I.
Pendahuluan
Islam merupakan
agama yang mempunyai peradaban ilmu paling maju dan banyak memberikan
kontribusi kepada perkembangan ilmu pengetahuan yang ada di barat.Dalam
khazanah ilmu pengetahuan Islam sendiri, terdapat banyak macam bidang ilmu yang
merupakan produk asli agama Islam. Di antara bidang-bidang ilmu tersebut adalah
ilmu kalam atau istilah lain adalah teologi.
Seperti yang
telah diketahui bahwa teologi membahas tentang dasar-dasar agama.Setiap orang
yang ingin menyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari
teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan
memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang
tidak mudah diumbang-ambing oleh peredaran zaman.Dari itu menyebabkan perbedaan
pandangan dalam persoalan teologi yang terjadi di kalangan umat Islam saat ini.
Persoalan-persoalan yang terjadi dalam lapangan politik pada waktu kepemimpinan
Ali bin Abi Thalib yang akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan
teologi. Timbullah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir dalam
arti siapa yang telah ke luar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam
Islam.Persoalan ini menimbulkan aliran-aliran teologi dalam Islam.
Maka dari itu
dalam makalah ini akan dibahas tentang perkembangan teologi dalam islam sebagai
berikut:
II.
Permasalahan
Dari uraian di atas
dapat ditarik permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana
pengertian teologi Islam?
2. Bagaimana
sejarah dan aliran-aliran teologi dalamIslam?
III.
Pembahasan
1. Pengertian
teologi Islam
Secara etimologi “Theologi“ terdiri dari kata “Theos“
artinya Tuhan, dan “Logos“ artinya Ilmu, sehingga dapat diartikan
bahwa theologi adalah ilmu tentang Tuhan atau ilmu Ketuhanan.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teologi berarti
pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah dan
Agama, terutama berdasar pada kitab suci ).[2]
Kata teologi merupakan istilah yang diambil dari Yunani dan
terdiri dari dua kata yaitu theos yang berarti Tuhan dan logod yang berarti
ilmu. Jadi teologi merupakan ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan.Adapun
pokok pembahasan yang ada dalam teologi adalah Tuhan dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan-Nya.[3]
Harun Nasution, dalam bukunya Teologi Islam, menyebutkan
bahwa teologi adalah ilmu yang membahas mengenai ajaran-ajaran dasar
dari sesuatu agama. Dalam istilah arab, ajaran-ajaran dasar itu disebut ushul
al-din. Teologi dalam Islam disebut juga Ilm Tauhid. Kata Tauhid mengandung arti
satu atau esa dan keesaan dalam
pandangan Islam, merupakan sifat terpenting diantara sifat-sifat Tuhan. Teologi
dalam Islam disebut juga ilmu kalam, karena kaum teolog dalam Islam bersilat
dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.[4]
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat kita pahami
bahwa teologi dalam Islam adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang
dasar-dasar agama Islam, keesaan Allah beserta sifat-sifatnya. Seorang muslim
yang mempelajari teologi Islam diharapkan akan memahami dasar-dasar Islam secara
lebih mendalam dan lebih mengerti tentang keesaan Allah beserta
sifat-sifat-Nya.
2. Sejarah
dan aliran-aliran teologi dalam Islam
Selama di Makkah
Nabi Muhammad hanya mempunyai fungsi kepala agama, dan tak mempunyai fungsi
kepala pemerintahan, karena kekuasaan politik yang ada di sana belum dapat
dijatuhkan. Di Madinah sebaliknya, Nabi Muhammad, di samping menjadikan kepala
agama juga menjadi kepala pemerintahan. Beliaulah yang mendirikan kekuasaan
politik yang dipatuhi di kota ini. Sebelum itu di Madinah taka da kekuasaan
politik. Ketika beliau wafat di tahun 632-M daerah kekuasaan Madinah bukan
hanya terbatas pada kota itu saja, tetapi boleh dikatakan meliputi seluruh
Semenanjung Arabia.
