A. PENDAHULUAN
Salah satu
aspek pendidikan sekarang yang kurang mendapat perhatian adalah pendidikan
agama khususnya pendidikan Al-Qur'an dan hadist. Pada umumnya orang tua lebih
menitik beratkan pada pendidikan umum saja dan kurang memperhatikan pendidikan
agama termasuk pendidikan Al-Qur'an dan
hadist.
Sebagai
langkah awal adalah meletakkan dasar agama yang kuat pada anak sebagai
persiapan untuk mengarungi hidup dan kehidupannya. Dengan dasar agama yang
kuat, maka setelah menginjak dewasa akan lebih arif dan bijaksana dalam
menentukan sikap, langkah dan keputusan hidupnya karena pendidikan agama adalah
jiwa (spiritualitas) dari pendidikan.
Dewasa
in kasus-kasus kekerasan tawuran para pelajar atau probelamatika remaja di zaman
modern ini termasuk masalah terpenting yang dihadapi semua masyarakat di dunia
khususnya di indonesa, baik masyarakat muslim maupun non muslim. Hal ini
dikarenakan para pemuda dalam masa pertumbuhan fisik maupun mental, banyak
mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwa mereka, yang sering menyebabkan
mereka mengalami keguncangan dalam hidup dan mereka berusaha sekuat tenaga
untuk melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut.
Dan
itu semua tidak mungkin terwujud kecuali dengan kembali kepada ajaran agama dan
akhlak Islam, yang keduanya merupakan penegak kebaikan dalam masyarakat, sebab
terwujudnya kemaslahatan dunia dan akhirat, dan sebab turunnya berbagai
kebaikan dan berkah (dari Allah Ta’ala) serta hilangnya semua
keburukan dan kerusakan.
Agama
Islam sangat memberikan perhatian besar kepada upaya perbaikan mental para
pemuda. Karena generasi muda hari ini adalah para pemeran utama di masa
mendatang, dan mereka adalah pondasi yang menopang masa depan umat.
Oleh
karena itu banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW yang
mengharuskan kita untuk membina dan
mengarahkan para pemuda kepada kebaikan. Karena jika mereka baik maka umat ini
akan memiliki masa depan yang cerah, dan generasi tua akan digantikan dengan
generasi muda yang shaleh, insya Allah.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan latar belakang di
atas penulis akan menjelas rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Pentingnya
pembelajaran Alquran Hadist?
2.
Bagaimana
metodologi pendidikan akhlak berbasis Alquran dan Hadist?
3.
Apa
saja faktor-faktor pembentuk akhlak?
4.
Bagaimana cara mencapai akhlak yang mulia?
C. PEMBAHASAN
1. Pentingnya Pembelajaran Alquran Hadits
Agama islam
memerintahkan kepada umatnya untuk mempelajari serta mengajarkan kitab suci
Al-Qur'an, karena Al-Qur'an adalah sumber dari segala sumber ajaran islam yang
mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tugas ini menjadi tanggung jawab kita
semua khususnya orang tua. Salah satu problem yang cukup mendasar adalah
kondisi obyektif umat islam dewasa ini, salah satunya adalah buta akan
Al-Qur'an dan hadist yang menunjukkan indikasi prestasi meningkat, hal ini
perlu segera diatasi, maka giliran umat Islam akan mengalami kemunduran
diberbagai bidang.
Negara kita
ini sedang berada ditengah perjalanan masyarakat modern menuju kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga menimbulkan pergeseran dan perubahan
masyarakat yang sangat cepat. Dalam keadaan seperti ini apakah pembinaan akhlak
dan agama sangat berperan penting sebagai salah satu penentu dalam perubahan
menuju kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk
merebut peran tersebut pembelajaran Al-Qur'an dan hadist terhadap peserta didik
sebagai salah satu pembinaan akhlak dan agama perlu terus menerus dikembangkan
secara sistematis
Agama memiliki peran
yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam
upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat.
Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka
internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah
keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pendidikan Al-Qur’an dan Hadist sebagai
landasan yang integral dari pendidikan Agama, memang bukan satu-satunya faktor
yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian seseorang, tetapi
secara substansial pembelajaran Al-Qur’an dan Hadist memiliki kontribusi dalam
memberikan motivasi kepada seseorang untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan
kegamaan (tauhid) dan Ahlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari. pembelajaran
Al-Qur’an Hadist adalah bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dimaksud untuk memberikan motivasi, bimbingan, pemahaman, kemampuan dan
penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist sehingga
dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari sebagai manifestasi iman dan taqwa kepada
Allah SWT.
