus ditemukan kalau ternyata tidak bisa memiliki? Dan itulah yang membuat banyak orang berpikir bahwa cinta itu menyedihkan. Sesuatu yang hanya membawa kesedihan dan patah hati.


Banyak orang yang merasa takut membuka hatinya kembali untuk orang lain. Karena tak ingin merasakan sakit sekali lagi. Tetapi... percayalah bahwa sakit itu akan segera pergi. Karena waktu yang akan menyembuhkannya, waktu yang akan menyelamatkan cinta...

Suatu hari di sebuah pulau tinggallah semua perasaan di dalamnya. Ada kebahagiaan, kesedihan, pengetahuan, kekayaan, dan lain-lainnya, termasuk cinta. Entah karena sebab apa, pulau tersebut hendak tenggelam. Semua bergegas meninggalkan pulau tersebut dengan perahu, kecuali cinta.

Cinta percaya bahwa apabila ia tinggal, pulau itu akan selamat. Cinta akan menunggu sampai detik terakhir.

Dan di saat pulau benar-benar nyaris habis tenggelam, cinta kebingungan mencari pertolongan. Ia berteriak pada setiap perahu yang lewat di depannya.

Saat perahu kekayaan lewat, ia berteriak "hai kekayaan, maukah kau membawaku serta di dalam perahumu?" Dengan angkuh kekayaan menjawab, "ahhh tidak bisa. Tidak ada tempat yang cukup untukmu. Aku ingin membawa semua hartaku, emas dan perak ini harus kuangkut semua." Kemudian ia pergi meninggalkan cinta.

Lalu, lewatlah kesombongan di depan cinta dengan perahunya yang megah. "Wahai kesombongan, tolonglah aku. Aku tidak ingin tenggelam." Jawab kesombongan, "hmm... sebentar akan kupertimbangkan. Ah, tidak bisa cinta. Kamu sudah basah kuyup, dan aku tidak mau mengotori perahuku," ungkapnya sambil beranjak pergi.

Tak berapa lama kesedihan lewat dengan perahunya. "Kesedihan, tolonglah. Bawa aku pergi di perahumu." Jawabnya, "maaf cinta, aku tidak bisa. Aku terlampau sedih dan aku hanya ingin pergi sendiri saja."

Cinta tak tahu harus berharap pada siapa lagi, sampai kebahagiaan lewat di depannya. Dan ia berteriak-teriak penuh usaha agar kebahagiaan mau berhenti membawanya. Sayangnya, kebahagiaan terlalu bahagia, sehingga ia tak mendengarkan teriakan cinta.

Dan ketika cinta sudah sangat putus asa, sebuah suara memanggil. "Ayo naiklah ke perahuku, akan kuantar kau ke seberang sana." Cintapun dibawa dan diselamatkan ke sebuah pulau subur yang kokoh. Yang tidak akan tenggelam lagi.

Tanpa menoleh lagi, si penolong itu pergi tanpa meninggalkan nama. Karena merasa penasaran dan berhutang budi, cinta bertanya kepada pengetahuan. Siapa gerangan yang telah menolongnya tadi.

"Cinta, yang menolongmu tadi adalah sang waktu," jawab pengetahuan.

"Waktu? tetapi... mengapa ia menolongku?" tanya cinta.

Pengetahuan tersenyum dengan bijaksana dan menjawab, "karena hanya sang waktulah yang mengerti betapa berharganya cinta dalam hidup."

Dan saat kau kecewa serta patah hati dalam nama cinta, biarkan waktu yang akan menyembuhkanmu...



source

Contoh Laporan Penelitian

LAPORAN PENELITIAN TEHNOLOGI PEMBELAJARAN DI MTs NURUL ULUM JEKULO KUDUS




Oleh :
Ulil Hidayah                           : 110399
Laiyinatus Syifa                      : 110404
Suprayitno                               : 110406
Iis Martina                               : 110414
Afif Alvionita Mahfudhoh     : 110423