Jadi
mengherankan kalau masyarakat Madinah pada waktu wafatnya Nabi Muhammad sibuk
memikirkan pengganti beliau untuk mengepalai Negara yang baru lahir itu,
sehingga penguburan Nabi merupakan soal ke dua bagi mereka.Maka dari itu
timbullah soal khilafah, soal pengganti nabi sebagai kepala Negara.
Kemudian
digantikan oleh Abu Bakar yang mengepalai Negara mereka. Kemudian digantikan
oleh Umar bin Khattab, kemudian Utsman bin Affan. Setelah Utsman wafat, Ali
sebagai calon terkuat, menjadi Khalifah yang ke empat.Sikap Ali yang menerima
tipu muslihat Amr al-As dari pihak Muawiyah untuk mengadakan arbitrase,
sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian dari
tentaranya. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, dan oleh
karena itu mereka meninggalkan barisannya. Golongan mereka inilah dalam sejarah
Islam terkenal dengan nama al-Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan
diri atau seceders.
Lambat laun
Khawarij pecah menjadi beberapa sekte.Konsep kafir turut pula mengalami
perubahan.Yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan
hukum dengan al-Qur’an, tetapi orang yang berbuat dosa besar.Persoalan orang
berbuat dosa inilah kemudian yang mempunyai pengaruh besar dalam pertumbuhan
teologi selanjutnya dalam Islam.Yang kemudian menimbulkan tiga aliran teologi
dalam Islam yaitu Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah.[5]
1) Khawarij
Kata Khawarij berasal dari bahasa Arab yang berarti
keluar.Nama itu diberikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan Ali.
Kaum Khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang arab badawi. Hidup di
padang pasir yang serba tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam cara
hidup dan pemikiran, tetapi keras hati dan berani, dan bersikap merdeka tidak
bergantung pada orang lain. Sebagai orang badawi mereka tetap jau dari ilmu
pengetahuan.Ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits,
mereka artikan menurut lafadznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya.[6]
Ajaran ini berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak
orang Islam lagi, tetapi keluar dari Islam dan menjadi kafir.[7]
Dalam perkembangan selanjutnya, persoalan politik ini
melebar ke arah persoalan aqidah dimana kaum khawarij meyakini hal-hal sebagai
berikut :
a. Bahwa Sayidina Ali, Khalifah Ustman
dan orang-orang yang turut dalam peperangan jamal seperti Siti Aisyah, Thalhah
dan Zubeir, dan orang-orang yang melakukan tahkim, yakni Amr bin al-‘Ash dan
Abu Musa al-Asy’ari adalah orang-orang kafir.
b. Semua orang muslim yang melakukan
dosa besar adalah kafir yang kekal dalam neraka jika tidak bertobat sebelum
mati.
c. Wajib memisahkan diri dari khalifah
atau sulthan yang zalim atau khianat.[8]
2) Murji’ah
Tokoh utama aliran murji’ah ialah Hasan bin Bilal Muzni, Abu
Sallat Samman, dan Diror bin Umar. Aliran ini timbul di damaskus pada akhir
abad pertama Hijrah.Dinamai murjiah karena memiliki arti menunda atau
mengembalikan.Mereka berpendapat bahwa orang-orang yang sudah mukmin yang
berbuat dosa besar hingga matinya tidak juga taubat orang itu belum dapat kita
hukum sekarang.Terserah atau ditunda serta dikembalikan saja urusannya kepada
Allah kelak setelah hari kiamat. Sebagian dari ajaran-ajarannya adalah tidak
akan memberi bekas dan memudaratkan perbuatan maksiat itu terhadap keimanan.
Demikian juga kebalikannya tidaklah akan memberi manfaat dan memberi
faedahketaatan seseorang terhadap kekafirannya. Yang artinya tidaklah akan
berguna dan tidaklah akan diberi pahala perbuatan baik yang dilakukan oleh
orang yang kafir.
Dari sebab itu golongan ini sekali-kali tidaklah mau
mengkafirkan seseorang yang telah Islam, sekalipun bagaimana besarnya maksiat
yang diperbuatnya, asal ia menganut agama Islam dan mengucapkan dua kalimat
syahadat. Perbuatan maksiat dan dosa-dosa yang dikerjakannya itu terserah
hukumnya kepada Allah SWT.[9]
Pada umumnya kaum murjiah dapat dibagi dalam dua golongan
besar, golongan moderat dan golongan ekstrim. Golongan moderat (al-Hasan Ibn
Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli
hadits) berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak
kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya
dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosanya dan
oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali. Sedangkan golongan yang
ekstrim (al-Jahmiah pengikut-pengikut Jahm Ibn Safwan) berpendapat bahwa orang
islam yang percaya pada Tuhan dan menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah
mennjadi kafir, karena iman dan kafir tempatnya hanya dalam hati, bukan dalam
bagian yang lain dari tubuh manusia.[10]
3) Mu’tazilah
Pendiri Aliran Mu’tazilah adalah Wasil ibnu ‘Ata.Ia adalah
syekh Al Mu’tazilah Wa Qadimuha, yaitu kepala Mu’tazilah yang tertua. Ia lahir
di tahun 81H di Madinah dan Meninggal tahun 131H. di sana ia belajar pada Abu
Hasyim Abdullah Ibn Muhammad Ibn Al Hanafiyyah, kemudian pindah ke Basrah dan
belajar pada Hasan Al Basri.
Nama mu’tazilah diberikan pertama kali pada Washil bin ‘Ata yang
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula
kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.
Ajaranyang
dibawa wasil tentulah paham al manzilah ba’in al manzilatain, posisi diantara
dua posisi dalam arti posisi menengah.Menurut ajaran ini orang yang berdosa
besar bukan kafir, sebagai disebut kaum khawarij, dan bukan pula mukmin sebagai
dikatakan murji’ah, tetapi fasiq yang menduduki posisi diantara posisi mukmin
dan posisi kafir. Kata mukmin dalam pendapat washil, merupakan sifat baik dan
nama pujian yang tak dapat diberikan kepada fasiq, dengan dosa besarnya. Tetapi
predikat kafir tak pula dapat diberikan kepadanya, karena dibalik dosa besar,
ia masih mengucapkan syahadat dan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Orang
serupa ini kalau meninggal dunia tanpa taubat, akan kekal dalam neraka, hanya
siksaan yang diterimanya lebih ringan dari siksaan yang diterima kafir.
Golongan ini mempunyai lima ajaran, yang terkenal dengan
istilah lima prinsip (أصول الخمسة), yaitu :
a. Tauhid (Keesaan Tuhan), yakni pengakuan
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, seperti yang telah digariskan dalam kalimah
tauhid.
b. Al-‘Adlu (keadilan Tuhan), yakni
Allah wajib membalas orang mukmin yang taqwa dengan memasukkan mereka ke dalam
surga dan wajib memasukkan orang kafir ke dalam neraka.
c. Al-Manzilah bain al-Manzilatain (suatu tempat antara dua tempat),
yakni pelaku dosa besar bukan orang mukmin yang mutlak dan juga bukan orang
kafir yang mutlak.
d. Al-Wa’du wa al-wa’id (janji baik dan
janji buruk), yakni Allah wajib memberikan pahala kepada orang mukmin yang taat
dan memberikan balasan siksa kepada orang mukmin yang durhaka. Golongan
mu’tazilah menolak adanya syafaat yang diberikan kepada orang mukmin yang
durhaka.
e.
Amar makruf dan nahi munkar, yakni menyuruh yang makruf dan
melarang yang mungkar.[11]
Selain
ketiga Aliran di atas, timbul pula dua aliran teologi Islam yang terkenal
dengan nama Jabbariyah, Qadariyah dan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
4) Jabariyah
Paham ini diajarkan dan dikembangkan oleh Jaham bin Safwan
yang memperoleh banyak pengikut, sehingga ajaran ini juga dikenal dengan
madzhab Jahamiyah. Golongan ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai
ikhtiar atau pilihan dan kebebasan dalam menentukan nasib dan perbuatannya
dalam kehidupan di dunia ini.Segala sesuatu telah digariskan Allah atasnya
sejak zaman azali.[12]
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengadung arti memaksa. Dalam istilah
inggris paham ini disebut fatalism atau predestination.Perbuatan-perbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh qada’ dan qadar Tuhan.[13]
Adapun pendapat yang lain dari golongan ini antara lain :
a. Pengggunaan takwil, artinya Allah tidak dapat disifati
dengan sifat-sifat makhluk. Dan karena itu ia menakwilkan sifat-sifat Allah
yang ada persamaannya dengan sifat manusia.
b. Surga dan neraka tidak kekal, akan datang suatu masa yang padanya
surga dan neraka akan fana dengan segala isinya dan yang tinggal kekal hanya
Allah saja. Selain dari Allah, semuanya akan binasa.
c. Iman, Iman itu adalah makrifah atau
pengakuan hati saja akan wujud Allah dan kerasulan Muhammad SAW, Ucapan lisan
dan perbuatan anggota badan yang lain tidak termasuk dalam iman.
5) Qadariyah
Pemuka mazhab ini adalah Ghailan al-Dimasqi, Golongan ini
disebut Qadariyah adalah karena pendapatnya tentang kedudukan manusia diatas
bumi. Golongan ini mengatakan bahwa manusia mempunyai iradah yang bebas
dan kuasa penuh dalam menentukan amal
perbuatan yang dilakukan dan karenanya ia bertanggung jawab atas segala
perbuatan yang dilakukan. Jika amalnya baik, balasannya juga baik, dan jika
buruk, maka balasannya juga buruk.Artinya nasib manusia ditentukan oleh manusia
sendiri dan Tuhan tidak ada kuasa campur tangan dalam hal tersebut.
Selain hal tersebut diatas, golongan ini juga mengatakan
hal-hal sebagai berikut :
a. Menafikan sifat-sifat Allah, karena
menurutnya sifat itu identik dengan dzat, bukan sesuatu yang berbeda dengan
dzat.
b. Menafikan bahwa al-Qur’an itu qadim
c. Tentang politik, khalifah atau imam
boleh dilantik dari selain kaum quraisy.[15]
6) Ahli
Sunnah Dan Jama’ah
Yang dimaksud dengan al-sunnah (السنة) ialah :
a) Jalan. Artinya Ahlussunnah (أهل
السنة ) adalah golongan yang mengikuti jalan
para sahabat dan tabiin dalam masalah yang berkaitan dengan akidah, seperti
bersikap “menyerahkan makna atau maksud ayat-ayat mutasyabihat ( متشابهات ) kepada Allah tanpa menakwilkan kepada makna atau maksud lain
dari pengertian lahirnya”.
b) Hadis Nabi yakni golongan yang
berpegang kepada hadis yang sahih.Sedangkan yang dimaksud dengan jamaah
(جماعة )yang dikaitkan dengan sunah adalah karena mereka dalam
berdalil dan berhujah mempergunakan Kitab Allah, Sunah Rasul, ijma (إجماع) dan qias (قياس). Mereka
memandang empat landasan ini sebagai asas syariat Islam.[16]
Aliran ini dulunya dikenal sebagai Aliran Asy’ariah dan
Maturidiyah.Aliran Al Asy’ariah dipimpin oleh Abu Al Hasan Ali Ibn Ismail Al
Asy’ari lahir di basrah di tahun 873M dan Wafat di Baghdad pada tahun
935M.Aliran Al Asy’ari menentang paham keadilah tuhan yang dibawa kaum
mu’tazilah.Menurut pendapatnya tuhan berkuasa mutlak dan takada sesuatupun yang
wajib baginya. Tuhan berbuat sekehendaknya, sehingga kalau ia memasukkan
seluruh manusia ke dalam surga bukanlah ia bersifat tidak adil dan jika ia
memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka tidaklah ia bersifat dzalim.
Mazhab Ahlussunnah wal Jamaah mendapat pengaruh besar dalam
kalangan umat Islam setelah Abu Hasan al-Asy’ari bergabung dengannya.Sebelum
itu beliau adalah penganut Mazhab Mu’tazilah dan murid Abu Ali al-Jabaiy,
seorang pemuka Mu’tazilah yang terkenal pada waktu itu.Banyak riwayat yang
menyebutkan sebab keluarnya dari paham Mu’tazilah dan yang paling masyhur
adalah karena suatu diskusi yang terjadi dengan gurunya dan al-Asy’ari tidak
merasa puas dengan jawaban gurunya.Sejak saat itu al-Asy’ari menyatakan keluar
dari golongan Mu’tazilah dan mendirikan aliran baru yang identik dengan namanya
yaitu al-Asy’ari yang sekarang kita kenal dengan aliran Ahlussunah wal Jamaah.
Sedangkan Aliran Maturidiyah dipimpin oleh Abu Mansur
Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud Al Maturidi Lahir di Samarkhand pada
pertengahan Kedua dari Abad kesembilan
Masehi dan meninggal di Tahun 944M. Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak
memakai Rasio dalam pandangan Keagamaannya, Al Maturidi banyak Pula memakai
Akal dalam sistem Teologinya.Oleh karena itu antara teologinya dan teologi yang
ditimbulkan oleh Al Asy’ari terdapat perbedaan, sungguhpun keduanya timbul
sebagai Reaksi terhadap Aliran Mu’tazilah.[17]
IV.
Kesimpulan
Teologi dalam islam adalah ilmu pengetahuan yang membahas
tentang dasar-dasar agama Islam, keesaan Allah beserta sifat-sifatnya. Seorang
muslim yang mempelajari teologi islam diharapkan akan memahami dasar-dasar
islam secara lebih mendalam dan lebih mengerti tentang keesaan Allah beserta
sifat-sifat-Nya.
Aliran-aliran teologi dalam Islam yaitu sebagai berikut:
1. Khawarij (orang-orang yang keluar
dari golongan Ali ibn Abi Thalib)
2. Murji’ah (Hasan bin Bilal Muzni, Abu
Sallat Samman, dan Diror bin Umar)
3. Mu’tazilah (Wasil ibnu ‘Ata)
4. Jabariyah (Jaham bin Safwan)
5. Qodariyah(Ghailan al-Dimasqi)
6.
Ahlu Sunnah wal Jamaah (Abu Al Hasan Ali Ibn Ismail Al
Asy’ari dAbu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn
Mahmud Al Maturidi)
Daftar
Pustaka
Ahmad
Daudy, Kuliah Ilmu Kalam, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1997
Hanafi,
Pengantar Teologi Islam, Pustaka al-Husna, Jakarta, 1980
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan, UI-Press, Jakarta, 1986
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2008, cet. keempat
Taib
Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam,
Widjaya, Jakarta, 1997
http://bahrululummunir.blogspot.com/2012/03/perkembangan-aspek-teologi-dalam-islam.html diunduh pada tanggal 13-Mei-2013
Ibnuhazm57.blogspot.com/201103/teologi+islam+dan+problem+ketuhanan+di+zaman+modern
diunduh pada tanggal 13-Mei-2013
SalwinsahSMATT.wordpress.com/artikel/kisa
diunduh pada tanggal 13-Mei-2013
0 komentar:
Posting Komentar