2. Metodologi
Pendidikan Akhlak Berbasis Alquran dan Hadits
Metodologi memegang peranan besar dalam mengembangkan
pendidikan. Sebuah metodologi pendidikan memiliki pengaruh pada metode belajar
dan prilaku peserta didik dan dalam proses kelahirannya dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, budaya, dan filosofis. Oleh karena itu metodologi sebuah
pendidikan sesuai dengan lingkungan di mana metode ini tumbuh dan
berdialektika. Maka ketika sebuah metodologi lahir, metode tersebut akan
memiliki kecocokan dengan konsep berpikir dan kejiwaan masyarakat di mana ia
lahir.[1]
Dalam kenyataannya di lapangan, metodologi pendidikan
dapat diartikan sebagai alat untuk tercapainya tujuan pendidikan sebagaimana
dinyatakan dalam kurikulum. Hasan Langgulung mengatakan bahwa metodologi
pendidikan bermakna “bagaimana cara atau
jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan, dimana dalam hal ini
adalah pendidikan Islam yang berorientasi pada pembinaan manusia mukmin sebagai
makhluk Allah SWT.”[2]
Jika yang menjadi bahasan utama adalah pendidikan Islam, tentu metodologi
pendidikan Islam ini menitikberatkan pada bagaimana mengimplementasikan tujuan
pendidikan yang ada dalam Islam.
Ketika kata “Islam”
diletakkan sesudah kata “metodologi”’,
maka hal itu harus mempunyai perbedaan dan ciri yang signifikan dengan makna
metodologi pendidikan secara umum. Bila tidak demikian, maka pengunaan kata “Islam” terkesan sekedar pemanis belaka.
Jadi metodologi pendidikan Islam pemaknaanya harus mengacu kepada faham sesuai
dengan manhâj Islam.[3]
Mujamil Qomar dalam kontek ini berkesimpulan bahwa metodologi pendidikan Islam
ini bersandar pada epistemologi Islam, sedangkan epistemologi Islam bersumber
dari al-Qur’an dan Hadits. Maka, metodologi pendidikan juga berdasarkan
al-Qur’an dan Hadits.[4]
Dalam tataran konseptual, metodologi pendidikan Islam
harus berlandaskan pada aspek-aspek yang terkandung dalam ajaran Islam itu
sendiri yang bersumber dari al-Qur’an, dan Hadits, serta dapat didukung oleh ijtihad
dan kajian pemikiran ulama-ulama Islam yang kompeten dalam
bidang-bidangnya yang kesemuanya ini terkumpul dalam khasanah keilmuwan Islam shohihah,
yaitu turast. Al-Qur’an dan Hadits inilah yang menjadi landasan
pokok dalam metodologi pendidikan Islam yang harus digunakan secara hirarkis.
Al-Qur’an harus didahulukan, jika tidak ditemukan suatu penjelasan di dalamnya,
maka harus dicari dalam al-Hadits. Adapun ijtihad dan kajian para ulama
kontemporer dapat dijadikan sebagai rujukan sekunder sebagai bahan pendukung
dalam proses pengembangan pendidikan Islam. Namun pengembangan pendidikan Islam
tetap harus teraktualisasi dari al-Qur’an dan Hadits yang harus selalu digali
dan diteliti untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya.
Secara prinsip, metodologi pendidikan Islam berbeda
jauh dengan metodologi pendidikan Barat. Metodologi yang dikembangkan Barat
sengaja membuang pesan-pesan wahyu, nilai-nilai ketuhanan, atau dimensi
spiritual. Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama
tertentu dan diklaim sebagai sesuatu yang bebas nilai, meskipun sesungguhnya
hanya bebas dari nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas,
ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama
namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis
yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk
rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang
diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah.[5]
Sehingga dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan
ilmu-ilmu sekuler.
3. Faktor-Faktor
Pembentuk Akhlak
a.
Al-Wiratsiyyah
(Genetik)
|
Misalnya: seseorang yang berasal dari
daerah Sumatera Utara cenderung berbicara “keras”, tetapi hal ini bukan
melegitimasi seorang muslim untuk berbicara keras atau kasar karena Islam
dapat memperhalus dan memperbaikinya.
|
|
2.
|
b.
An-Nafsiyyah (Psikologis)
Faktor ini berasal dari nilai-nilai
yang ditanamkan oleh keluarga (misalnya ibu dan ayah) tempat seseorang tumbuh
dan berkembang sejak lahir. Semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah,
orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (Hadits).
Seseorang yang lahir dalam keluarga yang orangtuanya bercerai akan berbeda
dengan keluarga yang orangtuanya lengkap.
c.
Syari’ah Ijtima’iyyah (Sosial)
Faktor lingkungan tempat seseorang
mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada pada dirinya berpengaruh pula
dalam pembentukan akhlak seseorang.
Nilai Islami akan membentuk akhlak
Islami.Akhlak Islami ialah seperangkat tindakan/gaya hidup yang terpuji yang
merupakan refleksi nilai-nilai Islam yang diyakini dengan motivasi semata-mata
mencari keridhaan Allah. Akhlak ialah salah satu faktor yang menentukan
derajat keislaman dan keimanan seseorang. Akhlak yang baik adalah cerminan
baiknya aqidah dan syariah yang diyakini seseorang. Buruknya akhlak merupakan
indikasi buruknya pemahaman seseorang terhadap aqidah dan syariah. “Paling sempurna orang mukmin imannya
adalah yang paling luhur aqidahnya.”(HR.Tirmidi). “Sesungguhnya kekejian dan perbuatan keji itu sedikitpun bukan dari
Islam dan sesungguhnya sebaik-baik manusia keislamannya adalah yang paling
baik akhlaknya.”(HR.Thabrani, Ahmad dan Abu Ya’la).
1. Keluhuran
akhlak merupakan amal terberat hamba di akhirat
“Tidak ada yang lebih berat
timbangan seorang hamba pada hari kiamat melebihi keluhuran akhlaknya” (HR.
Abu Daud dan At-Tirmizi)
3. Akhlak merupakan lambang kualitas
seorang manusia, masyarakat, umat karena itulah akhlak pulalah yang
menentukan eksistensi seorang muslim sebagai makhluk Allah SWT.
“Sesungguhnya termasuk insan
pilihan di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya”(Muttafaq ‘alaih).
|
4. Cara
Mencapai Akhlak Mulia
a.
Menjadikan iman sebagai pondasi dan
sumber
Iman artinya percaya yaitu percaya
bahwa Allah selalu melihat segala perbuatan manusia. Bila melakukan perbuatan
baik, balasannya akan menyenangkan. Bila perbuatan jahat maka balasan pedih
siap menanti. Hal ini akan melibatkan iman kepada Hari Akhir. Akhlak yang baik
akan dibalas dengan syurga dan kenikmatannya (QS. 55:12-37). Begitu pula dengan
akhlak yang buruk akan disiksa di neraka (QS. 22:19-22).
b.
Pendekatan secara langsung
Artinya melaui al-Qur’an.Sebagai seorang
muslim harus menerima al-Qur’an secara mutlak dan menyeluruh. Jadi, apapun yang
tertera di dalamnya wajib diikuti. Misalnya, al-Qur’an melarang untuk saling
berburuk sangka (QS. 49:12), menyuruh memenuhi janji (QS. 23:8), dsb.
c.
Pendekatan tidak secara langsung
Yaitu dengan upaya mempelajari
pengalaman masa lalu, yakni agar kejadian-kejadian malapetaka yang telah
terjadi tak akan terulangi lagi di masa kini dan yang akan datang. Dari hal di
atas, intinya adalah latihan dan kesungguhan. Latihan artinya berusaha
mengulang-ulang perbuatan yang akan dijadikan kebiasaan. Kemudian
bersungguh-sungguh berkaitan dengan motivasi. Motivasi yang terbaik dan paling
potensial adalah karena ingin memenuhi perintah Allah dan takut siksa-Nya.
D. KESIMPULAN
¨
Pentingnya
pembelajaran Al-Qur’an Hadits adalah sebagai kontribusi motivasi kepada
seseorang untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan kegamaan (tauhid) dan
Ahlaqul karimah serta memberikan bimbingan, pemahaman, kemampuan dan
penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist sehingga
dapat diwujudkan dalam pertilaku sehari – hari sebagai manifestasi iman dan
taqwa kepada Allah Swt.
¨
Metodologi
pendidikan Islam harus berlandaskan
pada aspek-aspek yang terkandung dalam ajaran Islam itu sendiri yang bersumber
dari al-Qur’an dan hadist.
¨
Faktor
- faktor pembentuk akhlak
·
Al-Wiratsiyyah
·
An-
Nagsiyyah
·
Syari’ah
Ijtima’iyyah
¨
Cara mencapai akhlak yang mulia
·
Menjadikan iman sebagai pondasi dan
sumber
·
Pendekatan secara langsung
·
Pendekatan tidak secara langsung
E. PENUTUP
Akhirnya makalah ini saya buat mudah-mudahan
bermanfaat bagi yang baca khususnya mahasiswa STAIN Kudus. Mohon maaf apabila
ada kesalahan penyusunan atau penulisan dalam makalah ini, kritik dan saran
saya tunggu sebagai instrospeksi guna menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
§ Al-Khawarizmi,
Khalid bin Hamid. Ushl Al-Tarbiyat Al Islamiyah.
2005. Madinah al-munawwarah dar al-zaman.
§ Al-Nahlawy,
Abdurrahman. Ushul Al-Tarbiyat
Al-Islamiyat wa Asalbihafial Bayt wa Al-Madrasat Al-Mujtama.1999. Beirut
Dal al-Fikr.
§ Anis,
Ibrahim. .Al-Mujam Al-Wasit. 1972.
Kairo Dar al-Ma’arif.
§ Al-Qarabi,
Muhammad Diyauddin. Akhlak islam wa
sufiyah. 1995. Kairo: Maktab al-saadah.
§ Arifin,
Muhammad. Ilmu Pendidikan Islam.
2000. Jakarta : PT Bumi Aksara.
1 komentar:
4 Maret 2022 pukul 17.30
Why I used to gamble with my mobile devices - DRMCD
Why I used to gamble 부천 출장안마 with my mobile devices of gambling apps in one place. 춘천 출장마사지 and many casino 경주 출장마사지 sites like them, 제주도 출장샵 and so I had to go 파주 출장샵 out and win a few
Posting Komentar