Laporan Penelitian Teknologi Pembelajaran PAI
Profil Madrasah
1.      Nama Madrasah : MTs NU Nurul Ulum
2.      No Statistik Madrasah : 121233190026
3.      Akreditasi Madrasah :A
4.      Alamat Lengkap Madrasah :  Jl. Pantisari no.3
Desa/ Kecamatan : Jekulo/ Jekulo
Kab/ Kota : Kudus
Propinsi : Jawa Tengah
No. telp : (0291) 4246058
5.      NPWP Madrasah : 00.453.856.7-506.000
6.      Nama Kepala Madrasah : H.M.Alamul Yaqin, M.H
7.      No. telp./HP : 08156581644
8.      Nama yayasan : BPP Ma’arif NU Nurul Ulum
9.      Alamat yayasan : Jl. Sewonegoro Jekulo Kudus
10.  No. telp. yayasan : (0291) 435937
11.  No. Akte Pendiri Yayasan : 54
12.  Kepemilikan Tanah : Yayasan
a.    Status tanah : wakaf
b.    Luas tanah : 1.518 m2
13.  Status bangunan : yayasan
14.      Luas bangunan : 1.418 m2
Sejarah Berdirinya MTs NU Nurul Ulum Jekulo Kudus
Satu-satunya Madrasah Tsanawiyah di wilayah kecamatan Jekulo yang tertua adalah MTs. Nurul Ulum. Hingga kini usianya telah mencapai 40 tahun /hampir ½ abad, dan itu bukan merupakan waktu yang cukup singkat. Secara embrional ide untuk mendirikan madrasah tersebut dilatar belakangi oleh bebrapa hal:
1.      Mengingat banyaknya Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang ada di lingkungan kecamatan Jekulo khususnya. Namun pada saat itu satupun belum terdapat Madrasah Tsanawiyah.
2.      Ditawarkannya sebidang tanah wakaf beserta gedungnya (sebelah utara Bpk. Khudlori) oleh Bpk. H. Basyir kepada Bpk. Kh. Ahmad basyir, Bpk. Kh. Khalimi, dan Bpk. Nasikhun Assiddiqi, BA.
3.      Adanya keinginan yang kuat untuk mendirikan pendidikan Islam lewat sekolah formal demi bekal di hari esok untuk tegaknya syari’at Islam.
Maka dari itu pada hari ahad Pon tanggal 27 Muharrom 1370 H. Bertepatan dengan tanggal 5 April 1970 M. Berdirilah lembaga pendidikan tingkat menengah jurusan keagamaan (Diniyyah) dalam Wil. Kec. Jekulo kab. Kudus beserta struktur pengurus madrasah tersebut.
Pada tahun 1970 merupakan lembaran pertama untuk menuju ke jenjang yang tiada terbatas. Ternyata langkah perdana ini, dengan penuh ridlo dan pertolongan Allah dari usaha pengurus dan ketawakkalan Bapak Kyai Kholil Yasyir sebagai rois madrasahnya pendaftaran murid baru dapat mencapai 22 siswa.
Untuk pemerataan jabatan sebagai rois madrasah maka setahun kemudian Bapak Kyai Kholil Yasyir diganti oleh Bapak Kyai Machin Dahlan. Secara realita pada periode 1971 pendaftaran murid baru semakin bertambah lagi yaitu mencapai 24 siswa.
Berdasarkan konsistensi para pengurus dan dewan guru, maka rois madrasah diserahkan pada Bapak Kyai H. Ahmad Basyir untuk periode 1972-1977 dengan dibantu Bapak Nasikhun Assiddiqi, BA sebagai wakilnya. Kemudian pada tahun 1978 kepala madrasah dilimpahkan kepada bapak makmun selaku guru dinas dari DEPAG. Sampai tahun 2004. Dan tahun 2004 kepala madrasah diserahkan kepada Bapak Drs. H. As’ad Abdul Ghoni sampai tahun 2007. Mulai tahun 2007 kepala madrasah dilimpahkan kepada Bapak KH. M. Jazuli Basyir, S.Ag. Dan pada tahun 2012-2013 di serahkan kepada Bapak H.M Alamul Yaqin, M.H. dan alhamdulillah perkembangan MTs NU Nurul Ulum mulai tahun ke tahun mengalami kemajuan baik dari fisik bangunan maupun dari segi kwantitas dan kwalitas. Semoga tetap jaya MTs NU Nurul Ulum. Amin,,
Visi madrasah
Dalam suasana religius unggul dalam prestasi, tanggap terhadap iptek, santun dalam bersikap berdasarkan ajaran Islam Ahlussunah Waljamaah.
Misi madrasah
1.      Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT yang berdasarkan pada Ahlussunah Waljamah
2.      Meningkatkan profesionalisme dan keteladanan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.
3.      Mengoptimalkan sarana dan prasarana pendidikan serta memanfaatkan narasumber yang ada dengan sebaik-baiknya.
4.      Mengoptimalkan layanan pendidikan sehingga dapat mengantarkan anak didik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta menghasilkan lulusan yang berkualitas.
5.      Meningkatkan lingkungan yang bersih, nyaman, sejuk, dan kekeluargaan antara warga.
Tujuan madrasah
Membentuk generasi yang cerdas, terampil, berakhlak mulia, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Tentang Lima Kawasan Teknologi Pembelajaran
     I.     Kawasan Desain
a.     Desain sistem pembelajaran
Pertanyaan: Bagaimana kurikulum yang digunakan di madrasah ini?
Jawaban: Mengenai kurikulum di madrasah MTs NU Nurul Ulum ini menggunakan dua kurikulum dari KEMENAG yang sudah sesuai standar isi kurikulum MTs, SLTP dan sederajat dan kurikulum lokal. Dalam pengembangan kurikulumnya MTs ini tidak mengurangi kurikulum dari kemenag tetapi melakukan pengayaan dengan memberi alokasi tambahan. Seperti contoh mata pelajaran umum bahasa inggris, matematika yang jatah alokasi waktunya 4 jam menjadi 5 jam perminggu, disekolah ini memakai waktu 8 jam per-hari karena disini liburnya pada hari jum’at maka disni tidak ada hari pendek seperti diSLTP yang jatuh pada hari jum’at. Mengenai mata pelajaran PAI di MTs ini sudah sesuai dengan kurikulum kemenag dan dari sekolah memberi tambahan muatan lokal yang mendukung dari mapel PAI yang meliputi Tajwid, Nahwu Shorof, Tauhid, Fiqih Salaf, keNUan.
Pertanyaan: Bagaimana mengenai kualifikasi guru sesuai dengan pembagian mata pelajaran?
Jawaban: Kualifikasi guru diatur semaksimal mungkin dengan kepala sekolah menyesuaikan mata pelajaran yang diampu dengan kualifikasi guru.
Kendala: Adanya kualifikasi guru yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diterimanya.
Solusi: kalau memang ada guru yang kualifikasinya tidak sesuai dengan mata pelajaran yang di ampu maka diberikan kesempatan pada guru tersebut untuk mempelajarinya dan adanya bimbingan terlebih dulu.
Pertanyaan: Bagaimana pemetaan siswa sesuai tingkatan?
Jawaban: Pemetaan siswa kita mengaturnya sesuai asal tempat tinggal dan hasil tes. Jadi semua tingkatan kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX semua acak dari berbagai siswa, agar siswa bisa saling berinteraksi ke semua teman dan saling bertukar pengalaman. Ada juga dua kelas unggulan yaitu 7 B dan 7 E. Sebenarnya antara kelas unggulan dan reguler tidak ada perbedaan dalam sistem pembelajarannya, namun hanya dilihat dari prestasi atau evaluasinya. Apabila prestasinya semakin meningkat tetap masuk kelas unggulan dan yang prestasinya menurun ditempatkan di kelas reguler.  
Pertanyaan: Bagaimana sarana dan prasarana di madrasah ini?
Jawaban: Di madrasah ini sarana prasarananya meliputi ruang kelas, perpus, laborat ipa, laborat komputer, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, ruang konseling, tempat ibadah, ruang uks, kamar mandi, gudang, tempat olah raga, ruang organisasi siswa.
Kendala: Masih kurangnya ruang laborat
Solusi: Memaksimalkan dengan sarana yang ada.
b.      Desain pesan atau materi pembelajaran
Pertanyaan: Bagaimana pesan atau materi pelajaran di madrasah ini?
Jawaban:  Di MTs NU Nurul Ulum materi yang diajarkan meliputi:
·         PAI yaitu Fiqih, Qur’an Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Aqidah Akhlaq.
·         Pelajaran nasional yaitu matematika, bahasa indonesia, bahasa inggris, pendidikan kewarganegaraan, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial
·         Muatan lokal yaitu bahasa jawa, tajwid, tauhid, shorof, fiqh salaf, keNUan, nahwu, aklaq, tareh, bahasa arab
Seorang guru mendesain materi tersebut dengan proses yang sebaik mungkin agar pembentukan aspek kognitif, afektif dan psikomotor terpenuhi dengan baik.
c.       Strategi pembelajaran
Pertanyaan: Bagaimana metode pembelajaran di madrasah ini?
Jawaban: Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai diadakan kegiatan rutinan sholat dhuha kemudian 15 menit untuk membaca al-qur’an namun pelaksanaannya dengan cara bergilir antar kelas.
Dalam proses belajar mengajar guru masih biasa menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan praktik tetapi juga disertakan media dalam menyampaikan materi.
Kendala: Media yang masih terbatas.
Solusi: Memanfaatkan media yang ada.
d.      Karakteristik peserta didik
Pertanyaan: Bagaimana karakteristik peserta didik di sekolah MTs ini?
Jawaban : Siswa di madrasah ini berasal dari berbagai daerah dan bahkan ada yang berasal dari luar jawa yang tinggal di pondok pesantren. Siswa disini rata-rata berasal dari keluarga yang berekonomi menengah ke bawah dan tidak semua berasal dari MI ada juga yang dari SD. Mereka tidak semuanya berdomisili di pondok pesantren, mungkin yang di pesantren hanya sekitar 30% sehingga tidak semua siswa bisa atau faham tentang mata pelajaran PAI dan mampu dalam baca tulis Al-Quran. Dari pebedaan latar belakang siswa sekolah memberi kebijakan di antaranya:
1.      Adanya pengacakan siswa dalam pemetaan kelas agar siswa satu dengan yang lain dapat bersosialisasi dengan tukar pengalaman.
2.      Mengadakan program BTQ yang dilaksanakan pada hari sabtu jam ke 9 masing-masing kelompok belajar terdiri dari 40 siswa dan dibimbing oleh 2 guru.
Pertanyaan: Bagaimana penanganan terhadap kenakalan siswa?
Jawaban: Di madrasah ini sudah ada dua BK yang bertugas untuk menangani dan memberikan bimbingan penyuluhan terhadap siswa yang bermasalah.

  II.     Kawasan pengembangan
Pertanyaan: Sarana dan prasarana apa saja yang tersedia untuk membantu proses belajar mengajar yang berbasis teknologi?
Jawaban:
a.       Teknologi cetak dengan adanya perpustakaan sebagai sarana media untuk menambah wawasan siswa. Kemudian disediakannya buku LKS dan buku paket sebagai media pembelajaran di kelas. Kendala dari perpustakaan kurangnya anggota pengelola perpustakaan yang disitu cuma ada satu guru yang mengaturnya. Kemudian kurangnya tempat untuk penyimpanan buku priode lama, sehingga masih ditempatkan jadi satu dengan buku-buku baru lainnya. Dan kurangnya minat baca siswa, kalautoh mau membaca siswa lebih memilih membaca buku-buku cerita. Dan yang buku ilmiyah kurang diminati siswa.
b.      Teknologi audiovisual
Tv, sound sistem, VCD, dan LCD yang ada di multimedia dan laborat komputer.
c.       Teknologi komputer
Di madrasah mts nurul ulum ini sudah disediakan 20 komputer, untuk sistem pembelajarannya sudah di atur oleh kepala lab, untuk pembelajarannya kelas VII mulai diperkenalkan tentang komputer kemudian nama-nama perangkat komputer. Dan yang kelas VII sudah mulai pengenalan microsoft word, dan kelas IX sudah dikenalkan tentang website.
d.      Teknologi multimedia
Dalam teknologi multimedia sudah disediakan 1 ruangan yang terdiri dari beberapa perangkat dan 1 komputer untuk operator. Dan rencana akan dibangun lagi tempat untuk multimedia.

III.     Kawasan pemanfaatan
a.       Pemanfaatan media
Pertanyaan: Bagaimana pemanfaatkan media dalam pembelajaran?
Jawaban: Guru menggunakan media saat proses pembelajaran dengan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh pengatur ruang multimedia. Karena keterbatasan media yang ada.
Manfaat dari penggunaan media tersebut yaitu:
1.      Motivasi siswa lebih tinggi dari pada mengkonvensionlakn ceramah
2.      Lebih cepat paham siswa karena tidak hanya tau, melihat, tapi juga berbuat.
3.      Lebih efektif dan efisien.
Kendala:
1.      Penggunaan media komputer dan multimedia tidak semua guru bisa. Solusinya guru tersebut menggunakan teknisi tersendiri.
2.      Jumlah sarana dan prasarana yang berbasis teknologi terbatas.
Solusinya memaksimalkan fasilitas yang ada.
b.      Divusi inofasi
Pertanyaan: Bagaimana timbal balik antara siswa dan guru terhadap penggunaan media dalam pembelajaran?
Jawaban: Siswa lebih mudah memahami materi yang diterimanya yang disampaikan oleh guru melalui media tersebut sehingga tercapai tujuan pembelajaran.
c.       Implementasi dan institusionalisasi.

d.      Kebijakan dan regulasi.
Pertanyaan :dalam penggunaan media apakah ada kebijakan tertentu dan hal yang mempengaruhinya?
Jawabannya :

IV.     Kawasan pengelolaan
1.      Pengelolaan proyek.
Pertanyaan: bagaimana pengelolaan media-media yang tersedia di sekolah ini?
Jawaban : dalam pengelolaan media-media yang ada kami telah menyerahkan kepada tenaga-tenaga ahli pada bidangnya masing-masing. Mereka yang mengatur semua proses yang ada seperti jadwal pembelajaran bagi siswa dan penggunaan multimedia. Seperti dalam lab computer kepala lab mengatur jadwal pembelajaran dan sebagai operator juga pengajar.
Kendala : masih terbatasnya tenaga ahli dalam pengelolaan
Solusi : memaksimalkan tenaga ahli yang ada.
2.      Pengelolaan sumber.
Pertanyaan : dari semua media yang tersedia bagaimana pendanaanya?
Jawaban :sumber dana dalam pengelolaan media yang ada kita dapatkan dari beberapa sumber dianatara yaitu dari bantuan pemerintah, dari pengajuan proposal dan dari pihak sekolah atau yayasan.
3.      Pengelolaan sistem penyampaian
Pertanyaan : bagaimana sistem penyampaian bahan pembelajaran kepada peserta didik dengan memanfaatkan media yang ada?
Jawaban : sistem penyampaianya disesuaikan dengan tingkatan kelas peserta didik dan bahan apa yang akan disajikan kepada peserta didik.
4.      Pengelolaan informasi.
 Pertanyaan :
  V.     Kawasan penilaian.
Pertanyaan : bagaimana pengevaluasian sekolah terhadap kinerja guru di madrasah ini?
Jawab: setiap satu bulan sekali di adakan rapat dinas untuk mengevaluasi semua kinerja guru. Biasanya evaluasi ini di lakukan pada hari sabtu di akhir bulan.
Kendala: pada saat pengevaluasian terkadang ada bebrapa guru yang tidak bisa hadir.
Pertanyaan : bagaimana guru mengevaluasi hasil belajar dan mengetahui sejauhmana pengetahuan siswa?
Jawab : guru berpatokan pada ketentuan-ketentuan evaluasi dari sekolah. Ketentuan evaluasi dari sekolah yaitu: 2 X rata-rata harian + ulangan Mid + ulangan semester : 4.
kemudian bagi siswa yang nilainya di bawah standar di adakan remedial pada saat ulangan harian, karena di harapkan pada saat smester tidak ada yang remidi. Ulangan harian di beri bobot yang lebih tinggi, karenakan di kalikan dua.
Pertanyaan : bagaimana sistem penerimaan siswa baru dan standar kelulusan siswa?
Jawaban : sistem penerimaan siswa disekolah ini yaitu dengan mempertimbangkan nilai ujian nasional dari SD atau madrasah, tes tulis dan tes baca tulis al-quran.
Mengenai kelulusan standar minimalnya mereka memenuhi standar kelulusan secara umum dari mata pelajaran yang di ujian nasional dan dari madrasah sendiri siswa bisa memenuhi target yang pertama : siswa hafal juz amma minimal surat al-fatikah sampai surat ad-dhuha, kedua : siswa hafal asmaul khusna beserta doanya, ketiga : ujian praktek baca tulis al-quran dan ibadah yang lain.
Pertanyaan :apabila siswa memenuhi standar kelulusan nasional akan tetapi tidak lulus dalam standar kelulusan dari sekolah bagaimana kebijakan dari sekolah?
Jawaban : melihat dari situasi dan kondisi masyarakat kita sesuaikan agar tidak terjadi komplain maka kita tetap meluluskan dengan persyaratan mereka mengulang ujian dari madrasah sampai mereka bisa memenuhi standar kompetensi yang telah ditentukan. 

Dokumentasi: