proses belajar

PENDAHULUAN
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang vital. Seperti yang kita ketahui bahwasanya mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar.  Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar murid, agar ia dapat memberikan bimbingan  dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi murid-murid.
Belajar merupakan suatu proses yang harus ditempuh oleh siswa, tetapi esensi dan hakikatnya harus dipahami oleh guru agar dalam pelaksanaannya guru dapat mengelolah dan membimbing proses pembelajaran sesuai dengan kaidah-kaidah pembelajaran yang efektif. Disamping itu, guru akan dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang optimal dalam rangka mendukung proses guna mencapai hasil belajar yang diharapkan.  Oleh karena itu, guru perlu belajar memahami hakikat belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dan cirri-ciri perubahan yang disebabakan oleh belajar.
Uraian diatas menunjukkan bahwa pentingnya  pemahaman guru tentang pengertian dan hakikat belajar. Dengan pemahaman tersebut diharapkan guru dapat menciptakan pembelajaran yang efektif. Marilah kita kaji apa yang dimaksud pengertian dan hakikat be;lajar, cirri-ciri, factor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil berlajar, penyebab kesulitan belajar dan cara mengatasinya.

RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas dapat kami rumuskan beberapa permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah kami, yaitu:
1.      Bagaimana pengertian belajar?
2.      Bagaimana hakekat belajar?
3.      Bagaimana ciri-ciri belajar?
4.      Apa saja factor yang mempengaruhi belajar?
5.      Apa saja penyebab kesulitan belajar?
6.      Bagimana usaha mengatasi kesulitan belajar?
PEMBAHASAN
a. Pengertian Belajar
Hilgard dan Bower mengemukakan “belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang”.
Gagne menyatakan bahwa “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum dia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi”.
Morgan mengemukakan “belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu haisl dari latihan atau pengalaman”.[1]
Dari beberapa pengertian belajar yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tinghkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingakungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.[2]
b. Hakekat Belajar
Dari pengertian belajar yang telah diuraikan, ada kata yang sangat penting untuk dibahas pada bagian ini, yakni kata “perubahan” atau change. Change adalah sebuah kata dalam bahasa inggris yang bila diindonesiakan berarti “perubahan”. Ketika kata “perubahan” dibicarakan dan dipermasalahkan maka pembicaraan sudah menyangkut permasalahan mendasar dari masalah belajar. Adapun formasi kata dan kalimat yang dirangkai oleh para ahli untuk memberikan pengertian belajar, maka intinya tidak lain adalah masalah “perubahan” yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Perubahan yang terjadi tentu saja perubahan yang sesuai dengan perubahan yang dikehendaki oleh pengertian belajar.
Oleh karena itu, seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka individu itu dikatakan belajar. Tetapi perlu diingatkan bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tinglkah laku. Sedangkan perubahan tingkah laku akibat mabuk, kecelakaan, gila, dan sebagainya bukanlah kategori belajar yang dimaksud. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil belajar.
c. Ciri-ciri belajar
1.      Perubahan yang Terjadi Secara Sadar
Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
2.      Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus-menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3.      Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar dilakukan, makkin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.
4.      Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara
Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis dan sebagainya tidak digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi bersifat menetap atau permanen. Ini bearti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
5.      Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkkah laku yang benar-benar disadari.
6.      Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.[3]
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
a.       Faktor Individu
Faktor individu mencakup aspek jasmaniah dan rohaniah. Aspek jasmaniah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani dari individu. Tiap orang memiliki kondisi fisik yang berbeda, ada yang tahan belajar selama 5-6 jam terus menerus, tetapi ada juga yang hanya tahan 1-2 jam saja. Kondisi fisik menyangkut kelengkapan dan kesehatan indra penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pencecapan. Indra yang paling penting dalam belajar adalah indra penglihatan dan pendengaran. Kesehatan merupakan syarat muthlak bagi keberhasilan belajar.
Aspek psikis atau rohaniah tidak kalah pentingnya dalam  belajar. Aspek psikis menyangkut kondisi kesehatan psikis, kemampuan-kemampuan inutelektual, social, psikomotor individu. Untuk kelancaran belajar belajar bukan hanya dituntut kesehatan hjasmani saja, tetapi juga kesehatan rohaniah juga. Seseorang dikatakan sehat rohaniyah adalah orang yang terbebas dari tekanan-tekanan batin yang mendalam, frustasi, dan konflik-konflik psikis.
Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar; menyangkut kecerdasan dan bakat-bakat. Kondisi social menyangkut hubungan sisiwa dengan  orang lain, baik guru, teman atau orang tuanya. Keberhasilan belajar seseorang juga dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, memecahkan masalah, diskusi, dll.
b.      Faktor Lingkungan
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam pendidikan. Memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketidakutuhan dalam keluarga akan menimbulkan kekuranganseimbangan baik dalam pelaksanaan tugas-tugas keluarga maupun dalam memikul beban-beban social psikologis keluarga. Hal ini akan menimbulkan konsentrasi dalam belajar. Selain itu lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat jug memegang peranan yang sangat penting dalam belajar.[4]
e. Beberapa Penyebab Kesulitan Belajar
Banyak sudah para ahli yang mengemukakan factor-faktor penyebab kesulitan belajar dengan sudut pandang mereka masing-masing. Ada yang meninjaunya dari sudut intern anak didik dan ekstern anak didik. Muhibbin Syah, misalnya, melihatnya dari kedua aspek diatas. Menurutnya factor-faktor anak didik meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik anak didik, yakni sebagai berikut:
a)      Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi anak didik.
b)      Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap
c)      Yang bersifat psikomotor (ranah rasa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga)
Sedangkan factor ekstern anak didik meliputi semua situasi dan didik. Factor lingkungan ini meliputi:
a.       Lingkungan keluarga, contohnya; ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b.      Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya; wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
c.       Lingkungan sekolah, misalnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Selain factor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula factor-faktor lain yang juga menimbulkan ktor-faktor ini dipandang sebagai kesulitan belajar anak didik. Factor-faktor ini dipandang sebagai factor khusus. Misalnya sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) berarti satuan gejala yang muncul sebagai indicator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Sindrom itu misalnya disleksia (dyslexia), yaitu ketidakmampuan belajar membaca, disgraffia (dysgraphia), yaitu ketidakmampuan belajar menulis,  diskalkulia (dyscalculia), yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
Anak didik yang memiliki sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki IQ yang normal dan bahkan diantaranya adanya yang memiliki kecerdasan diatas raata-rata. Oleh karena itu kesulitan belajar anak didik yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan ringan pada otak (minimal) brain dysfungtion.[5]
f. Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar
Dalam rangka uasaha mengatasi kesulitan belajar tifdak bias diabaikan dengan kegiatan mencari factor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari sumber-sumber penyabab utama dan sumber-summber penyebab penyerta lainnya mutlak dilakukan secara akurat, afektif dan efisien. Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu diyempuh dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar anak didik, dapat dilakukan melalui enam tahap, yaitu diantaranya sebagai berikut:
1)      Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar diperlukan  banyak informasi. Untuk memperoleh informasi perlu diadakan pengamatan langsung terhadap objek yang bermasalah. Teknik interview (wawancara) ataupun teknik dokumentasi dapat dipaakai untuk mengumpulkan data. Baik teknik observasi dan interviaew maupun dokumentasi, ketiganya saling melengkapi dalam rangka keakuratan data. Usaha lain yang dapat dilakukan dalam usaha pengimpulan data bias melalui kegiatan sebagai berikut:
a.       Kunjungan rumah
b.      Case study
c.       Case history
d.      Daftar pribadi
e.       Meneliti pekerjaan anak
f.       Meneliti tugas kelompok
g.      Melakukan tes, baik tes IQ maupun tes prestasi
Dalam pelaksanaannya, semua metode itu tidak mesti digunakan bersama-sama, tetapi tergantung pada permasalahannya, kompleks atau tidak. Semakin rumit masalahnya, semakin banyak kemungkinan metode yang dapat digunakan.
2)      Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul tidak akan ada artinya jika tidak diolah secara cermat. Faltor-faktor penyebaba kesulitan belajar anak didik jelas tidak daapat diketahui,karena data yang terkumpul itu masih mentah, belum dianalisis secara seksama. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka pengolahan data adalah sebagi beriut:
a.       Identifikasi kasus
b.      Membandingkan antar kasus
c.       Membandingkan dengan hasil tes
d.      Menarik kesimpulan
3)      Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Tentu saja keputusan yang diambil setelah dilakukan analisis terhadap data yang diolah itu. Diagnosis dapat berupa hal-hal berikut:
a.       Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak didik, yaiut berat ringannya tingkat kesulitan yang dirasakan anak didik.
b.      Keputusan mengenai factor-faktor yang ikut menjadi sumber kesulitan belajar anak didik.
c.       Keputusan mengenai faktorutama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik.
4)      Prognosis
Keputusan yang diambil berdasarkan ahsil diagnosis menjadi dasar pijakan dalam kegiatan prognosis. Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar. Dalam penyusunan program bantuan terhadap anak didik yang berkesulitan belajar dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan dengan rumus 5W+1H.
5)      Treatmen
Treatment adalah perklakuan. Perlakuan disini dimaksudkan adalah pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang dapat diberikan adalah:
a.       Melalui bimbangan belajar individual
b.      Melalui bimbangan belajar kelompok
c.       Melalui remedial teaching untuk mata pelajaran tertentu
d.      Melalui bimbingan orang tua dirumah
e.       Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis
f.       Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik secar umum
g.      Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran
6)      Evaluasi
Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengan baik. Artinya ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar, atau gagal sama sekali.[6]
KESIMPULAN
PENUTUP
Demikianlah makalah dari kami. Semoga bermanfaat. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami buat. Untuk itu demi perbaikan makalah kami selanjutnya, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Syaiful Djamarah. 2002.  Psikologi Belajar. Rineka Cipta: Jakarta.
Syaodih, Nana Sukmadinata. 2009. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikaan. Remaja Rosdakarya: Bandung.







0 komentar: