Tujuan Pendidikan Islam

A.     PENDAHULUAN
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan tujuannya pun bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
Tujuan mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Disamping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.
Menurut Sikun Pribadi, tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan dan saripati dari seluruh renungan pedagogik.[1]  Dengan demikian tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan jalannya pendidikan sehingga perlu dirumuskan sebaik-baiknya sebelum semua kegiatan pendidikan dilaksanakan. Karena suatu pekerjaan tanpa tujuan yang jelas akan menimbulkan suatu ketidak menentukan dalam prosesnya. Lebih-lebih pendidikan  yang bersasaran pada hidup psikologi manusia didik yang masih berada pada taraf perkembangan, maka tujuan merupakan faktor yang paling penting dalam proses pendidikan itu, oleh karena dengan adanya tujuan yang jelas, materi pelajaran dan metode-metode yang dipergunakan, mendapat corak dan isi serta potensialitas yang sejalan dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan pendidikan.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa permasalahan yaitu :
1.      Apa pengertian tujuan pendidikan Islam?
2.      Apa saja prinsip-prinsip dalam formulasi tujuan pendidikan islam?
3.      Apa macam-macam tujuan pendidikan Islam?
4.      Apa taksonomi tujuan pendidikan Islam?
5.      Apa fungsi penetapan tujuan dalam pendidikan Islam?

C.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian tujuan pendidikan Islam
      Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tujuan adalah arah; haluan (jurusan); yang dituju; maksud; tuntutan (yang dituntut).[2] Sedangkan dalam bahasa Arab dinyatakan dengan kata-kata “ghayat” atau “ahdhaf” atau “maqasid” yang berarti tujuan atau sasaran atau maksud. Dalam bahasa Inggris “tujuan” dikatakan dengan goal, perpose, objectives atau aim.      
      Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama yaitu “arah suatu perbuatan atau yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas,” yang  menunjukkan kepada futuritas (masa depan) yang terletak pada suatu jarak tertentu yang tak akan dapat dicapai kecuali dengan usaha (ikhtiar) melalui proses tertentu pula.
      Bila pengertian tujuan itu diterapkan dalam kurikulum pendidikan jelaslah secara operasional mengandung makna sama dengan “maksud” hanya dapat dibedakan dalam arahnya yaitu tujuan arahnya bersifat umum  yang individual, sedang maksud atau perpose dalam pendidikan, mengandung arti arah yang ditunjukkan pada individualitas dilihat dari aspek potensialitas dari dalam pribadi manusia didik.
      Dalam adagium ushuliyah dinyatakan bahwa: ”al-umur bi maqqshidiha”, bahwa setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yng telah ditetapkan.[3] Karena itulah, tujuan pendidikan Islam menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain.
      Al-Ghazali mengarahkan tujuan pendidikan kepada dua sasaran yaitu kesempurnaan insani yang tujuannya taqorrub atau mendekatkan diri kepada Allah, dan kesmpurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[4] Menurut konferensi dunia pertama tentang pendidikan islam(1977) berkesimpulan bahwa tujuan akhir pendidikan islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah. Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.[5] Meskipun banyak pendapat tentang pengertian tujuan, akan tetapi pada umumnya pengertian itu berpusat pada usaha atau perbuatan yang dilaksanakan untuk suatu maksud tertentu.
      Tujuan dalam proses pendidikan Islam adalah idealitas atau (cita-cita) yang mengadung nilai-nilai islami yang hendak diwujudkan dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap.[6] Tujuan pendidikan Islam dengan demikian merupakan penggambaran nilai-nilai islami yang hendak diwujudkan dalam pribadi manusia didik pada akhir dari proses tersebut. Dengan istilah lain, tujuan pendidikan Islam adalah pewujudan nilai-nilai islami dalam pribadi manusia didik yang diikhtiarkan oleh pendidik muslim melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang mengambangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.
      Tujuan pendidikan Islam sama luasnya dengan kebutuhan manusia modern masa kini dan masa yang akan datang. Dimana manusia tidak hanya memerlukan iman atau agama melainkan juga ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia sebagai sarana untuk mencapai kehidupan spiritual yang berbahagia di akhirat.
     Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Islam adalah kesempurnaan ruh (jiwa) manusia yang pada hakikatnya menjadi inti keberadaan manusia dalam perjuangan hidupnya mencari keridhaan Allah, guna mengantarkan dan mengarahkan manusia dalam upaya memantapkan dan menjaga kesucian jiwanya. Dapat pula dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim seutuhnya adalah pribadi yang ideal menurut ajaran Islam yakni, meliputi aspek-aspek individual, sosial dan aspek intelektual. Semua aspek itu adalah sesuai dengan hakikatnya sebagai seorang muslim yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah Swt, sesuai tuntunan Alquran.

2.      Prinsip-prinsip Tujuan Pendidikan Islam
      Tujuan pendidikan Islam mempunyai beberapa prinsip tertentu, guna menghantar tercapainya tujuan pendidikan. Prinsip tersebut antara lain:[7]
a.    Prinsip universal (syumuliyah). Prinsip yang memandang keseluruhan aspek agama (akidah, ibadah dan akhlak, serta muamalah), manusia (jasmani, rohani, dan nafsani), masyarakat dan tatanan kehidupannya, serta adanya wujud jagat raya dan hidup. Prinsip ini menimbulkan formulasi tujuan pendidikan dengan membuka, mengembangkan dan mendidik segala aspek pribadi manusia dan kesediaan-kesediaan segala dayanya, dan meningkatkan keadaan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik untuk menyelesaikan semua masalah dalam menghadapi tuntutan masa depan.
b.    Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun qaiqtishadiyah). Prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi, berbagai kebutuhan individu dan komunitas, serta tuntutan pemeliharaan kebudayaan silam dengan kebutuhan kebudayaan masa kini serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan akan terjadi.
c.    Prinsip kejelasan (tabayun). Prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang memberi kejelasan terhadap kejiwaan manusia (qalb, akal dan hawa nafsu) dan hukum masalah yang dihadapi, sehingga terwujud tujuan, kurikulum, dan metode pendidikan.
d.    Prinsip tak bertentangan. Prinsip yang di dalamnya terdapat ketiadaan pertentangan antara berbagai unsur dan cara pelaksanaannya, sehingga antara satu komponen dengan komponen lain saling mendukung.
e.    Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan. Prinsip yang menyatakan tidak adanya khayalan dalam kandungan program pendidikan, tidak berlebih-lebihan, serta adanya kaidah yang praktis dan realistis, yang sesuai dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi, sosiopolitik, dan sosiokultural yang ada. 
f.     Prinsip perubahan yang diingini. Prinsip perubahan struktur diri manusia yang meliputi jasmaniah, ruhaniyah dan nafsiyah, serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan pendidikan (QS. Ar-Ra’d:11).
g.    Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu. Prinsip yang memerhatikan perbedaan peserta didik, baik ciri-ciri, kebutuhan, kecerdasan, kebolehan, minat, sikap, tahap pematangan jasmani, akal, emosi, sosial, dan segala aspeknya. Prinsip ini berpijak pada asumsi bahwa semua individu “tidak sama” dengan yang lain.
h.    Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pelaku pendidikan serta lingkungan di mana pendidikan itu dilaksanakan.

3.      Macam-macam Tujuan Pendidikan Islam
      Sebagian ulama’ ada yang merumuskan tujuan pendidikan Islam yang didasarkan atas cita-cita hidup umat Islam yang menginginkan kehidupan duniawi dan ukhrowi yang bahagia secara harmonis.
Dari berbagai macam tujuan pendidikan yang ada, terdapat dua macam tujuan yang prinsipil, yakni: [8]
1.      Tujuan Keagamaaan (Al Ghardud Diny)
      Setiap orang Islam pada hakikatnya adalah insan agama yang bercita-cita, berpikir, beramal, untuk hidup akhiratnya, berdasarkan atas petunjuk dari wahyu Allah melalui Rosulullah. Kecenderungan hidup keagamaan ini merupakan ruhnya agama yang berkembangnya dipimpin oleh ajaran Islam yang murni, bersumber pada kitab suci yang menjelaskan serta menerangkan tentang perkara haq (benar), tentang tugas kewajiban manusia untuk mengikuti yang benar itu, menjauhi yang bathil dan sesat atau mungkar, yang semuanya telah diwujudkan dalam syariat agama yang berdasarkan nilai-nilai mutlak dan norma-normanya telah ditetapkan oleh Allah Yang tak berubah-ubah menurut selera nafsu manusia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam penuh dengan nilai rohaniah islami dan berorientasi kepada kebahagiaan hidup di akhirat.[9]
     Dengan demikian yang dimaksud dengan tujuan keagamaan (Al Ghardud Diny) ini  adalah bahwa setiap pribadi muslim  beramal untuk akhirat atas petunjuk dan ilham keagamaan yang benar, yang tumbuh dan dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci. Tujuan ini difokuskan pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syariat Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju ma’rifat kepada Allah. Sebagaimana ayat Alqur'an  QS. Al A’laa:14-17 yang artinya:
“sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan dirinya (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya lalu dia bersembahyang, tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”
     Tujuan keagamaan mempertemukan diri pribadi terhadap tuhannya melalui kitab-kitab suci menjelaskan tentang hak dan kewajiban, sunat dan yang fardhu bagi seorang mukallaf.
     Tujuan ini menurut pandangan pendidikan Islam dan para pendidik muslim mengandung essensi yang amat penting dalam kaitannya dengan pembinaan kepribadian individual diibaratkan sebagai anggota masyarakat yang harus hidup di dalamnya dengan banyak berbuat dan bekerja untuk membina sebuah gedung yang kokoh dan kuat. Di sini nampak jelas tentang pentingnya tujuan pendidikan ini. Karena sebenarnya agama itu sendiri mempunyai hubungan yang erat dengan sebagai aspek kejiwaan dan pendidikan kebudayaan secara ilmiyah dan falsafiyah. Maka dari itu agama mengarahkan tujuannya kepada pencapaian ma’rifat tentang kebenaran yang haq yaitu Allah.
     Di samping itu tujuan keagamaan juga mengandung makna yang lebih luas yakni suatu petunjuk jalan yang benar di mana tiap pribadi muslim mengikutinya dengan ikhlas sepanjang hayatnya, dan juga masyarakat manusia berjalan secara manusiawi. 
     Dengan demikian agama sebenarnya memberikan berbagai topik pembahasan, di antaranya yang paling essensial ialah pembahasan dari sudut falsafah, misalnya agama berusaha memberikan analisis yang benar terhadap permasalahan wujud alam semesta dan tujuannya, dan agama menetapkan garis dan menjelaskan kepada kita jalan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Tentang kehidupan di akhirat filsafat juga berusaha menganalisis problem-problemnya.[10]
2.      Tujuan Keduniaan (Al Ghardud Dunyawi)
     Tujuan ini lebih mengutamakan pada upaya untuk mewujudkan kehidupan sejahtera di dunia dan kemanfaatannya. Tujuan pendidikan jenis ini dapat dibedakan menjadi bermacam-macam tujuan, misalnya tujuan pendidikan menurut paham pragmatisme, hanya menitikberatkan pada suatu kemanfaatan hidup manusia di dunia dan di mana ukuran-ukurannya sangat relatif, bergantung kepada kebudayaan atau peradaban manusia, nilai-nilai kehidupan didasarkan atas kecenderungan-kecenderungan hidup sosial budaya yang berbeda-beda menurut tempat dan waktu, menurut paham ini tujuan pendidikan selalu berubah-ubah menurut tuntutan waktu dan tempat di mana manusia berpacu mencapai kepuasan hidupnya.[11] Seperti yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan modern saat ini yang diarahkan kepada pekerjaan yang berguna (pragmatis) atau untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan masa depan. Paham pragmatisme ini dipelopori oleh ahli filsafat John Dewey dan William Kilpatrick. Para ahli filsafat pendidikan pragmatisme lebih mengarahkan pendidikan anak kepada gerakan amaliah (keterampilan) yang bermanfaat dalam pendidikan.[12] Tujuan pendidikan keduniaan menurut islam, terdapat dalam QS. Al-Jumu’ah:10 yang artinya:
“Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
     Maka dari ayat tersebut dapat dijadikan dasar untuk tujuan keduniaan menurut Islam, dimana faktor prosperty (kesejahteraan ) hidup dunia menjadi orientasinya. Dengan orientasi kepada nilai itu tujuan pendidikan tidak gersang dari nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

     Menurut Imam Ghazali tujuan pendidikan itu tergabung dalam agama dan dunia. Agama tidak akan teratur melainkan dengan teraturnya dunia, dan  dunia adalah tempat menyebar benih bagi akhirat dan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah bagi orang yang ingin mengambilnya menjadikan alat dan tempat tinggal.[13] Kesenangan dan kebahagiaan di dunia merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat, karena kebahagiaan dunia bersifat sementara. Jadi, kebahagiaan dunia merupakan tujuan sementara yang harus dicapai untuk tujuan yang lebih tinggi, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dalam rangka mencapai kebahagiaan akhirat.

3.         Taksonomi Tujuan Pendidikan Islam
A.     Pengertian Taksonomi
          Taksonomi berasal dari bahasa Yunani “tassein” yang berarti untuk mengklasifikasi, dan “nomos” yang berarti aturan. Suatu pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun berdasarkan ciri-ciri tertentu. Klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Klasifikasi bidang ilmu, kaidah, dan prinsip yang meliputi pengklasifikasian objek.[14]
          Ranah tujuan yang meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotor terkenal pada tahun 1965 melalui buku yang berjudul : Taxonomy of Edicational Objectives : Cognitive Domain (Taksonomi tujuan-tujuan pendidikan : bidang kognitif), oleh Benyamin S. Bloom, seorang Maha Guru dari Universitas Chicago setelah itu menyusul buku kedua : Taxonomy of Edicational objectives affective Domain, ditulis oleh Krathwohl cs, (1967) sedangkan buku ketiga berjudul : A Taxonomy of The Psychomotor Domain, ditulis oleh : Anita J. Harrow (1972). Ketiga buku inilah yang dijadikan dasar oleh dunia pendidikan sekarang ini.[15] Secara umum Nana Sudjana , mencantumkan rangkuman tujuan tujuan untuk tiap tiap bidang atau domain.
          Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya (tingkatannya). [16]
                                    Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1.      Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2.       Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.      Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor.
1.        Ranah Kognitif
Bloom membagi domain kognitif ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6). Aspek kognitif ini diurutkan secara hirarki piramidal. keenam aspek bersifat kontinum dan overlap (saling tumpang tindih) di mana aspek yang lebih tinggi meliputi semua aspek di bawahnya. (Daryanto, 1999: 102). Sistem klasifikasinya dapat digambarkan sebagai berikut:
a.       Pengetahuan (knowledge)
Subkategori ini berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.Pengetahuan yang dimaksud disini adalah sesuatu yang berhubungan dengan ingatan (recall) akan hal-hal yang khusus dan umum, ingatan akan metode dan proses, atau ingatan akan sebuah pola, struktur atau lokasi. Penekanan tujuan pengetahuan lebih banyak pada proses psikologis atas upaya untuk mengingat. Pengetahuan ini dapat dikategorisasi lagi menjadi:
1)      Pengetahuan khusus
Ingatan tentang potongan-potongan informasi yang spesifik dan dapat dipisahkan. Penekanannya terletak pada simbol dengan referen yang konkret. Simbol yang berada pada tingkat keabstrakan yang rendah tersebut dapat dianggap sebagai unsur yang membangun bentuk pengetahuan yang lebih rumit dan abstrak.
2)      Pengetahuan tentang cara dan alat untuk menangani hal-hal yang khusus. Pengetahuan tentang cara-cara mengatur, memelajari, menilai dan mengkritik yang meliputi metode bertanya, urutan kronologis dan standar penilaian pada suatu bidang serta pola pengaturan untuk menentukan dan mengatur wilayah bidang tersebut secara internal. Pengetahuan ini berada di tingkat menengah, diantara pengetahuan tentang hal-hal yang khusus dan pengetahuan tentang hal-hal yang umum.
3)      Pengetahuan tentang hal-hal umum dan hal-hal yang abstrak dalam satu bidang.
Pengetahuan tentang skema dan pola besar yang mengatur fenomena dan ide. Pengetahuan ini berupa struktur, teori dan generalisasi besar yang mendominasi suatu bidang atau yang biasa digunakan untuk memelajari fenomena atau menyelesaikan masalah. Pengetahuan ini memiliki tingkat keabstrakan dan kerumitan yang tertinggi.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Pengetahuan
Ada dua ciri penting dari butir soal pengetahuan yang baik. Ciri yang pertama adalah bahwa butir soal yang baik memiliki tingkat ketepatan dan pembedaan (exactness and discrimination) yang sama dengan tingkat ketepatan dan pembedaan yang digunakan pada pembelajaran sebelumnya. Jika guru yang mengajar pada tingkat awal pengetahuan tentang aturan berbahasa atau pengetahuan tentang metodologi dalam sejarah, butir soal pada materi tersebut tidak boleh menuntut pembedaan (discrimination) yang lebih rumit atau pemakaian yang lebih tepat (exact) daripada yang telah diajarkan. Ciri yang kedua adalah bahwa butir soal yang baik tidak boleh diekspresikan (couched) dalam istilah atau situasi yang baru bagi siswa. Jika ada penggunaan istilah yang belum dikenali siswa, maka guru tidak menguji pengetahuan yang telah diajarkan melainkan kosakata yang belum dikenali (unfamiliar vocabulary).
Dua jenis utama butir soal untuk pengetahuan adalah mengisi atau melengkapi (supply) dan pilihan (choice). Pada butir soal dengan jenis mengisi atau melengkapi (supply) para siswa memberikan jawaban berdasarkan ingatan sedangkan pada butir soal dengan jenis pilihan (choice) para siswa memilih dari sejumlah alternatif yang disediakan. Contoh-contohnya adalah sebagai berikut:
1) Mengisi atau melengkapi (supply)
Butir soal melengkapi (completion).
Secara langsung meminta siswa memberikan definisi, pernyataan dari suatu prinsip atau aturan, atau langkah-langkah sebuah metode.
Stimulus yang diberikan untuk mengingat disajikan dalam bentuk gambar atau suara.
2) Pilihan (choice)
·      Bentuk pilihan ganda untuk menguji pengetahuan terminologi atau fakta khusus.
·      Bentuk benar-salah untuk mendapatkan rapid sampling atau sample dari banyak pengetahuan dengan cepat.
·      Butir soal menjodohkan (matching)
Kemampuan dan Keterampilan Intelektual
Kemampuan dan keterampilan mengacu pada bentuk pengoperasian yang teratur dan teknik yang tergeneralisasi dalam memecahkan suatu materi dan masalah. Materi dan masalah tersebut mungkin saja hanya membutuhkan sedikit atau malah sama sekali tidak membutuhkan informasi yang khusus dan bersifat teknis. Materi dan masalah tersebut juga bisa berada di tingkatan yang lebih tinggi sehingga untuk memecahkannya diperlukan informasi khusus yang bersifat teknis. Tujuan kemampuan dan keterampilan menekankan pada proses mental dalam mengatur dan mengatur kembali materi untuk mencapai tujuan tertentu.
b.      Pemahaman (comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Komprehensi merupakan pemahaman atau pengertian seperti ketika seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi atau ide yang sedang dikomunikasikan tersebut tanpa perlu menghubungkannya dengan materi lain atau melihat seluruh implikasinya. Kategorinya meliputi:
1)      Penerjemahan
Pemahaman yang dibuktikan dengan kecermatan dan akurasi untuk memparafrase (uraian dengan kata-kata sendiri) atau menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain atau satu bentuk komunikasi ke bentuk yang lain. Materi dalam komunikasi asli tetap terjaga meskipun bentuk komunikasinya telah diubah. Atau dapat juga dimaksudkan kemampuan mengubah konsep abstrak menjadi suatu model simbolik yang memudahkan orang mempelajarinya.
-          Kemampuan memahami pernyataan secara tersirat (metafora, simbolisme, ironi).
-          Keterampilan menerjemahkan materi verbal matematis ke dalam pernyataan simbolis dan sebaliknya.
2)      Interpretasi
Penjelasan atau peringkasan suatu komunikasi. Interpretasi berhubungan dengan pengaturan kembali atau suatu pandangan baru akan materi.
- Kemampuan menangkap pemikiran akan sebuah karya sebagai satu
   kesatuan pada tingkat generalitas manapun yang diinginkan.
 -  Kemampuan menginterpretasikan beragam jenis data sosial.
3)      Ekstrapolasi
Tren atau kecenderungan yang berlanjut melampaui data yang ada guna menentukan implikasi, konsekuensi, efek, dan sebagainya yang sesuai dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi asli.
- Kemampuan
 mengambil kesimpulan dengan cepat atas sebuah karya dalam bentuk pendapat yang disusun dari pernyataan-pernyataan yang eksplisit.
c.       Penerapan (aplication)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja.Pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret tertentu. Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atas prosedur, atau metode umum dan juga dapat dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan dalam situasi baru dan kongkrit. Penerapan terhadap fenomena yang dibicarakan dalam satu makalah mengenai istilah atau konsep ilmiah yang digunakan pada makalah lain. Kemampuan memprediksi efek yang mungkin timbul akibat perubahan pada suatu faktor terhadap suatu situasi biologis yang telah ada dalam equilimbrium. Pengembangan Tes untuk Tujuan penerapan. Delapan perilaku yang menunjukkan kemampuan melakukan penerapan adalah :
1)      Menemukan prinsip generalisasi yang tepat atau relevan.
2)       Menyatakan kembali (restate) sebuah masalah guna menentukan prinsip dan generalisasi yang diperlukan
3)      Merinci batasan suatu prinsip atau generalisasi yang membuat prinsip atau generalisasi yang benar dan relevan.
4)      Mengetahui perkecualian atas suatu generalisasi tertentu
5)      Menjelaskan fenomena baru yang terdapat pada prinsip atau generalisasi yang telah diketahui.
6)      Melakukan prediksi dengan berdasarkan pada prinsip dan generalisasi yang tepat.
7)       Menentukan atau menunjukkan kebenaran (justify) suatu tindakan atau keputusan
8)      Menyatakan alasan yang mendukung penggunaan suatu prinsip atau generalisasi
d.      Analisis
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit.
1)      Analisis  tentang unsur
·         Pengidentifikasian unsur-unsur yang ada dalam suatu komunikasi.
·         Kemampuan untuk mengetahui asumsi yang tidak terungkapkan.
·         Keterampilan dalam membedakan fakta dari hipotesis.
2)      Analisis tentang hubungan
·         Hubungan dan interaksi antara unsur-unsur dan bagian-bagian suatu komunikasi.
·         Kemampuan untuk memeriksa konsistensi atau ketetapan hipotese dengan inforamsi dan asumsi yang ada.
·         Keterampilan dalam memahami hubungan antara ide-ide dalam sebuah bacaan.
3.       Analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan
·         Pengorganisasian, pengaturan sistematis, dan struktur yang menyatukan komunikasi.
·          Kemampuan untuk mengetahui bentuk dan pola dalam karya sastra atau karya seni sebagai alat untuk memahami artinya.
·          Keterampilan untuk mengetahui teknik umum yang digunakan dalam materi yang bersifat persuasif, seperti iklan, propaganda, dan sebagainya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Analisis
Kemampuan menganalisis adalah serangkaian keterampilan dan perilaku rumit yang dapat dipelajari siswa melalui praktek dengan beragam materi. Ada enam perilaku yang menunjukkan kemampuan menganalisis,yaitu:
1) Mengklasifikasikan kata, frasa atau pernyataan subkategori taksonomi analisis tentang unsur. 2) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas atau ciri yang tidak dinyatakan secara langsung (subkategori taksonomi analisis tentang unsur). 3) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas, asumsi atau kondisi yang telah dinyatakan (subkategori taksonomi analisis tentang hubungan). 4) Menggunakan kriteria untuk melihat dengan jelas (discern) pola atau urutan (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan). 5) Mengetahui prinsip atau pola yang menjadi dasar suatu dokumen atau karya (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan). 6) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kerangka kerja, tujuan atau sudut pandang (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
e.    Sintesis
Penyatuan unsur-unsur dan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang berhubungan dengan proses bekerja dengan potongan-potongan, bagian-bagian, unsur-unsur, dana sebagainya, dan mengatur serta menggabungkannya dengan sedemikian rupa guna membentuk suatu pola atau struktur yang sebelumnya tidak jelas.

1) Penghasilan (production) suatu komunikasi yang unik
Pengembangan dari suatu komunikasi dimana penulis atau pembicara berupaya untuk menyampaikan ide, perasaan, dan/atau pengalaman pada orang lain.
-          Keterampilan dalam menulis, dengan menggunakan suatu pengaturan ide dan pernyataan yang sangat baik.
-   Kemampuan untuk mengungkapkan pengalaman pribadi dengan efektif.

2)
   Penghasilan (production) sebuah rencana atau serangkaian operasi yang diajukan. Pengembangan dari suatu rencana kerja atau proposal atas sebuah rencana operasi, yang harus memenuhi persyaratan tugas yang mungkin diberikan pada siswa atau mungkin pula dikembangkannya sendiri.
-          Kemampuan mengajukan cara-cara untuk menguji hipotesis.
-          Kemampuan merencanakan sebuah unit instruksi untuk situasi mengajar tertentu.

3)
  Penemuan serangkaian hubungan yang abstrak
Pengembangan dari seperangkat hubungan yang abstrak baik untuk mengklasifikasi maupun untuk menjelaskan data atau fenomena tertentu, atau deduksi dari pernyataan dan hubungan dari seperangkat pernyataan dasar atau representasi secara simbolis.
-          Kemampuan merumuskan hipotesis yang tepat dengan berdasarkan pada suatu analisis dari faktor-faktor yang terlibat, dan untuk memodifikasi hipotesis tersebut sesuai dengan faktor dan pertimbangan baru.
-          Kemampuan membuat penemuan dan generalisasi secara matemati.
f.         Evaluasi
Penilaian (judgments) kuantitatif dan kualitatif mengenai nilai dari suatu materi dan metode untuk tujuan tertentu dengan menggunakan standar penilaian yang kriterianya dapat ditentukan oleh siswa sendiri atau ditentukan sebelumnya dan kemudian diberikan pada siswa tersebut.
1)      Penilaian (judgments) atas bukti internal
Evaluasi atas akurasi dari suatu komunikasi yang dibuktikan melalui akurasi yang logis, konsistensi dan kriteria internal lainnya.
Menilai (judging) melalui standar internal, kemampuan untuk menilai probabilitas umum dari akurasi dalam melaporkan fakta dari kecermatan atas ketepatan pernyataan, dokumentasi, bukti dan sebagainya.
Kemampuan menunjukkan kekeliruan (fallacies) secara logis dalam argumen.

2)
 Penilaian (judgments) atas kriteria eksternal
Evaluasi atas materi dengan mengacu pada kriteria yang telah dipilih atau diingat.
Perbandingan dari teori besar, generalisasi, dan fakta mengenai budaya tertentu.
Menilai (judging) melalui standar eksternal, kemampuan untuk membandingkan sebuah karya dengan standar tertinggi dalam bidangnya –terutama dengan karya-karya lain yang diakui kehebatannya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Evaluasi
Terdapat enam perilaku yang menunjukkan kemampuan untuk melakukan evaluasi, yaitu:
1)      Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan akurasi, ketepatan (precision), dan kecermatan (akurasi internal).
2)      Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan konsistensi atas argumen; hubungan antara asumsi, bukti, dan kesimpulan, dan konsistensi internal dari logika dan pengaturan (organization) (konsistensi internal).
3)      Mengetahui nilai dan sudut pandang yang digunakan pada penilaian (judgments) atas sebuah karya (kriteria internal).
4)      Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan membandingkannya dengan karya lain yang relevan (kriteria eksternal).
5)      Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan menggunakan seperangkat kriteria atau standar yang tersedia (kriteria eksternal).
6)      Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya menggunakan seperangkat kriteria atau standar eksplisit yang dimiliki siswa (kriteria eksternal)
Pada prinsipnya untuk ranah kognitif untuk keperluan evaluasi pengajaran dapat dikembangkan teknik tes dalam bentuk objektif dan uraian.

2.
   Ranah Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol dengan lima subkategori; penerimaan (Receiving/Attending), tanggapan (Responding), penghargaan/penilaian (Valuing), pengorganisasian (Organization), dan karakterisasi berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex).
 a. Penerimaan (berkonsentrasi / attending)
Siswa menjadi peka terhadap keberadaan dari fenomena dan stimuli tertentu, sehingga ia bersedia menerima atau berkonsentrasi pada (attend to) fenomena dan stimuli tersebut. Ini merupakan langkah pertama yang penting dalam mengarahkan siswa untuk memelajari apa yang diinginkan guru.
1) Kesadaran
Kesadaran hampir merupakan perilaku kognitif. Pembelajar menyadari akan sesuatu yang kemudian dipertimbangkannya seperti sebuah situasi, fenomena, obyek, atau urusan tertentu. Seseorang mungkin saja tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata (verbalize) aspek-aspek stimulus yang menimbulkan kesadaran.

2) Kemauan untuk menerima
Menunjukkan perilaku bersedia menerima (tolerate) stimulus yang diberikan, bukan menghindarinya. Perilaku ini melibatkan adanya kenetralan atau penilaian yang tertunda (suspended judgment) terhadap stimulus.
 3) Perhatian yang terkontrol atau terpilih
Di tingkat ini penerimaan masih tanpa ketegangan atau asesmen dan siswa mungkin tidak tahu istilah atau simbol teknis untuk menggambarkan sebuah fenomena dengan benar dan tepat pada orang lain. Terdapat unsur dimana pembelajar mengontrol perhatian sehingga ia dapat memilih dan menerima stimulus yang diinginkan.

b. Respon (tanggapan)
Menunjukkan keinginan atau hasrat bahwa seorang anak menjadi terlibat dalam atau memberikan komitmen pada suatu subyek, fenomena, atau kegiatan sehingga ia akan mencari dan memeroleh kepuasan untuk bekerja dengan atau melibatkan diri pada subyek, fenomena, atau kegiatan tersebut.
1)      Kepasrahan (acquiescence) dalam merespon
Terdapat suatu perilaku yang pasif dan stimulus yang memancing perilaku ini sulit untuk diterima atau digambarkan (subtle). Terdapat lebih banyak unsur reaksi terhadap sebuah gagasan dan lebih sedikit implikasi dari penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly).
2)      Kesediaan untuk merespon
Pembelajar cukup berkomitmen untuk menunjukkan perilaku bahwa ia bersedia   untuk merespon bukan karena takut akan hukuman, namun karena “dirinya  sendiri” atau secara sukarela. Unsur penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly) yang ada pada tingkat sebelumnya, kini digantikan oleh persetujuan yang berasal dari pilihan pribadi seseorang.
3)        Kepuasan dalam merespon
Unsur tambahan pada langkah yang melampaui tingkat respon secara sukarela, adalah bahwa perilaku yang tampak disertai dengan rasa puas, suatu respon emosional, yang umumnya menunjukkan rasa senang, kegembiraan atau suka cita.
c.                    Menilai (Valuing)
Konsep nilai yang abstrak ini sebagian merupakan hasil dari penilaian (valuing) atau asesmen (assessment) dan juga merupakan hasil sosial yang perlahan-lahan telah terserap dalam diri siswa (internalized) atau diterima dan digunakan siswa sebagai kriteria untuk melakukan penilaian. Unsur utama yang terdapat pada perilaku dalam melakukan penilaian adalah bahwa perilaku tersebut dimotivasi, bukan oleh keinginan untuk menjadi siswa yang patuh, namun oleh komitmen terhadap nilai yang mendasari munculnya perilaku.
1)      Penerimaan atas nilai
Ciri utama perilaku ini adalah konsistensi respon pada kelompok obyek, fenomena, dan sebagainya, yang digunakan untuk mengidentifikasi keyakinan atau sikap.

2)      Pemilihan atas nilai
Perilaku pada tingkatan ini tidak hanya menunjukkan penerimaan seseorang atas suatu nilai sehingga ia bersedia diidentifikasi berdasarkan nilai tersebut, namun ia juga cukup terikat pada nilai tersebut sehingga ia ingin mengejar, mencari, dan menginginkannya.

3)      Komitmen
Keyakinan pada tingkatan ini menunjukkan kadar kepastian yang tinggi. Komitmen merupakan penerimaan emosional yang kuat atas suatu keyakinan. Kesetiaan terhadap posisi, kelompok atau tujuan juga termasuk dalam komitmen.

d. Pengaturan (organization)
Ketika pembelajar telah menyerap nilai, ia menemui situasi dimana ada lebih dari satu nilai yang relevan sehingga ia perlu melakukan (a) pengaturan beberapa nilai ke dalam sebuah sistem, (b) penentuan hubungan diantara nilai-nilai tersebut, dan (c) penetapan nilai-nilai yang dominan dan mencakup segala hal.
1)      Konseptualisasi suatu nilai
Pada tingkatan ini kualitas keabstrakan atau konseptualisasi menjadi bertambah yang membuat seseorang melihat bagaimana nilai tersebut berhubungan dengan nilai yang telah diyakininya atau nilai baru yang akan diyakininya.

2)      Pengaturan suatu sistem nilai
Meminta pembelajar untuk menyatukan sekelompok nilai yang sama, atau mungkin nilai-nilai yang berbeda, dan membawanya ke dalam suatu hubungan dengan nilai lain yang telah diatur dengan baik. Pengaturan nilai dapat menghasilkan sintesis yang berupa suatu nilai baru atau kelompok nilai dengan tingkatan yang lebih tinggi.
e.               Karakterisasi melalui suatu nilai atau kelompok nilai

Pada tingkat penyerapan atau internalisasi nilai ini, nilai telah diatur menjadi sebuah sistem yang konsisten secara internal dan telah mengontrol perilaku seseorang yang menganutnya.
1)      Perangkat yang tergeneralisasi (Generalized set)
Memberikan suatu konsistensi internal terhadap sistem sikap dan nilai pada saat-saat tertentu yang juga merupakan suatu dasar orientasi yang memungkinkan seseorang untuk mempersempit dan mengatur dunia yang kompleks yang ada di sekitarnya dan untuk bertindak secara konsisten dan efektif.
2)      Penentuan karakter
Ini merupakan tingkatan teratas dari proses penyerapan atau internalisasi nilai yang berhubungan dengan pandangan seseorang terhadap dunia, filosofi hidupnya, serta sebuah sistem nilai dengan obyek berupa seluruh bagian dari apa yang telah diketahui atau dapat diketahuinya.
Metode untuk Mengevaluasi Hasil-hasil Afektif
1) Observasi
Observasi memungkinkan tercapainya asesmen perilaku afektif yang cepat di lokasi tempat subyek berada. Observasi harian juga memungkinkan tercapainya kesimpulan yang lebih langsung dan lebih aman mengenai pola perilaku afektif ketimbang data dari instrumen administrasi tertulis. Dengan mendengarkan apa yang dikatakan siswa pada temannya dan dengan mengobservasi mereka setiap hari, pola-pola perilaku afektif dapat diidentifikasi.
2) Wawancara
Wawancara adalah pertemuan tatap muka secara langsung dimana pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikembangkan dengan cermat kepada siswa. Bentuk wawancara bisa terstruktur, bisa pula tidak. Wawancara tidak terstruktur memperluas dan memperdalam infomasi evaluatif dengan mendorong ekspresi pribadi dari sikap siswa yang lebih spontan dan lebih cepat.
3) Pertanyaan Open-Ended
Pertanyaan open-ended membutuhkan pernyataan tertulis yang panjangnya bisa beragam.
4) Kuisioner Closed-Item
 Kuisioner dengan pilihan-pilihan yang ditentukan hampir sama dengan   wawancara terstruktur yang telah dibahas sebelumnya, hanya saja disini responden melengkapi kuisioner tanpa bantuan pewawancara. Ada dua jenis kuisioner closed-item, yaitu menentukan peringkat (ranking) atau pilihan yang dipaksakan (forced choice) dan skala.
3.        Ranah Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom. Dari beberapa sumber yang ada rumusan subkategori yang tidak sama baik jumlah maupun istilah yang dipakai.
Menurut Taksonomi Bloom, ranah ini terbagi dalam enam kategori jenjang kemampuan yaitu Persepsi (Perception), kesiapan (Set), guided Response (respon Terpimpin), mekanisme (Mechanism), respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response), Penyesuaian (Adaptation), Penciptaan (Origination).
Keenam subketegori tersebut menurut Daryanto (1999:123) masih dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama, yakni keterampilan motorik (muscular or motor skill), manipulasi benda-benda (manipulation of material or objects) dan koordinasi neuromuscular.
Menurut Harrow  Ranah Psikomotorik ada 5 tingkat yaitu (1)meniru, (2) manipulasi, (3) ketepatan gerakan, (4) artikulasi dan (5) naturalisasi.
Gambaran tentang tingkat klasifikasi dan subkategori ranah psikomotor dapat dilihat dari skema berikut:[17]
Tingkat Klasifikasi dan subkategori Batasan Tingkah laku
1. Gerakan Refleks
1.1.  Refleks segmental
1.2.  Refleks intersegmental
1.3.  Refleks suprasegemental Kegiatan yang timbul tanpa sadar dalam menjawab rangsangan Bungkuk, meregangkan badan, penyesuaian postur tubuh.
2.    Gerakan fundamental yang dasar
2.1.  Gerakan lokomotor
2.2.  Gerakan nonlokomotor
2.3.  Gerakan manipulative
Pola-pola gerakan yang dibentuk dari paduan gerakan-gerakan reflex dan merupakan dasar gerakan terampil kompleks. Jalan, lari, lompat, luncur, guling, mendaki, mendorong, tarik, pelintir, pegang dsb.
3.      Kemampuan Perseptual
3.1. Diskriminasi kinestetis
3.2.  Diskriminasi visual
3.3.  Diskriminasi Auoditeoris
3.4.  Diskriminasi Taktil
3.5.  Diskriminasi Terkoordinir Interpretasi stimulasi dengan berbagai cara yang memberi data untuk siswa membuat penyesuaian dengan lingkungannya Hasil-hasil kemampuan perseptual diamati dalam semua gerakan yang disengaja.
4.    Kemampuan Fisik
4.1.  Ketahanan
4.2.  Kekuatan
4.3.  Fleksibilitas
4.4.  Agilitas Karakteristik fungsional dari kekuatan organic yang esensial bagi perkembangan gerakan yang sangat terampil Lari jauh, berenang, gulat, balet, mengetik dsb.
5.    Gerakan Terampil
5.1. Keterampilan Adaptif
5.2. Keterampilan Adaptif terpadu
5.3.  Keterampilan Adaptif kompleks Suatu tingkat efisiensi apabila melakukan tugas-tugas gerakan kompleks yang didasarkan atas pola gerak yang inheren Semua keterampilan yang dibentuk atas lokomotor dan pola gerakan manipulatif
6. Komunikasi Nondiskursif
6.1. Gerakan Ekspresif
6.2. Gerakan Interpretatif  Komunikasi melalui gerakan tubuh mulai dari ekspresi muka sampai gerakan koreografis yang rumit Gerakan muka, semua gerakan tarian dan koreografis yang dilakukan dengan efisien
Pada ranah psikomotorik ini evaluasi yang dapat dikembangkan adalah tes kinerja (performance) atau praktik.[18]
Tiga ranah ini amat terkait dengan salah satu orientasi kurikulum, yaitu orientasi pada peserta didik. Di antara orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat, dan kemampuan. Oleh karena itu menjadi suara keharusan bagi seorang pendidik atau guru untuk sedapat mungkin menggunakan kata-kata operasional dalam perumusan TIK.
Mengingat rumusan tujuan dibuat oleh guru, maka guru harus memahami tiga hal pokok yaitu : (1) Guru harus mempelajari Kurikulum, (2) Guru harus mempelajari tipe-tipe hasil belajar, (3) Memahami cara merumuskan tujuan Pembelajaran.
Ranah tujuan pendidikan Islam sebenarnya lebih luas lagi dari ranah di atas, di samping kognitif, afektif, dan psikomotorik, juga meliputi ranah kognitif dan performence. Kognitif berhubungan dengan motivasi atau dorongan dari dalam atau disebut niat, sebagai titik tolak peserta didik untuk melakukan sesuatu. Sedangkan performance adalah kualitas / kinerja yang dilakukan seseorang. Misalnya ranah tujuan ibadah shalat. Ranah kognitif yaitu pengetahuan tentang shalat, ranah kognitif adalah niat (motivasi) untuk melaksanakan shalat, ranah psikomotor pengamalan shalat, ranah afektif pengaruh shalat terhadap mental, dan ranah performance seperti khusu’ tawadhu’ tuma’ninah.
4.         Fungsi tujuan
     Tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan. Oleh karena itu, suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat bila sesuai dengan fungsinya. Pendidikan sebagai suatu usaha, pasti mengalami permulaan dan mengalami kesudahannya. Ada pula usaha terhenti karena sesuatu kendala sebelum mencapai tujuan, tetapi usaha itu belum dapat disebut berakhir. Pada umumnya suatu usaha baru berakhir kalau tujuan akhir telah tercapai. Sehubungan dengan ini A.D. Marimba menyatakan, fungsi tujuan adalah;
a.       Sebagai standar mengakhiri usaha.
b.      Mengarahkan usaha.
c.       Titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain.
d.      Membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan.
e.       Mempengaruhi dinamika dari usaha itu.
f.       Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.
     Pendidikan, adalah usaha yang bertujuan banyak dalam urutan satu garis (linier). Sebelum mencapai tujuan akhir, pendidikan Islam lebih dahulu mencapai beberapa tujuan sementara. Marimba menyatakan bahwa fungsi tujuan akhir adalah memelihara arah usaha itu dan mengakhirinya setelah tujuan itu tercapai. Sedangkan fungsi tujuan sementara ialah membantu memelihara arah usaha dan menjadi titik berpijak untuk mencapai tujuan tujuan lebih lanjut dan tujuan akhir.
     Menurut H.M.Arifin, dengan adanya tujuan yang jelas maka suatu pekerjaan akan jelas pula arahnya. Lebih-lebih pekerjaan mendidik yang bersasaran pada hidup psikologis manusia didik yang masih berada pada tarap perkembangan, maka tujuan merupakan faktor yang paling penting dalam proses pendidikan itu, oleh karenanya dengan adanya tujuan yang jelas, materi pelajaran dan metode-metode yang digunakan, mendapat corak dan isi serta potensialitas yang sejalan dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan pendidikan. Senada dengan ini, Nasution mempertegas pula bahwa tujuan yang jelas akan dapat memberi pegangan dan petunjuk tentang metode mengajar yang serasi, serta memungkinkan penilaian proses dan hasil belajar yang lebih teliti.
     Oleh karena itu, untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut, rujuan pendidikan harus dirumuskan atas dasar nilai-nilai ideal yang diyakini, yang kelak akan dapat mengangkat harkat dan martabat manusia, yaitu nilai ideal yang menjadi kerangka fikir dan bertindak bagi seseorang.

D.     KESIMPULAN

Ø  Tujuan pendidikan Islam adalah pewujudan nilai-nilai islami dalam pribadi manusia didik yang diikhtiarkan oleh pendidik muslim melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang mengambangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.
Ø  Prinsip-prinsip dalam formulasi tujuan pendidikan Islam yaitu :
a.    Prinsip universal (syumuliyah).
b.    Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun qaiqtishadiyah).
c.    Prinsip kejelasan (tabayun).
d.    Prinsip tak bertentangan.
e.    Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan
f.     Prinsip perubahan yang diingini
g.    Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu.
h.    Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pelaku pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan.
Ø  Macam-macam tujuan pendidikan islam secara teoritis dibagi menjadi:
1.      Tujuan Keagamaan adalah bahwa setiap pribadi muslim  beramal untuk akhirat atas petunjuk dan ilham keagamaan yang benar, yang tumbuh dan dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci.
2.      Tujuan Keduniaan adalah tujuan ini lebih mengutamakan pada upaya untuk mewujudkan kehidupan sejahtera di dunia dan kemanfaatannya.
Ø  Taksonomi adalah Suatu pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun berdasarkan ciri-ciri tertentu. Ranah tujuan pendidikan Islam :
a.    Ranah kognitif.
b.    Ranah afektif.
c.    Ranah psikomotorik.
d.    Ranah performance.
Ø  Fungsi penetapan tujuan dalam pendidikan Islam antara lain :
a.    Sebagai standar mengakhiri usaha.
b.    Mengarahkan usaha.
c.    Titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain.
d.    Membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan.
e.    Mempengaruhi dinamika dari usaha itu.
f.     Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.

E.      PENUTUP
Demukian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Maka kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan karya kami selanjutnya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi pemakalah serta bagi pembaca juga.
DAFTAR PUSTAKA
·         Achmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam.Yogyakarta: Pustaka pelajar.
·         Poerwadarminto, W.J.S. 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
·         Ibnu Rush, Abidin. 1988.  Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
·         Arifin, M.2003. Ilmu pendidikan islam. Jakarta: P.T.Bumi Aksara.
·         Nasir, Ahmad. 2005. Ilmu pendidikan dalam perspektif islam. Bandung:  PT Remaja Rosdakarya.
·         Aly, Hery Noer. 1999.  Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: P.T LOGOS Wacana Ilmu.
·         Jumbulati, Ali dan Abdul Futuh Al-Tuwanisi. 2002. Perbandingan Pendidikan Islam. Jakarta: P.T.Rieneka Cipta.
·         Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta, Bumi Aksara, 1991,
·         ( http://hadisiswoyo.co.cc )
·         http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39



0 komentar: