A. PENDAHULUAN
Tujuan
adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan
selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang
berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan tujuannya pun bertahap
dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan
statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang,
berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
Tujuan
mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai
tujuan-tujuan yang lain. Disamping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak
usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang
terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha
pendidikan.
Menurut
Sikun Pribadi, tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan dan
saripati dari seluruh renungan pedagogik.[1] Dengan demikian tujuan pendidikan merupakan
faktor yang sangat menentukan jalannya pendidikan sehingga perlu dirumuskan
sebaik-baiknya sebelum semua kegiatan pendidikan dilaksanakan. Karena suatu
pekerjaan tanpa tujuan yang jelas akan menimbulkan suatu ketidak menentukan
dalam prosesnya. Lebih-lebih pendidikan
yang bersasaran pada hidup psikologi manusia didik yang masih berada
pada taraf perkembangan, maka tujuan merupakan faktor yang paling penting dalam
proses pendidikan itu, oleh karena dengan adanya tujuan yang jelas, materi
pelajaran dan metode-metode yang dipergunakan, mendapat corak dan isi serta potensialitas
yang sejalan dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan pendidikan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian di atas
terdapat beberapa permasalahan yaitu :
1. Apa pengertian tujuan pendidikan
Islam?
2. Apa saja prinsip-prinsip dalam formulasi
tujuan pendidikan islam?
3. Apa macam-macam tujuan pendidikan
Islam?
4. Apa taksonomi tujuan pendidikan
Islam?
5. Apa fungsi penetapan tujuan dalam
pendidikan Islam?
C.
PEMBAHASAN
1. Pengertian tujuan pendidikan
Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tujuan
adalah arah; haluan (jurusan); yang dituju; maksud; tuntutan (yang dituntut).[2] Sedangkan
dalam bahasa Arab dinyatakan dengan kata-kata “ghayat” atau “ahdhaf”
atau “maqasid” yang berarti tujuan
atau sasaran atau maksud. Dalam bahasa Inggris “tujuan” dikatakan dengan goal, perpose, objectives atau aim.
Secara umum
istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama yaitu “arah suatu perbuatan
atau yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas,” yang menunjukkan kepada futuritas (masa depan) yang
terletak pada suatu jarak tertentu yang tak akan dapat dicapai kecuali dengan
usaha (ikhtiar) melalui proses tertentu pula.
Bila pengertian tujuan itu diterapkan
dalam kurikulum pendidikan jelaslah secara operasional mengandung makna sama
dengan “maksud” hanya dapat dibedakan dalam arahnya yaitu tujuan arahnya
bersifat umum yang individual, sedang
maksud atau perpose dalam pendidikan,
mengandung arti arah yang ditunjukkan pada individualitas dilihat dari aspek
potensialitas dari dalam pribadi manusia didik.
Dalam adagium ushuliyah dinyatakan bahwa: ”al-umur
bi maqqshidiha”, bahwa setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi
pada tujuan atau rencana yng telah ditetapkan.[3]
Karena itulah, tujuan pendidikan Islam menjadi komponen pendidikan yang harus
dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang
lain.
Al-Ghazali mengarahkan tujuan
pendidikan kepada dua sasaran yaitu kesempurnaan insani yang tujuannya taqorrub atau mendekatkan diri kepada
Allah, dan kesmpurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.[4] Menurut
konferensi dunia pertama tentang pendidikan islam(1977) berkesimpulan bahwa
tujuan akhir pendidikan islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara
mutlak kepada Allah. Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam
ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.[5] Meskipun banyak pendapat tentang pengertian tujuan,
akan tetapi pada umumnya pengertian itu berpusat pada usaha atau perbuatan yang
dilaksanakan untuk suatu maksud tertentu.
Tujuan dalam proses pendidikan Islam
adalah idealitas atau (cita-cita) yang mengadung nilai-nilai islami yang hendak
diwujudkan dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara
bertahap.[6] Tujuan
pendidikan Islam dengan demikian merupakan penggambaran nilai-nilai islami yang
hendak diwujudkan dalam pribadi manusia didik pada akhir dari proses tersebut.
Dengan istilah lain, tujuan pendidikan Islam adalah pewujudan nilai-nilai
islami dalam pribadi manusia didik yang diikhtiarkan oleh pendidik muslim
melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang
beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang mengambangkan dirinya menjadi
hamba Allah yang taat.
Tujuan pendidikan Islam sama luasnya
dengan kebutuhan manusia modern masa kini dan masa yang akan datang. Dimana
manusia tidak hanya memerlukan iman atau agama melainkan juga ilmu pengetahuan
dan teknologi sebagai alat untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia
sebagai sarana untuk mencapai kehidupan spiritual yang berbahagia di akhirat.
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Islam adalah kesempurnaan ruh
(jiwa) manusia yang pada hakikatnya menjadi inti keberadaan manusia dalam
perjuangan hidupnya mencari keridhaan Allah, guna mengantarkan dan mengarahkan
manusia dalam upaya memantapkan dan menjaga kesucian jiwanya. Dapat pula
dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim
seutuhnya adalah pribadi yang ideal menurut ajaran Islam yakni, meliputi
aspek-aspek individual, sosial dan aspek intelektual. Semua aspek itu adalah
sesuai dengan hakikatnya sebagai seorang muslim yang mengabdikan seluruh
hidupnya kepada Allah Swt, sesuai tuntunan Alquran.
2. Prinsip-prinsip Tujuan Pendidikan
Islam
Tujuan pendidikan Islam mempunyai beberapa
prinsip tertentu, guna menghantar tercapainya tujuan pendidikan. Prinsip
tersebut antara lain:[7]
a. Prinsip universal (syumuliyah).
Prinsip yang memandang keseluruhan aspek agama (akidah, ibadah dan akhlak,
serta muamalah), manusia (jasmani, rohani, dan nafsani), masyarakat dan tatanan
kehidupannya, serta adanya wujud jagat raya dan hidup. Prinsip ini menimbulkan
formulasi tujuan pendidikan dengan membuka, mengembangkan dan mendidik segala
aspek pribadi manusia dan kesediaan-kesediaan segala dayanya, dan meningkatkan
keadaan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik untuk menyelesaikan semua
masalah dalam menghadapi tuntutan masa depan.
b. Prinsip keseimbangan dan
kesederhanaan (tawazun qaiqtishadiyah). Prinsip ini adalah keseimbangan antara
berbagai aspek kehidupan pada pribadi, berbagai kebutuhan individu dan
komunitas, serta tuntutan pemeliharaan kebudayaan silam dengan kebutuhan
kebudayaan masa kini serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan
akan terjadi.
c. Prinsip kejelasan (tabayun).
Prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang memberi kejelasan
terhadap kejiwaan manusia (qalb, akal dan hawa nafsu) dan hukum masalah yang
dihadapi, sehingga terwujud tujuan, kurikulum, dan metode pendidikan.
d. Prinsip tak bertentangan. Prinsip
yang di dalamnya terdapat ketiadaan pertentangan antara berbagai unsur dan cara
pelaksanaannya, sehingga antara satu komponen dengan komponen lain saling
mendukung.
e. Prinsip realisme dan dapat
dilaksanakan. Prinsip yang menyatakan tidak adanya khayalan dalam kandungan
program pendidikan, tidak berlebih-lebihan, serta adanya kaidah yang praktis
dan realistis, yang sesuai dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi,
sosiopolitik, dan sosiokultural yang ada.
f. Prinsip perubahan yang diingini.
Prinsip perubahan struktur diri manusia yang meliputi jasmaniah, ruhaniyah dan
nafsiyah, serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep,
pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik untuk mencapai dinamisasi
kesempurnaan pendidikan (QS. Ar-Ra’d:11).
g. Prinsip menjaga
perbedaan-perbedaan individu. Prinsip yang memerhatikan perbedaan peserta
didik, baik ciri-ciri, kebutuhan, kecerdasan, kebolehan, minat, sikap, tahap
pematangan jasmani, akal, emosi, sosial, dan segala aspeknya. Prinsip ini
berpijak pada asumsi bahwa semua individu “tidak sama” dengan yang lain.
h. Prinsip dinamis dalam menerima
perubahan dan perkembangan yang terjadi pelaku pendidikan serta lingkungan di
mana pendidikan itu dilaksanakan.
3. Macam-macam Tujuan Pendidikan
Islam
Sebagian ulama’ ada yang merumuskan tujuan
pendidikan Islam yang didasarkan atas cita-cita hidup umat Islam yang menginginkan
kehidupan duniawi dan ukhrowi yang bahagia secara harmonis.
Dari berbagai macam tujuan
pendidikan yang ada, terdapat dua macam tujuan yang prinsipil, yakni: [8]
1. Tujuan Keagamaaan (Al Ghardud Diny)
Setiap
orang Islam pada hakikatnya adalah insan agama yang bercita-cita, berpikir,
beramal, untuk hidup akhiratnya, berdasarkan atas petunjuk dari wahyu Allah
melalui Rosulullah. Kecenderungan hidup keagamaan ini merupakan ruhnya agama
yang berkembangnya dipimpin oleh ajaran Islam yang murni, bersumber pada kitab
suci yang menjelaskan serta menerangkan tentang perkara haq (benar), tentang
tugas kewajiban manusia untuk mengikuti yang benar itu, menjauhi yang bathil
dan sesat atau mungkar, yang semuanya telah diwujudkan dalam syariat agama yang
berdasarkan nilai-nilai mutlak dan norma-normanya telah ditetapkan oleh Allah
Yang tak berubah-ubah menurut selera nafsu manusia. Oleh karena itu, tujuan
pendidikan Islam penuh dengan nilai rohaniah islami dan berorientasi kepada
kebahagiaan hidup di akhirat.[9]
Dengan demikian yang dimaksud dengan tujuan
keagamaan (Al Ghardud Diny) ini adalah bahwa setiap pribadi muslim beramal untuk akhirat atas petunjuk dan ilham
keagamaan yang benar, yang tumbuh dan dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam
yang bersih dan suci. Tujuan ini difokuskan pada pembentukan pribadi muslim
yang sanggup melaksanakan syariat Islam melalui proses pendidikan spiritual
menuju ma’rifat kepada Allah. Sebagaimana ayat Alqur'an QS. Al A’laa:14-17 yang artinya:
“sesungguhnya beruntunglah orang
yang membersihkan dirinya (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya lalu
dia bersembahyang, tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi,
sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”
Tujuan keagamaan mempertemukan
diri pribadi terhadap tuhannya melalui kitab-kitab suci menjelaskan tentang hak
dan kewajiban, sunat dan yang fardhu bagi seorang mukallaf.
Tujuan ini menurut pandangan pendidikan
Islam dan para pendidik muslim mengandung essensi yang amat penting dalam
kaitannya dengan pembinaan kepribadian individual diibaratkan sebagai anggota
masyarakat yang harus hidup di dalamnya dengan banyak berbuat dan bekerja untuk
membina sebuah gedung yang kokoh dan kuat. Di sini nampak jelas tentang
pentingnya tujuan pendidikan ini. Karena sebenarnya agama itu sendiri mempunyai
hubungan yang erat dengan sebagai aspek kejiwaan dan pendidikan kebudayaan
secara ilmiyah dan falsafiyah. Maka dari itu agama mengarahkan tujuannya kepada
pencapaian ma’rifat tentang kebenaran yang haq yaitu Allah.
Di samping itu tujuan keagamaan juga
mengandung makna yang lebih luas yakni suatu petunjuk jalan yang benar di mana
tiap pribadi muslim mengikutinya dengan ikhlas sepanjang hayatnya, dan juga
masyarakat manusia berjalan secara manusiawi.
Dengan
demikian agama sebenarnya memberikan berbagai topik pembahasan, di antaranya
yang paling essensial ialah pembahasan dari sudut falsafah, misalnya agama
berusaha memberikan analisis yang benar terhadap permasalahan wujud alam
semesta dan tujuannya, dan agama menetapkan garis dan menjelaskan kepada kita
jalan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Tentang kehidupan di
akhirat filsafat juga berusaha menganalisis problem-problemnya.[10]
2. Tujuan Keduniaan (Al Ghardud Dunyawi)
Tujuan ini lebih mengutamakan pada upaya
untuk mewujudkan kehidupan sejahtera di dunia dan kemanfaatannya. Tujuan
pendidikan jenis ini dapat dibedakan menjadi bermacam-macam tujuan, misalnya
tujuan pendidikan menurut paham pragmatisme, hanya menitikberatkan pada suatu
kemanfaatan hidup manusia di dunia dan di mana ukuran-ukurannya sangat relatif,
bergantung kepada kebudayaan atau peradaban manusia, nilai-nilai kehidupan
didasarkan atas kecenderungan-kecenderungan hidup sosial budaya yang
berbeda-beda menurut tempat dan waktu, menurut paham ini tujuan pendidikan
selalu berubah-ubah menurut tuntutan waktu dan tempat di mana manusia berpacu
mencapai kepuasan hidupnya.[11]
Seperti yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan modern saat ini yang diarahkan
kepada pekerjaan yang berguna (pragmatis) atau untuk mempersiapkan anak menghadapi
kehidupan masa depan. Paham pragmatisme ini dipelopori oleh ahli filsafat John
Dewey dan William Kilpatrick. Para ahli filsafat pendidikan pragmatisme lebih
mengarahkan pendidikan anak kepada gerakan amaliah (keterampilan) yang
bermanfaat dalam pendidikan.[12]
Tujuan pendidikan keduniaan menurut islam, terdapat dalam QS. Al-Jumu’ah:10
yang artinya:
“Apabila
telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Maka
dari ayat tersebut dapat dijadikan dasar untuk tujuan keduniaan menurut Islam,
dimana faktor prosperty
(kesejahteraan ) hidup dunia menjadi orientasinya. Dengan orientasi kepada
nilai itu tujuan pendidikan tidak gersang dari nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Menurut
Imam Ghazali tujuan pendidikan itu tergabung dalam agama dan dunia. Agama tidak
akan teratur melainkan dengan teraturnya dunia, dan dunia adalah tempat menyebar benih bagi
akhirat dan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah bagi orang yang
ingin mengambilnya menjadikan alat dan tempat tinggal.[13]
Kesenangan dan kebahagiaan di dunia merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan
akhirat, karena kebahagiaan dunia bersifat sementara. Jadi, kebahagiaan dunia
merupakan tujuan sementara yang harus dicapai untuk tujuan yang lebih tinggi,
yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dalam rangka mencapai
kebahagiaan akhirat.
3.
Taksonomi
Tujuan Pendidikan Islam
A. Pengertian Taksonomi
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani
“tassein” yang berarti untuk mengklasifikasi, dan “nomos” yang berarti aturan.
Suatu pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun berdasarkan ciri-ciri
tertentu. Klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari
klasifikasi. Klasifikasi bidang ilmu, kaidah, dan prinsip yang meliputi
pengklasifikasian objek.[14]
Ranah tujuan yang meliputi domain
kognitif, afektif, dan psikomotor terkenal pada tahun 1965 melalui buku yang
berjudul : Taxonomy of Edicational Objectives : Cognitive Domain (Taksonomi
tujuan-tujuan pendidikan : bidang kognitif), oleh Benyamin S. Bloom, seorang
Maha Guru dari Universitas Chicago setelah itu menyusul buku kedua : Taxonomy
of Edicational objectives affective Domain, ditulis oleh Krathwohl cs, (1967)
sedangkan buku ketiga berjudul : A Taxonomy of The Psychomotor Domain, ditulis
oleh : Anita J. Harrow (1972). Ketiga buku inilah yang dijadikan dasar oleh
dunia pendidikan sekarang ini.[15]
Secara umum Nana Sudjana , mencantumkan rangkuman tujuan tujuan untuk tiap tiap
bidang atau domain.
Dalam hal ini, tujuan pendidikan
dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi
kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya
(tingkatannya). [16]
Tujuan
pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah
Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat,
sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.
Psychomotor
Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
Dari setiap ranah
tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana
sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat
diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah,
seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada
di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan
pertama.
Pengukuran
Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor.
1.
Ranah
Kognitif
Bloom membagi domain kognitif ke
dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah
Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan
Intelektual (kategori 2-6). Aspek kognitif ini diurutkan secara hirarki
piramidal. keenam aspek bersifat kontinum dan overlap (saling tumpang tindih) di
mana aspek yang lebih tinggi meliputi semua aspek di bawahnya. (Daryanto, 1999:
102). Sistem klasifikasinya dapat digambarkan sebagai berikut:
a.
Pengetahuan
(knowledge)
Subkategori
ini berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,
fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.Pengetahuan
yang dimaksud disini adalah sesuatu yang berhubungan dengan ingatan (recall)
akan hal-hal yang khusus dan umum, ingatan akan metode dan proses, atau ingatan
akan sebuah pola, struktur atau lokasi. Penekanan tujuan pengetahuan lebih
banyak pada proses psikologis atas upaya untuk mengingat. Pengetahuan ini dapat
dikategorisasi lagi menjadi:
1)
Pengetahuan
khusus
Ingatan
tentang potongan-potongan informasi yang spesifik dan dapat dipisahkan.
Penekanannya terletak pada simbol dengan referen yang konkret. Simbol yang
berada pada tingkat keabstrakan yang rendah tersebut dapat dianggap sebagai
unsur yang membangun bentuk pengetahuan yang lebih rumit dan abstrak.
2)
Pengetahuan
tentang cara dan alat untuk menangani hal-hal yang khusus. Pengetahuan tentang
cara-cara mengatur, memelajari, menilai dan mengkritik yang meliputi metode
bertanya, urutan kronologis dan standar penilaian pada suatu bidang serta pola
pengaturan untuk menentukan dan mengatur wilayah bidang tersebut secara
internal. Pengetahuan ini berada di tingkat menengah, diantara pengetahuan
tentang hal-hal yang khusus dan pengetahuan tentang hal-hal yang umum.
3)
Pengetahuan
tentang hal-hal umum dan hal-hal yang abstrak dalam satu bidang.
Pengetahuan
tentang skema dan pola besar yang mengatur fenomena dan ide. Pengetahuan ini
berupa struktur, teori dan generalisasi besar yang mendominasi suatu bidang
atau yang biasa digunakan untuk memelajari fenomena atau menyelesaikan masalah.
Pengetahuan ini memiliki tingkat keabstrakan dan kerumitan yang tertinggi.
Pengembangan
Tes untuk Tujuan Pengetahuan
Ada
dua ciri penting dari butir soal pengetahuan yang baik. Ciri yang pertama adalah bahwa butir soal yang
baik memiliki tingkat ketepatan dan pembedaan (exactness and discrimination)
yang sama dengan tingkat ketepatan dan pembedaan yang digunakan pada
pembelajaran sebelumnya. Jika guru yang mengajar pada tingkat awal pengetahuan
tentang aturan berbahasa atau pengetahuan tentang metodologi dalam sejarah,
butir soal pada materi tersebut tidak boleh menuntut pembedaan (discrimination)
yang lebih rumit atau pemakaian yang lebih tepat (exact) daripada yang telah
diajarkan. Ciri yang kedua adalah
bahwa butir soal yang baik tidak boleh diekspresikan (couched) dalam istilah
atau situasi yang baru bagi siswa. Jika ada penggunaan istilah yang belum
dikenali siswa, maka guru tidak menguji pengetahuan yang telah diajarkan
melainkan kosakata yang belum dikenali (unfamiliar vocabulary).
Dua
jenis utama butir soal untuk pengetahuan adalah mengisi atau melengkapi
(supply) dan pilihan (choice). Pada butir soal dengan jenis mengisi atau
melengkapi (supply) para siswa memberikan jawaban berdasarkan ingatan sedangkan
pada butir soal dengan jenis pilihan (choice) para siswa memilih dari sejumlah
alternatif yang disediakan. Contoh-contohnya adalah sebagai berikut:
1)
Mengisi atau melengkapi (supply)
Butir
soal melengkapi (completion).
Secara
langsung meminta siswa memberikan definisi, pernyataan dari suatu prinsip atau aturan,
atau langkah-langkah sebuah metode.
Stimulus
yang diberikan untuk mengingat disajikan dalam bentuk gambar atau suara.
2)
Pilihan (choice)
·
Bentuk
pilihan ganda untuk menguji pengetahuan terminologi atau fakta khusus.
·
Bentuk
benar-salah untuk mendapatkan rapid sampling atau sample dari banyak
pengetahuan dengan cepat.
·
Butir
soal menjodohkan (matching)
Kemampuan
dan Keterampilan Intelektual
Kemampuan
dan keterampilan mengacu pada bentuk pengoperasian yang teratur dan teknik yang
tergeneralisasi dalam memecahkan suatu materi dan masalah. Materi dan masalah
tersebut mungkin saja hanya membutuhkan sedikit atau malah sama sekali tidak
membutuhkan informasi yang khusus dan bersifat teknis. Materi dan masalah
tersebut juga bisa berada di tingkatan yang lebih tinggi sehingga untuk
memecahkannya diperlukan informasi khusus yang bersifat teknis. Tujuan
kemampuan dan keterampilan menekankan pada proses mental dalam mengatur dan
mengatur kembali materi untuk mencapai tujuan tertentu.
b.
Pemahaman
(comprehension)
Dikenali
dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram,
arahan, peraturan, dsb. Komprehensi merupakan pemahaman atau pengertian seperti
ketika seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat
menggunakan materi atau ide yang sedang dikomunikasikan tersebut tanpa perlu
menghubungkannya dengan materi lain atau melihat seluruh implikasinya.
Kategorinya meliputi:
1)
Penerjemahan
Pemahaman
yang dibuktikan dengan kecermatan dan akurasi untuk memparafrase (uraian dengan
kata-kata sendiri) atau menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain atau satu
bentuk komunikasi ke bentuk yang lain. Materi dalam komunikasi asli tetap
terjaga meskipun bentuk komunikasinya telah diubah. Atau dapat juga dimaksudkan
kemampuan mengubah konsep abstrak menjadi suatu model simbolik yang memudahkan
orang mempelajarinya.
-
Kemampuan
memahami pernyataan secara tersirat (metafora, simbolisme, ironi).
-
Keterampilan
menerjemahkan materi verbal matematis ke dalam pernyataan simbolis dan
sebaliknya.
2)
Interpretasi
Penjelasan atau peringkasan suatu komunikasi. Interpretasi berhubungan dengan pengaturan kembali atau suatu pandangan baru akan materi.
- Kemampuan menangkap pemikiran akan sebuah karya sebagai satu kesatuan pada tingkat generalitas manapun yang diinginkan.
- Kemampuan menginterpretasikan beragam jenis data sosial.
Penjelasan atau peringkasan suatu komunikasi. Interpretasi berhubungan dengan pengaturan kembali atau suatu pandangan baru akan materi.
- Kemampuan menangkap pemikiran akan sebuah karya sebagai satu kesatuan pada tingkat generalitas manapun yang diinginkan.
- Kemampuan menginterpretasikan beragam jenis data sosial.
3)
Ekstrapolasi
Tren atau kecenderungan yang berlanjut melampaui data yang ada guna menentukan implikasi, konsekuensi, efek, dan sebagainya yang sesuai dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi asli.
- Kemampuan mengambil kesimpulan dengan cepat atas sebuah karya dalam bentuk pendapat yang disusun dari pernyataan-pernyataan yang eksplisit.
Tren atau kecenderungan yang berlanjut melampaui data yang ada guna menentukan implikasi, konsekuensi, efek, dan sebagainya yang sesuai dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi asli.
- Kemampuan mengambil kesimpulan dengan cepat atas sebuah karya dalam bentuk pendapat yang disusun dari pernyataan-pernyataan yang eksplisit.
c.
Penerapan
(aplication)
Di
tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja.Pemakaian hal-hal abstrak
dalam situasi konkret tertentu. Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum,
aturan atas prosedur, atau metode umum dan juga dapat dalam bentuk prinsip, ide
dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan dalam situasi baru
dan kongkrit. Penerapan terhadap
fenomena yang dibicarakan dalam satu makalah mengenai istilah atau konsep
ilmiah yang digunakan pada makalah lain. Kemampuan memprediksi efek yang mungkin
timbul akibat perubahan pada suatu faktor terhadap suatu situasi biologis yang
telah ada dalam equilimbrium. Pengembangan Tes untuk Tujuan penerapan. Delapan
perilaku yang menunjukkan kemampuan melakukan penerapan adalah :
1)
Menemukan
prinsip generalisasi yang tepat atau relevan.
2)
Menyatakan kembali (restate) sebuah masalah
guna menentukan prinsip dan generalisasi yang diperlukan
3)
Merinci
batasan suatu prinsip atau generalisasi yang membuat prinsip atau generalisasi
yang benar dan relevan.
4)
Mengetahui
perkecualian atas suatu generalisasi tertentu
5)
Menjelaskan
fenomena baru yang terdapat pada prinsip atau generalisasi yang telah
diketahui.
6)
Melakukan
prediksi dengan berdasarkan pada prinsip dan generalisasi yang tepat.
7)
Menentukan atau menunjukkan kebenaran
(justify) suatu tindakan atau keputusan
8)
Menyatakan
alasan yang mendukung penggunaan suatu prinsip atau generalisasi
d.
Analisis
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit.
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit.
1)
Analisis
tentang unsur
·
Pengidentifikasian
unsur-unsur yang ada dalam suatu komunikasi.
·
Kemampuan
untuk mengetahui asumsi yang tidak terungkapkan.
·
Keterampilan
dalam membedakan fakta dari hipotesis.
2)
Analisis
tentang hubungan
·
Hubungan
dan interaksi antara unsur-unsur dan bagian-bagian suatu komunikasi.
·
Kemampuan
untuk memeriksa konsistensi atau ketetapan hipotese dengan inforamsi dan asumsi
yang ada.
·
Keterampilan
dalam memahami hubungan antara ide-ide dalam sebuah bacaan.
3.
Analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan
·
Pengorganisasian,
pengaturan sistematis, dan struktur yang menyatukan komunikasi.
·
Kemampuan untuk mengetahui bentuk dan pola
dalam karya sastra atau karya seni sebagai alat untuk memahami artinya.
·
Keterampilan untuk mengetahui teknik umum yang
digunakan dalam materi yang bersifat persuasif, seperti iklan, propaganda, dan
sebagainya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan
Analisis
Kemampuan menganalisis adalah
serangkaian keterampilan dan perilaku rumit yang dapat dipelajari siswa melalui
praktek dengan beragam materi. Ada enam perilaku yang menunjukkan kemampuan
menganalisis,yaitu:
1) Mengklasifikasikan kata, frasa atau pernyataan subkategori taksonomi analisis tentang unsur. 2) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas atau ciri yang tidak dinyatakan secara langsung (subkategori taksonomi analisis tentang unsur). 3) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas, asumsi atau kondisi yang telah dinyatakan (subkategori taksonomi analisis tentang hubungan). 4) Menggunakan kriteria untuk melihat dengan jelas (discern) pola atau urutan (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan). 5) Mengetahui prinsip atau pola yang menjadi dasar suatu dokumen atau karya (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan). 6) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kerangka kerja, tujuan atau sudut pandang (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
1) Mengklasifikasikan kata, frasa atau pernyataan subkategori taksonomi analisis tentang unsur. 2) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas atau ciri yang tidak dinyatakan secara langsung (subkategori taksonomi analisis tentang unsur). 3) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas, asumsi atau kondisi yang telah dinyatakan (subkategori taksonomi analisis tentang hubungan). 4) Menggunakan kriteria untuk melihat dengan jelas (discern) pola atau urutan (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan). 5) Mengetahui prinsip atau pola yang menjadi dasar suatu dokumen atau karya (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan). 6) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kerangka kerja, tujuan atau sudut pandang (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
e. Sintesis
Penyatuan
unsur-unsur dan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang berhubungan dengan
proses bekerja dengan potongan-potongan, bagian-bagian, unsur-unsur, dana
sebagainya, dan mengatur serta menggabungkannya dengan sedemikian rupa guna
membentuk suatu pola atau struktur yang sebelumnya tidak jelas.
1) Penghasilan (production) suatu komunikasi yang unik
Pengembangan dari suatu komunikasi dimana penulis atau pembicara berupaya untuk menyampaikan ide, perasaan, dan/atau pengalaman pada orang lain.
-
Keterampilan
dalam menulis, dengan menggunakan suatu pengaturan ide dan pernyataan yang
sangat baik.
- Kemampuan untuk mengungkapkan pengalaman
pribadi dengan efektif.
2) Penghasilan (production) sebuah rencana atau serangkaian operasi yang diajukan. Pengembangan dari suatu rencana kerja atau proposal atas sebuah rencana operasi, yang harus memenuhi persyaratan tugas yang mungkin diberikan pada siswa atau mungkin pula dikembangkannya sendiri.
-
Kemampuan
mengajukan cara-cara untuk menguji hipotesis.
-
Kemampuan
merencanakan sebuah unit instruksi untuk situasi mengajar tertentu.
3) Penemuan serangkaian hubungan yang abstrak
Pengembangan
dari seperangkat hubungan yang abstrak baik untuk mengklasifikasi maupun untuk
menjelaskan data atau fenomena tertentu, atau deduksi dari pernyataan dan
hubungan dari seperangkat pernyataan dasar atau representasi secara simbolis.
-
Kemampuan
merumuskan hipotesis yang tepat dengan berdasarkan pada suatu analisis dari
faktor-faktor yang terlibat, dan untuk memodifikasi hipotesis tersebut sesuai
dengan faktor dan pertimbangan baru.
-
Kemampuan
membuat penemuan dan generalisasi secara matemati.
f.
Evaluasi
Penilaian
(judgments) kuantitatif dan kualitatif mengenai nilai dari suatu materi dan
metode untuk tujuan tertentu dengan menggunakan standar penilaian yang
kriterianya dapat ditentukan oleh siswa sendiri atau ditentukan sebelumnya dan
kemudian diberikan pada siswa tersebut.
1)
Penilaian
(judgments) atas bukti internal
Evaluasi
atas akurasi dari suatu komunikasi yang dibuktikan melalui akurasi yang logis,
konsistensi dan kriteria internal lainnya.
Menilai
(judging) melalui standar internal, kemampuan untuk menilai probabilitas umum
dari akurasi dalam melaporkan fakta dari kecermatan atas ketepatan pernyataan,
dokumentasi, bukti dan sebagainya.
Kemampuan menunjukkan kekeliruan (fallacies) secara logis dalam argumen.
Kemampuan menunjukkan kekeliruan (fallacies) secara logis dalam argumen.
2) Penilaian (judgments) atas kriteria eksternal
Evaluasi
atas materi dengan mengacu pada kriteria yang telah dipilih atau diingat.
Perbandingan
dari teori besar, generalisasi, dan fakta mengenai budaya tertentu.
Menilai
(judging) melalui standar eksternal, kemampuan untuk membandingkan sebuah karya
dengan standar tertinggi dalam bidangnya –terutama dengan karya-karya lain yang
diakui kehebatannya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan
Evaluasi
Terdapat
enam perilaku yang menunjukkan kemampuan untuk melakukan evaluasi, yaitu:
1)
Melakukan
penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan
akurasi, ketepatan (precision), dan kecermatan (akurasi internal).
2)
Melakukan
penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan
konsistensi atas argumen; hubungan antara asumsi, bukti, dan kesimpulan, dan
konsistensi internal dari logika dan pengaturan (organization) (konsistensi
internal).
3)
Mengetahui
nilai dan sudut pandang yang digunakan pada penilaian (judgments) atas sebuah
karya (kriteria internal).
4)
Melakukan
penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan membandingkannya dengan karya
lain yang relevan (kriteria eksternal).
5)
Melakukan
penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan menggunakan seperangkat kriteria
atau standar yang tersedia (kriteria eksternal).
6)
Melakukan
penilaian (judgments) atas sebuah karya menggunakan seperangkat kriteria atau
standar eksplisit yang dimiliki siswa (kriteria eksternal)
Pada
prinsipnya untuk ranah kognitif untuk keperluan evaluasi pengajaran dapat
dikembangkan teknik tes dalam bentuk objektif dan uraian.
2. Ranah Afektif
Pembagian domain ini disusun
Bloom bersama dengan David Krathwol dengan lima subkategori; penerimaan
(Receiving/Attending), tanggapan (Responding), penghargaan/penilaian (Valuing),
pengorganisasian (Organization), dan karakterisasi berdasarkan Nilai-nilai
(Characterization by a Value or Value Complex).
a. Penerimaan (berkonsentrasi / attending)
Siswa menjadi peka terhadap
keberadaan dari fenomena dan stimuli tertentu, sehingga ia bersedia menerima atau
berkonsentrasi pada (attend to) fenomena dan stimuli tersebut. Ini merupakan
langkah pertama yang penting dalam mengarahkan siswa untuk memelajari apa yang
diinginkan guru.
1) Kesadaran
Kesadaran hampir merupakan
perilaku kognitif. Pembelajar menyadari akan sesuatu yang kemudian
dipertimbangkannya seperti sebuah situasi, fenomena, obyek, atau urusan
tertentu. Seseorang mungkin saja tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata
(verbalize) aspek-aspek stimulus yang menimbulkan kesadaran.
2) Kemauan untuk menerima
Menunjukkan perilaku bersedia
menerima (tolerate) stimulus yang diberikan, bukan menghindarinya. Perilaku ini
melibatkan adanya kenetralan atau penilaian yang tertunda (suspended judgment)
terhadap stimulus.
3) Perhatian yang terkontrol atau terpilih
Di tingkat ini penerimaan masih
tanpa ketegangan atau asesmen dan siswa mungkin tidak tahu istilah atau simbol
teknis untuk menggambarkan sebuah fenomena dengan benar dan tepat pada orang
lain. Terdapat unsur dimana pembelajar mengontrol perhatian sehingga ia dapat
memilih dan menerima stimulus yang diinginkan.
b. Respon (tanggapan)
Menunjukkan keinginan atau hasrat
bahwa seorang anak menjadi terlibat dalam atau memberikan komitmen pada suatu
subyek, fenomena, atau kegiatan sehingga ia akan mencari dan memeroleh kepuasan
untuk bekerja dengan atau melibatkan diri pada subyek, fenomena, atau kegiatan
tersebut.
1)
Kepasrahan
(acquiescence) dalam merespon
Terdapat
suatu perilaku yang pasif dan stimulus yang memancing perilaku ini sulit untuk
diterima atau digambarkan (subtle). Terdapat lebih banyak unsur reaksi terhadap
sebuah gagasan dan lebih sedikit implikasi dari penolakan atau keterpaksaan
(yielding unwillingly).
2)
Kesediaan
untuk merespon
Pembelajar
cukup berkomitmen untuk menunjukkan perilaku bahwa ia bersedia untuk merespon bukan karena takut akan
hukuman, namun karena “dirinya sendiri”
atau secara sukarela. Unsur penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly)
yang ada pada tingkat sebelumnya, kini digantikan oleh persetujuan yang berasal
dari pilihan pribadi seseorang.
3)
Kepuasan
dalam merespon
Unsur
tambahan pada langkah yang melampaui tingkat respon secara sukarela, adalah
bahwa perilaku yang tampak disertai dengan rasa puas, suatu respon emosional,
yang umumnya menunjukkan rasa senang, kegembiraan atau suka cita.
c.
Menilai
(Valuing)
Konsep
nilai yang abstrak ini sebagian merupakan hasil dari penilaian (valuing) atau
asesmen (assessment) dan juga merupakan hasil sosial yang perlahan-lahan telah
terserap dalam diri siswa (internalized) atau diterima dan digunakan siswa
sebagai kriteria untuk melakukan penilaian. Unsur utama yang terdapat pada
perilaku dalam melakukan penilaian adalah bahwa perilaku tersebut dimotivasi,
bukan oleh keinginan untuk menjadi siswa yang patuh, namun oleh komitmen terhadap
nilai yang mendasari munculnya perilaku.
1)
Penerimaan
atas nilai
Ciri
utama perilaku ini adalah konsistensi respon pada kelompok obyek, fenomena, dan
sebagainya, yang digunakan untuk mengidentifikasi keyakinan atau sikap.
2)
Pemilihan
atas nilai
Perilaku
pada tingkatan ini tidak hanya menunjukkan penerimaan seseorang atas suatu
nilai sehingga ia bersedia diidentifikasi berdasarkan nilai tersebut, namun ia
juga cukup terikat pada nilai tersebut sehingga ia ingin mengejar, mencari, dan
menginginkannya.
3)
Komitmen
Keyakinan pada tingkatan ini menunjukkan kadar kepastian yang tinggi. Komitmen merupakan penerimaan emosional yang kuat atas suatu keyakinan. Kesetiaan terhadap posisi, kelompok atau tujuan juga termasuk dalam komitmen.
Keyakinan pada tingkatan ini menunjukkan kadar kepastian yang tinggi. Komitmen merupakan penerimaan emosional yang kuat atas suatu keyakinan. Kesetiaan terhadap posisi, kelompok atau tujuan juga termasuk dalam komitmen.
d. Pengaturan (organization)
Ketika
pembelajar telah menyerap nilai, ia menemui situasi dimana ada lebih dari satu
nilai yang relevan sehingga ia perlu melakukan (a) pengaturan beberapa nilai ke
dalam sebuah sistem, (b) penentuan hubungan diantara nilai-nilai tersebut, dan
(c) penetapan nilai-nilai yang dominan dan mencakup segala hal.
1)
Konseptualisasi
suatu nilai
Pada
tingkatan ini kualitas keabstrakan atau konseptualisasi menjadi bertambah yang
membuat seseorang melihat bagaimana nilai tersebut berhubungan dengan nilai
yang telah diyakininya atau nilai baru yang akan diyakininya.
2)
Pengaturan
suatu sistem nilai
Meminta
pembelajar untuk menyatukan sekelompok nilai yang sama, atau mungkin
nilai-nilai yang berbeda, dan membawanya ke dalam suatu hubungan dengan nilai
lain yang telah diatur dengan baik. Pengaturan nilai dapat menghasilkan
sintesis yang berupa suatu nilai baru atau kelompok nilai dengan tingkatan yang
lebih tinggi.
e.
Karakterisasi
melalui suatu nilai atau kelompok nilai
Pada tingkat penyerapan atau internalisasi nilai ini, nilai telah diatur menjadi sebuah sistem yang konsisten secara internal dan telah mengontrol perilaku seseorang yang menganutnya.
1)
Perangkat
yang tergeneralisasi (Generalized set)
Memberikan
suatu konsistensi internal terhadap sistem sikap dan nilai pada saat-saat
tertentu yang juga merupakan suatu dasar orientasi yang memungkinkan seseorang
untuk mempersempit dan mengatur dunia yang kompleks yang ada di sekitarnya dan
untuk bertindak secara konsisten dan efektif.
2)
Penentuan
karakter
Ini
merupakan tingkatan teratas dari proses penyerapan atau internalisasi nilai
yang berhubungan dengan pandangan seseorang terhadap dunia, filosofi hidupnya,
serta sebuah sistem nilai dengan obyek berupa seluruh bagian dari apa yang
telah diketahui atau dapat diketahuinya.
Metode untuk Mengevaluasi Hasil-hasil Afektif
1) Observasi
Metode untuk Mengevaluasi Hasil-hasil Afektif
1) Observasi
Observasi
memungkinkan tercapainya asesmen perilaku afektif yang cepat di lokasi tempat
subyek berada. Observasi harian juga memungkinkan tercapainya kesimpulan yang
lebih langsung dan lebih aman mengenai pola perilaku afektif ketimbang data
dari instrumen administrasi tertulis. Dengan mendengarkan apa yang dikatakan
siswa pada temannya dan dengan mengobservasi mereka setiap hari, pola-pola
perilaku afektif dapat diidentifikasi.
2)
Wawancara
Wawancara
adalah pertemuan tatap muka secara langsung dimana pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah dikembangkan dengan cermat kepada siswa.
Bentuk wawancara bisa terstruktur, bisa pula tidak. Wawancara tidak terstruktur
memperluas dan memperdalam infomasi evaluatif dengan mendorong ekspresi pribadi
dari sikap siswa yang lebih spontan dan lebih cepat.
3)
Pertanyaan Open-Ended
Pertanyaan
open-ended membutuhkan pernyataan tertulis yang panjangnya bisa beragam.
4)
Kuisioner Closed-Item
Kuisioner dengan pilihan-pilihan yang
ditentukan hampir sama dengan wawancara
terstruktur yang telah dibahas sebelumnya, hanya saja disini responden
melengkapi kuisioner tanpa bantuan pewawancara. Ada dua jenis kuisioner
closed-item, yaitu menentukan peringkat (ranking) atau pilihan yang dipaksakan
(forced choice) dan skala.
3.
Ranah
Psikomotor
Rincian
dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan
domain yang dibuat Bloom. Dari beberapa sumber yang ada rumusan subkategori
yang tidak sama baik jumlah maupun istilah yang dipakai.
Menurut
Taksonomi Bloom, ranah ini terbagi dalam enam kategori jenjang kemampuan yaitu
Persepsi (Perception), kesiapan (Set), guided Response (respon Terpimpin),
mekanisme (Mechanism), respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response),
Penyesuaian (Adaptation), Penciptaan (Origination).
Keenam
subketegori tersebut menurut Daryanto (1999:123) masih dapat dikelompokkan
dalam tiga kelompok utama, yakni keterampilan motorik (muscular or motor
skill), manipulasi benda-benda (manipulation of material or objects) dan
koordinasi neuromuscular.
Menurut
Harrow Ranah Psikomotorik ada 5 tingkat
yaitu (1)meniru, (2) manipulasi, (3) ketepatan gerakan, (4) artikulasi dan (5)
naturalisasi.
Gambaran
tentang tingkat klasifikasi dan subkategori ranah psikomotor dapat dilihat dari
skema berikut:[17]
Tingkat
Klasifikasi dan subkategori Batasan Tingkah laku
1. Gerakan Refleks
1. Gerakan Refleks
1.1. Refleks segmental
1.2. Refleks intersegmental
1.3. Refleks suprasegemental Kegiatan
yang timbul tanpa sadar dalam menjawab rangsangan Bungkuk, meregangkan badan,
penyesuaian postur tubuh.
2.
Gerakan
fundamental yang dasar
2.1. Gerakan lokomotor
2.2. Gerakan nonlokomotor
2.3. Gerakan manipulative
Pola-pola
gerakan yang dibentuk dari paduan gerakan-gerakan reflex dan merupakan dasar gerakan
terampil kompleks. Jalan, lari, lompat, luncur, guling, mendaki, mendorong,
tarik, pelintir, pegang dsb.
3.
Kemampuan
Perseptual
3.1.
Diskriminasi kinestetis
3.2. Diskriminasi visual
3.3. Diskriminasi Auoditeoris
3.4. Diskriminasi Taktil
3.5. Diskriminasi Terkoordinir Interpretasi
stimulasi dengan berbagai cara yang memberi data untuk siswa membuat
penyesuaian dengan lingkungannya Hasil-hasil kemampuan perseptual diamati dalam
semua gerakan yang disengaja.
4.
Kemampuan
Fisik
4.1. Ketahanan
4.2. Kekuatan
4.3. Fleksibilitas
4.4. Agilitas Karakteristik fungsional
dari kekuatan organic yang esensial bagi perkembangan gerakan yang sangat
terampil Lari jauh, berenang, gulat, balet, mengetik dsb.
5.
Gerakan
Terampil
5.1.
Keterampilan Adaptif
5.2.
Keterampilan Adaptif terpadu
5.3. Keterampilan Adaptif kompleks
Suatu tingkat efisiensi apabila melakukan tugas-tugas gerakan kompleks yang
didasarkan atas pola gerak yang inheren Semua keterampilan yang dibentuk atas
lokomotor dan pola gerakan manipulatif
6. Komunikasi Nondiskursif
6.1.
Gerakan Ekspresif
6.2.
Gerakan Interpretatif Komunikasi melalui
gerakan tubuh mulai dari ekspresi muka sampai gerakan koreografis yang rumit
Gerakan muka, semua gerakan tarian dan koreografis yang dilakukan dengan
efisien
Pada
ranah psikomotorik ini evaluasi yang dapat dikembangkan adalah tes kinerja
(performance) atau praktik.[18]
Tiga ranah
ini amat terkait dengan salah satu orientasi kurikulum, yaitu orientasi pada
peserta didik. Di antara orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat, dan
kemampuan. Oleh karena itu menjadi suara keharusan bagi seorang pendidik atau
guru untuk sedapat mungkin menggunakan kata-kata operasional dalam perumusan
TIK.
Mengingat rumusan tujuan dibuat oleh guru, maka guru harus memahami tiga hal pokok yaitu : (1) Guru harus mempelajari Kurikulum, (2) Guru harus mempelajari tipe-tipe hasil belajar, (3) Memahami cara merumuskan tujuan Pembelajaran.
Ranah tujuan pendidikan Islam sebenarnya lebih luas lagi dari ranah di atas, di samping kognitif, afektif, dan psikomotorik, juga meliputi ranah kognitif dan performence. Kognitif berhubungan dengan motivasi atau dorongan dari dalam atau disebut niat, sebagai titik tolak peserta didik untuk melakukan sesuatu. Sedangkan performance adalah kualitas / kinerja yang dilakukan seseorang. Misalnya ranah tujuan ibadah shalat. Ranah kognitif yaitu pengetahuan tentang shalat, ranah kognitif adalah niat (motivasi) untuk melaksanakan shalat, ranah psikomotor pengamalan shalat, ranah afektif pengaruh shalat terhadap mental, dan ranah performance seperti khusu’ tawadhu’ tuma’ninah.
Mengingat rumusan tujuan dibuat oleh guru, maka guru harus memahami tiga hal pokok yaitu : (1) Guru harus mempelajari Kurikulum, (2) Guru harus mempelajari tipe-tipe hasil belajar, (3) Memahami cara merumuskan tujuan Pembelajaran.
Ranah tujuan pendidikan Islam sebenarnya lebih luas lagi dari ranah di atas, di samping kognitif, afektif, dan psikomotorik, juga meliputi ranah kognitif dan performence. Kognitif berhubungan dengan motivasi atau dorongan dari dalam atau disebut niat, sebagai titik tolak peserta didik untuk melakukan sesuatu. Sedangkan performance adalah kualitas / kinerja yang dilakukan seseorang. Misalnya ranah tujuan ibadah shalat. Ranah kognitif yaitu pengetahuan tentang shalat, ranah kognitif adalah niat (motivasi) untuk melaksanakan shalat, ranah psikomotor pengamalan shalat, ranah afektif pengaruh shalat terhadap mental, dan ranah performance seperti khusu’ tawadhu’ tuma’ninah.
4.
Fungsi
tujuan
Tujuan pendidikan merupakan masalah inti
dalam pendidikan. Oleh karena itu, suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat
bila sesuai dengan fungsinya. Pendidikan sebagai suatu usaha, pasti mengalami
permulaan dan mengalami kesudahannya. Ada pula usaha terhenti karena sesuatu
kendala sebelum mencapai tujuan, tetapi usaha itu belum dapat disebut berakhir.
Pada umumnya suatu usaha baru berakhir kalau tujuan akhir telah tercapai.
Sehubungan dengan ini A.D. Marimba menyatakan, fungsi tujuan adalah;
a.
Sebagai
standar mengakhiri usaha.
b.
Mengarahkan
usaha.
c.
Titik
pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain.
d.
Membatasi
ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan.
e.
Mempengaruhi
dinamika dari usaha itu.
f.
Memberi
nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.
Pendidikan, adalah usaha yang bertujuan
banyak dalam urutan satu garis (linier). Sebelum mencapai tujuan akhir,
pendidikan Islam lebih dahulu mencapai beberapa tujuan sementara. Marimba
menyatakan bahwa fungsi tujuan akhir adalah memelihara arah usaha itu dan
mengakhirinya setelah tujuan itu tercapai. Sedangkan fungsi tujuan sementara
ialah membantu memelihara arah usaha dan menjadi titik berpijak untuk mencapai
tujuan tujuan lebih lanjut dan tujuan akhir.
Menurut H.M.Arifin, dengan adanya tujuan
yang jelas maka suatu pekerjaan akan jelas pula arahnya. Lebih-lebih pekerjaan
mendidik yang bersasaran pada hidup psikologis manusia didik yang masih berada
pada tarap perkembangan, maka tujuan merupakan faktor yang paling penting dalam
proses pendidikan itu, oleh karenanya dengan adanya tujuan yang jelas, materi
pelajaran dan metode-metode yang digunakan, mendapat corak dan isi serta
potensialitas yang sejalan dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan
pendidikan. Senada dengan ini, Nasution mempertegas pula bahwa tujuan yang
jelas akan dapat memberi pegangan dan petunjuk tentang metode mengajar yang
serasi, serta memungkinkan penilaian proses dan hasil belajar yang lebih
teliti.
Oleh karena itu, untuk memenuhi
fungsi-fungsi tersebut, rujuan pendidikan harus dirumuskan atas dasar
nilai-nilai ideal yang diyakini, yang kelak akan dapat mengangkat harkat dan
martabat manusia, yaitu nilai ideal yang menjadi kerangka fikir dan bertindak
bagi seseorang.
D. KESIMPULAN
Ø Tujuan pendidikan Islam adalah pewujudan
nilai-nilai islami dalam pribadi manusia didik yang diikhtiarkan oleh pendidik
muslim melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian
Islam yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang mengambangkan dirinya
menjadi hamba Allah yang taat.
Ø Prinsip-prinsip dalam formulasi
tujuan pendidikan Islam yaitu :
a.
Prinsip
universal (syumuliyah).
b.
Prinsip
keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun qaiqtishadiyah).
c.
Prinsip
kejelasan (tabayun).
d.
Prinsip
tak bertentangan.
e.
Prinsip
realisme dan dapat dilaksanakan
f.
Prinsip
perubahan yang diingini
g.
Prinsip
menjaga perbedaan-perbedaan individu.
h.
Prinsip
dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pelaku
pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan.
Ø Macam-macam tujuan pendidikan
islam secara teoritis dibagi menjadi:
1.
Tujuan
Keagamaan adalah bahwa setiap pribadi muslim
beramal untuk akhirat atas petunjuk dan ilham keagamaan yang benar, yang
tumbuh dan dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci.
2.
Tujuan
Keduniaan adalah tujuan ini lebih mengutamakan pada upaya untuk mewujudkan
kehidupan sejahtera di dunia dan kemanfaatannya.
Ø Taksonomi adalah Suatu
pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun berdasarkan ciri-ciri
tertentu. Ranah tujuan pendidikan Islam :
a.
Ranah
kognitif.
b.
Ranah
afektif.
c.
Ranah
psikomotorik.
d.
Ranah
performance.
Ø Fungsi penetapan tujuan dalam
pendidikan Islam antara lain :
a.
Sebagai
standar mengakhiri usaha.
b.
Mengarahkan
usaha.
c.
Titik
pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain.
d.
Membatasi
ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan.
e.
Mempengaruhi
dinamika dari usaha itu.
f.
Memberi
nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.
E. PENUTUP
Demukian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa dalam
makalah ini masih banyak kekurangan. Maka kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan untuk perbaikan karya kami selanjutnya dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat terutama bagi pemakalah serta bagi pembaca juga.
DAFTAR PUSTAKA
·
Achmadi.
2005. Ideologi Pendidikan Islam.Yogyakarta:
Pustaka pelajar.
·
Poerwadarminto,
W.J.S. 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka.
·
Ibnu
Rush, Abidin. 1988. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
·
Arifin,
M.2003. Ilmu pendidikan islam. Jakarta:
P.T.Bumi Aksara.
·
Nasir,
Ahmad. 2005. Ilmu pendidikan dalam
perspektif islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
·
Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: P.T LOGOS Wacana Ilmu.
·
Jumbulati,
Ali dan Abdul Futuh Al-Tuwanisi. 2002.
Perbandingan Pendidikan Islam. Jakarta: P.T.Rieneka Cipta.
·
Zainuddin
dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari
Al-Ghazali, Jakarta, Bumi Aksara, 1991,
·
( http://hadisiswoyo.co.cc )
·
http://jorjoran.wordpress.com/2011/04/06/tujuan-pendidikan-islam-
/TUJUAN
PENDIDIKAN ISLAM.
·
http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39
0 komentar:
Posting Komentar